Mendagri Ultimatum Kepala Daerah untuk Redam Inflasi
KENDARI – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberi ultimatum kepada kepala daerah untuk meredam laju inflasi agar tidak melambung. Sebab, inflasi yang tinggi berdampak langsung ke masyarakat luas dan berujung pada daya beli di tingkat keluarga. Evaluasi akan dilakukan berkala dan sanksi akan diberikan.
”Saya sampaikan agar kepala daerah, baik yang definitif maupun penjabat daerah, agar betul-betul menjaga inflasi di daerah, termasuk menjaga harga pangan. Karena ini kepentingan langsung masyarakat yang berhubungan setiap hari,” kata Tito dalam rapat koordinasi bersama kepala daerah se-Sultra, di Kendari, Jumat (27/10/2023).
Setiap kepala daerah, ia melanjutkan, wajib untuk memantau perkembangan harga di daerah. Jika terjadi kenaikan, harus dicari permasalahan, hingga penyelesaian. Permasalahan bisa terjadi karena suplai yang tidak cukup, atau distribusi yang macet.
Penyelesaian bisa dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari subsidi dalam distribusi, hingga penanganan di tingkat hulu. Jika terjadi upaya penimbunan, harus dilanjutkan dengan penegakan hukum.
”Kalau kepala daerah tidak bisa kendalikan inflasi, itu tidak ngerti atau tidak mau tahu. Kemarin penjabat di Cimahi kami copot karena setelah berkali-kali ditegur, tidak ada perubahan. Begitu juga kepala daerah lainnya, utamanya penjabat daerah. Untuk yang definitif ditegur dan akan diumumkan ke publik,” ujarnya.
Di Sultra, Tito menambahkan, Provinsi Sultra juga menjadi salah satu daerah dengan angka inflasi yang tinggi. Pada September lalu, angkanya mencapai 3,46 persen, atau kedua tertinggi se Indonesia, di bawah Bangka Belitung.
Hal ini harus menjadi perhatian bersama agar angka inflasi tidak semakin melenting. ”Tentu saya tidak menyalahkan Pj Gubernur yang baru menjabat. Tapi, ini harus ditangani dengan berbagai upaya,” ujar Tito.
Penjabat Gubernur Sultra Andap Budhi Revianto mengatakan, meski masih di atas angka inflasi nasional, inflasi Sultra masih cukup terkendali. Salah satu yang turut mengerek inflasi saat ini adalah tingginya harga beras. Sebab, meski kini tersedia, para petani lokal menjual hasil pertaniannya ke daerah lain.
”Jangan jual (beras) ke daerah lain, tapi penuhi dulu kebutuhan di sini. Kita terus komitmen berikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Target kita harus terus menurunkan angka inflasi itu,” kata Andap dalam keterangan resminya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sultra Siti Saleha mengungkapkan, salah satu yang menjadi pengungkit terjadinya inflasi saat ini adalah harga beras yang tinggi. Kenaikan harga dipicu gagal panen di sejumlah wilayah dan tingginya permintaan. Meski hasil panen di Sultra masih cukup, harga ikut terkerek naik.
”Wilayah dengan angka inflasi tinggi terjadi di Kendari dan Baubau. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya penanganan. Kami sudah gelar pasar murah di sejumlah wilayah di Sultra,” katanya.
Syamsu Anam, ekonom dari Universitas Halu Oleo, mengatakan, operasi pasar murah hanya serupa obat pereda nyeri yang meredakan masalah untuk sementara. Akan tetapi, permasalahan utama tidak kunjung tertangani.
Menurut Syamsu, setiap inflasi terjadi, dipastikan karena dipengaruhi oleh satu atau dua komoditas. Akan tetapi, kenaikan harga komoditas tersebut turut mengerek kenaikan harga komoditas lainnya.
Oleh sebab itu, penanganan inflasi harus dilakukan lebih terpadu. Fungsi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) harus dibuat lebih permanen dan masuk dalam perencanaan anggaran daerah. Instrumen TPID bisa melekat dalam satu dinas tertentu, atau menjadi sebuah perangkat organisasi baru.
”Dengan begitu, fungsi pengawasan di tingkat hulu, tengah, dan hilir bisa dilakukan secara kontinu sekaligus melakukan intervensi langsung. Hal ini untuk memudahkan pemantauan dan upaya untuk penanganan,” ucapnya. (sem/kom)