Mengungkap Praktik Shadow Banking Koperasi Simpan Pinjam
JAKARTA – Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan audit terhadap koperasi-koperasi yang diduga bermasalah. Kemenkop dan PPATK bakal melakukan joint audit atau audit bersama menyusul banyaknya koperasi bermasalah yang menimbulkan kerugian triliunan bagi para anggota. Upaya ini juga dilakukan untuk mengungkap praktik shadow banking oleh koperasi simpan pinjam.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan, pihaknya telah menerima laporan-laporan soal koperasi yang terindikasi melakukan tindak pidana pencucian uang. “Kami akan melakukan joint audit, bahkan kami minta kerja sama dengan PPATK untuk melihat lebih jauh karena kami khawatir ada praktik-praktik koperasi gagal bayar karena salah pengelolaan,” kata Teten seusai melakukan pertemuan dengan PPATK di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Rabu (15/2/2023).
Ia menegaskan, pihaknya akan terlebih dahulu berfokus pada koperasi-koperasi besar. Sebab, kebanyakan yang bermasalah sudah tidak dapat mengawasi diri sendiri sehingga dibutuhkan pengawasan eksternal oleh lembaga terkait. PPATK, sebut Teten, sudah memiliki catatan untuk pelaksanaan audit bersama.
Di sisi lain, pihaknya juga sudah menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk ikut melakukan pengawasan terhadap koperasi yang melakukan praktik shadow banking dan merugikan para anggota. “Bukan saya mau cuci tangan, tapi saya tidak bisa karena pengawasan kami terbatas, hanya pengawasan ‘kulit’ sesuai Undang-Undang Koperasi. Oleh karena itu, saya sepakat dengan PPATK untuk kita kerja sama,” katanya.
PPATK sebelumnya menyebut ada temuan sekitar Rp 500 triliun dana yang diduga digelapkan oleh 12 koperasi. PPATK kemudian menyerahkan temuan tersebut kepada penegak hukum untuk dilakukan penindakan lebih lanjut.
Kepala PPATK Ivan Yustiavanda dalam kesempatan yang sama mengatakan, kasus-kasus koperasi gagal bayar, seperti KSP Indosurya dan KSP Sejahtera Bersama, menjadi peringatan untuk melakukan tindak lanjut yang lebih jauh. Seperti diketahui, KSP Indosurya mengalami gagal bayar kepada sekitar 6.000 nasabah dengan jumlah kerugian sekitar Rp 16 triliun, sedangkan KSP Sejahtera Bersama merugikan korban hingga Rp 8 triliun.
“Prinsipnya, kami ingin melindungi masyarakat, koperasi harus tumbuh kuat, hebat, dan menumbuhkan ekonomi kerakyatan, tapi di sisi lain harus akuntabel,” katanya.
Shadow Banking
Teten Masduki mengungkapkan, praktik shadow banking yang dilakukan oleh koperasi simpan pinjam hampir tak bisa terlacak. Ini juga yang menjadi alasan Kemenkop UKM menggandeng PPATK dan OJK agar bisa melakukan pengawasan lebih dalam.
Teten mengatakan, salah satu penyebab lemahnya pengawasan terhadap koperasi karena aturan Undang-Undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992. Ia menjelaskan, dalam undang-undang itu, pengawasan koperasi hanya dapat dilakukan oleh internal koperasi itu sendiri. Pihaknya telah menerbitkan peraturan menkop UKM sebagai dasar aturan pengawasan. Namun, pengawasan yang dilakukan hanya sebatas melihat neraca keuangan di atas kertas yang mudah dimanipulasi pengurus. “Kami tidak bisa melihat ke dalam sampai misalnya ada penggelapan aset. Bahkan, shadow banking pun tidak bisa kelihatan karena kita ada kelemahan regulasi,” kata Teten.
Teten menjelaskan, praktik shadow banking koperasi yang dimaksud yakni menyalahi kewenangan dari bentuk koperasi. Ia mencontohkan, terdapat koperasi yang berbadan hukum, sebagai KSP atau jenis closed loop dan hanya dikhususkan untuk anggota. Tapi, koperasi itu kemudian melakukan penghimpunan uang dengan skema Ponzi dan membuka penyimpanan uang dari luar anggota. Praktik itu salah satunya dilakukan oleh KSP Indosurya yang mengalami masalah gagal bayar hingga Rp 13,8 triliun. “Karena badan hukumnya koperasi lalu praktik shadow banking sehingga lolos juga dari pengawasan OJK,” katanya.
Teten menjelaskan, koperasi sejatinya diperbolehkan untuk membuka unit usaha bank. Itu masuk kategori sebagai koperasi open loop. Namun, karena unit usaha tersebut berstatus sebagai lembaga keuangan bank, pengawasannya berada di bawah OJK. Sementara itu, induk koperasi tetap diawasi oleh Kemenkop UKM.
Mekanisme pengawasan tersebut juga telah diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Di satu sisi, Teten pun telah mengajukan revisi Undang-Undang Perkoperasian kepada DPR agar pemerintah memiliki dasar hukum yang legal dalam melakukan pengawasan langsung terhadap koperasi-koperasi di Indonesia. “Komisi XI sudah setuju, tengah tahun ini kita harapkan (RUU) selesai karena ini sudah sangat serius sekali,” ujar Teten. (REP)