Nilai Tukar Petani Papua Barat Turun 0,56 Persen
MANOKWARI – Badan Pusat Statistik mencatat, nilai tukar petani (NTP) di Provinsi Papua Barat periode Februari 2022 sebesar 100,88. Angka ini turun 0,56% (month to month/mtm) jika dibandingkan dengan posisi Januari 2022 yang mencapai 101,45.
Penyebabnya adalah indeks harga yang diterima petani dari hasil produksi turunnya lebih besar, dibanding biaya yang dikeluarkan petani untuk konsumsi rumah tangga serta biaya barang maupun jasa selama proses produksi.
“Karena indeks harga yang diterima petani turun 0,62% lebih tinggi dari indeks harga yang dikeluarkan petani yang juga turun tapi hanya 0,06%,” ujar Kepala BPS Papua Barat Maritje Pattiwaellapia, Selasa (2/3/2022) siang.
Dia menjelaskan, ada tiga subsektor yang mengalami penurunan NTP pada Februari 2022. Yakni, subsektor hortikultura turun 2,10%, perkebunan rakyat turun 0,13%, dan peternakan turun 0,52%. Sedangkan subsektor yang mengalami peningkatan NTP adalah tanaman pangan naik 0,42% dana subsektor perikanan naik 1,57%. “Hampir semua subsektor NTP-nya turun, kecuali dua subsektor itu,” jelas Maritje.
Ia merincikan, penurunan NTP subsektor hortikultura dipengaruhi oleh turunnya indeks harga yang diterima petani 2,14% jauh lebih tinggi dari indeks harga yang dibayar petani yakni 0,04%. “Indeks harga yang diterima petani dari beberapa komoditas mengalami penurunan yaitu cabai hijau, harga tomat dan sayur juga turun,” terang dia.
Selanjutnya, indeks harga yang diterima petani perkebunan turunnya 0,19% lebih tinggi dibanding indeks harga yang dibayar oleh petani yang juga turun tapi hanya 0,06%. Penurunan tersebut disumbang sejumlah kelompok tanaman perkebunan. “Kelapa yang belum kupas harganya turun 50% dan cokelat biji turun 10%,” ucap dia.
Kemudian, indeks harga harga yang diterima petani pada subsektor peternakan turun 0,54% lebih besar dibandingkan turunnya indeks harga yang dibayar untuk proses produksi yaitu 0,02%. Hal ini dipicu oleh turunnya harga komoditas ternak besar 0,79% dan unggas 0,07%. “Ayam ras pedaging, telur ayam ras, dan sapi potong harganya turun,” ucap Maritje.
Sedangkan peningkatan NTP subsektor tanaman pangan didorong oleh indeks harga yang diterima petani naik 0,35% dan indeks harga yang dikeluarkan petani turun 0,07%.
Komoditas yang mendorong adanya peningkatan adalah padi dan palawija, masing-masing mengalami peningkatan indeks sebesar 0,59% dan 0,12%. “Ada juga jagung dan ketela pohon yang harganya naik,” jelas dia.
Untuk subsektor perikanan (gabungan perikanan tangkap dan budidaya), kata Maritje, indeks yang diterima petani meningkat 1,52% dan indeks yang dikeluarkan petani turun 0,13%. Hal ini didorong oleh beberapa komoditas perikanan tangkap yang mengalami kenaikan harga jual sekitar 1,52%. “Biaya produksi turun, dengan demikian NTP kelompok perikanan naik,” jelas dia.
Maritje menambahkan, secara tahunan kondisi NTP Papua Barat pada Februari 2022 turun tipis 0,03% dibanding Februari 2021. Penurunan terbesar terjadi pada subsektor hortikultura 3,66%. Selama Januari hingga Februari 2022, subsektor tanaman perkebunan rakyat mengalami peningkatan tertinggi dibandingkan subsektor lainnya yakni 108,22. “Dan, subsektor yang paling rendah adalah perikanan tangkap yakni 95,87,” tutur dia.
Perlu diketahui bahwa, NTP merupakan salah satu indikator untuk mengukur kemampuan atau daya beli petani di wilayah pedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) antara produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga petani maupun untuk biaya produksi.
Pedesaan alami deflasi
BPS melaporkan, wilayah pedesaan di Papua Barat mengalami penurunan indeks konsumsi rumah tangga atau deflasi sebesar 0,11% pada Februari 2022. Kondisi ini dipengaruhi turunnya indeks kelompok makanan, minuman dan tembakau -0,21% serta turunnya indeks informasi dan jasa keuangan -0,14%.
NTUP turun 0,78%
Nilai tukar usaha rumah tangga pertanian (NTUP) Papua Barat pada Februari 2022 turun 0,78% dibandingkan periode Januari 2022. Karena, tiga dari lima subsektor mengalami penurunan NTUP yakni hortikultura turun 2,41%, peternakan turun 0,78% dan tanaman perkebunan rakyat turun 0,17%. Sedangkan dua subsektor yang meningkat adalah tanaman pangan 0,24% dan perikanan naik 1,48%.
Maritje Pattiwaellapia menjelaskan, NTUP merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima oleh petani dengan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal. “Pola NTUP hampir mirip dengan NTP. Hanya saja pada NTUP tidak diperhitungkan biaya konsumsi rumah tangga petani di pedesaan,” pungkas Maritje Pattiwaellapia. (PB15)