Pembahasan Upah Minimum Provinsi 2024 Diprediksi bakal Alot
JAKARTA – Pemerintah sedang menggodok kebijakan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait. Nantinya upaya mendengarkan aspirasi dari seluruh pihak akan tuntas pada 31 Oktober 2023. Namun demikian, pembahasan ini dinilai membutuhkan waktu lebih sehingga di sisa waktu ini pembahasan pun akan berjalan lebih alot.
“Hampir finish ya, terakhir akan kita lakukan serap aspirasi tanggal 31 Oktober 2023,” ucap Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah usai mengikuti Festival Pelatihan Vokasi dan Job Fair Nasional 2023 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (27/10/2023), dilansir Investor Daily.
Dalam menyusun kebijakan UMP, pemerintah akan menerbitkan aturan pengganti dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan untuk dasar penetapan UMP 2024. Namun Ida tidak merinci terkait besaran kenaikan upah dalam UMP 2024.
“Nanti lah, setelah kami serap aspirasinya, kami tuangkan dalam revisi PP 36 (Tahun 2021),” ujar Menteri Ida.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kemnaker Anwar Sanusi memastikan, formulasi perhitungan kenaikan UMP 2024 akan mendengar masukan dari segala sisi, baik pekerja maupun perusahaan selaku pemberi kerja.
“Pada intinya kita dalam serap aspirasi itu mendengar berbagai masukan-masukan, bagaimana tentunya kita bisa menyeimbangkan, terutama dari sisi pekerja, dari sisi pemerintah, dari sisi perusahaan,” ungkapnya.
Adapun formulasi penetapan UMP tahun ini mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/2023 tentang Penetapan Upah Minimum 2023. Dengan rumus kenaikan yang berdasarkan upah tahun sekarang + (Penyesuaian Nilai Upah Minimum (UM) x UM (tahun sekarang).
Sementara itu, penyesuaian upah minimum dihasilkan dari dari inflasi + (pertumbuhan ekonomi x indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang tertentu yaitu 0,10 sampai dengan 0,30).
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan persoalan kenaikan upah minimum bukan pada masalah UMP/K akan naik, tetapi bagaimana proses revisi PP 36/2021 benar-benar melibatkan SP/SB dan Pekerja/buruh.
Menurut dia proses revisi pun tidak hanya berhenti pada serapan aspirasi, tetapi yang utama terdapat proses negosiasi (dialog sosial) yang melibatkan SP/SB di LKS Tripartit Nasional, yang selanjutnya hasilnya mesti ikut disampaikan ke kalangan pekerja dan SP/SB lainnya agar ada uji publik dan masukan dari kalangan SP/SB serta pekerja.
Berapa rentang indeks yang ditetapkan sebagai hasil negosiasi di LKS Tripartit pun harus terinformasi kepada pekerja dan SP/SB, termasuk dasar argumentasi penetapan rentang tersebut secara yuridis, sosiologis dan filosofis.
“Dengan tenggat waktu penetapan UMP/K di tanggal 21 dan 30 November 2023, dibutuhkan proses negosiasi tentang penentuan nilai indeks di Dewan Pengupahan Daerah sebelum direkomendasikan ke Gubernur. Tentunya negosiasi nilai indeks ini pun akan alot dan membutuhkan waktu. Ini yang harus diperhatikan Pemerintah dalam menyelesaikan revisi PP No. 36,” kata Timboel. (sem/inv)