Penduduk Miskin di Indonesia Bertambah
JAKARTA – Tren penurunan angka kemiskinan sejak 2021 tertahan setelah Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat tingkat kemiskinan September 2022 sebesar 9,57 persen atau lebih tinggi dari Maret 2022 yang 9,54 persen. Sejumlah faktor turut memengaruhi kondisi itu, termasuk peningkatan inflasi sebagai dampak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM.
Berdasarkan data BPS, peningkatan persentase kemiskinan mulai dirasakan sejak 2020 atau masa awal pandemi Covid-19, yang puncaknya mencapai 10,19 persen (September 2020). Selepas itu, terjadi tren penurunan. Secara beruntun, yakni 10,14 persen (Maret 2021); 9,71 persen (September 2021); dan 9,54 persen (Maret 2022). Namun, pada September 2022, tingkat kemiskinan kembali meningkat, menjadi 9,57 persen.
“Jumlah penduduk miskin September 2022 sebesar 26,36 juta orang atau naik 0,20 juta orang dibandingkan Maret 2022. Namun, masih lebih rendah 0,14 juta orang dibandingkan September 2021,” ujar Kepala BPS Margo Yuwono, dalam konferensi pers secara daring, Senin (16/1/2023).
Kendati perekonomian pada triwulan III-2022 tumbuh 5,72 persen, Margo mencatat sejumlah hal pada periode itu. Misalnya, upah buruh tani harian yang turun 1,99 persen, konsumsi rumah tangga yang turun 0,12 persen dibandingkan triwulan II-2022, dan pelambatan pertumbuhan ekonomi secara triwulanan.
Selain itu, sepanjang September 2022 juga terjadi pemutusan hubungan kerja di sektor padat karya, seperti industri tekstil, alas kaki, serta perusahaan teknologi. Di samping itu, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga berdampak pada kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal, terutama untuk subsektor perikanan tangkap.
Kenaikan BBM bersubsidi per 3 September 2022 juga berpengaruh pada inflasi. “September sendiri inflasi tahunannya mencapai 5,95 persen, sedangkan sepanjang 2022 5,51 persen. Kita bisa lihat bagaimana pergerakan inflasi kita akibat penyesuaian harga BBM. Hal sama terjadi pada 2005 yang menyebabkan inflasi 17,11 persen dan 2014 sebesar 8,38 dan 8,36 persen,” kata Margo.
Pemerintah, lanjut Margo, sebenarnya telah memberi bantuan seiring dinaikkannya harga BBM pada September 2022, agar inflasi tak terlalu tinggi. Namun, di sisi lain, harga-harga komoditas yang dikonsumsi penduduk miskin juga terkerek, terutama beras yang naik 1,46 persen dibandingkan Maret 2022. Kendati nilainya, kecil, tingginya porsi beras dalam keranjang komoditas yang dikonsumsi masyarakat miskin, telah memberi pengaruh besar.
Kondisi-kondisi itu menyebabkan garis kemiskinan pada September 2022 naik 5,95 persen dibandingkan Maret 2022. “Ini menjadi peningkatan tertinggi dalam sembilan tahun terakhir, tepatnya sejak September 2013 saat garis kemiskinan naik 6,84 persen, pasca-kenaikan harga BBM. Kenaikan garis kemiskinan dari berbagai faktor tadi, memengaruhi peningkatan kemiskinan,” lanjutnya.
Dampak turunan
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menuturkan, situasi tersebut menunjukkan bahwa kenaikan harga BBM secara tak langsung bisa meningkatkan kemiskinan. Dalam momentum yang kurang tepat, kebijakan menaikkan harga BBM berpotensi mengerek inflasi, yang pada muaranya akan berpengaruh pada penambahan penduduk miskin.
Kemudian, pada September 2022 juga terlihat bahwa kenaikan garis kemiskinan proporsinya dari bahan makanan. “Sehingga ini menjadi pelajaran yang ‘bagus’ ke depan. Saat mengambil kebijakan, ada dampak turunan yang mesti diantisipasi. Pada 2023, akan diuji bagaimana kemampuan pemerintah dalam meredam inflasi yang sudah relatif tinggi,” ucapnya.
Ia menambahkan, lewat peningkatan suku bunga acuan Bank Indonesia, diharapkan inflasi bisa tertekan. Namun, perlu dicermati sampai kapan hal itu dampaknya bisa dirasakan? Semua masih bergantung berbagai faktor lainnya.
Sementara itu, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Amirullah Setya Hardi, menilai, dampak kenaikan harga BBM bersubsidi per 3 September 2022, sebenarnya baru dirasakan setelahnya, bukan saat penghitungan BPS. Dengan demikian, peningkatan kemiskinan per September 2022 lebih disebabkan pada apa yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya (Maret-Agustus 2022). Misalnya, dampak kenaikan harga minyak goreng.
Mengenai pertumbuhan ekonomi, yang sudah terjadi lebih bersifat eksklusif, belum inklusif. “Artinya, jenis aktivitas ekonomi yang tumbuh belum yang berdampak langsung pada masyarakat kebanyakan, yang seharusnya bisa mengurangi kemiskinan. Yang terjadi, ada peningkatan harga bahan baku yang mau tak mau mengurangi pendapatan masyarakat,” kata dia. (KOM)