Proyek Transisi Energi RI Dilirik Banyak Investor
JAKARTA – Wakil Menteri BUMN II Rosan Roeslani mengatakan, salah satu Proyek Strategis Nasional dalam sektor transisi energi memiliki banyak peminat. Dari 185 investor yang hadir dalam ASEAN-Indo-Pacific Forum (AIPF), banyak yang melirik dan menyatakan minat bergabung dalam proyek transisi energi milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Rosan menjelaskan, PLN mengedepankan proyek pengembangan pembangkit energi bersih dan pengembangan transmisi hijau serta interkoneksi. “Salah satu yang menarik minat adalah di bidang energi. Dekarbonisasi oleh PLN yang mengundang shifting ke EBT itu banyak mengundang minat investor,” kata Rosan saat konferensi pers di Media Centre KTT ASEAN, Rabu (6/9/2023), dilansir Antara.
Rosan mengatakan, setidaknya ada lima Proyek Strategis Nasional dalam bidang transisi energi yang dibahas secara langsung dalam business matching yang digelar oleh AIPF. Salah satunya proyek PLTS terapung dan pengembangan industri hidrogen hijau.
Secara keseluruhan, ada 20 proyek strategis yang dibahas AIPF untuk kemudian dieksekusi menjadi proyek bersama, khususnya antara Indonesia dan negara-negara ASEAN maupun negara tamu undangan.
“Lewat forum business matching yang kami adakan dalam AIPF terhadap beberapa sektor strategis nasional yang akan dikerjasamakan ke depan,” ujar Rosan.
Beberapa proyek tersebut, antara lain, 9 proyek jalan tol, 5 proyek pelabuhan, dan 10 proyek konektivitas dan infrastruktur. Rosan mengatakan, dalam business matching tersebut ada 185 investor yang terlibat dan berdiskusi langsung, baik bersama pemerintah maupun BUMN.
“Ada Arab Saudi. Ada perusahaan energi asal Prancis, Korea, Spanyol, Cina, dan Jerman. Ada banyak yang tertarik untuk ikut dalam kerja sama ekonomi ini,” ujar Rosan.
Khusus untuk negara ASEAN, kata Rosan, Brunei, Myanmar, Thailand, Malaysia, dan Filipina bersama Indonesia akan melakukan pengembangan infrastruktur, bandara, dan sektor telekomunikasi yang terintegrasi antara negara ASEAN.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam paparannya di sesi panel menjelaskan, saat ini PLN memiliki prioritas untuk membangun sistem interkoneksi jaringan agar bisa memberikan akses kelistrikan yang merata bagi seluruh masyarakat.
Lewat proyek interkoneksi ini, misi ASEAN untuk membuat ASEAN supergrid juga bisa terlaksana. Interkoneksi ini, kata Darmawan, untuk mengatasi ketidaksesuaian sumber EBT yang terletak di daerah terpencil dan tersebar di berbagai daerah dengan pusat permintaan listrik.
“Sistem inilah yang ke depan akan digunakan untuk mendukung pembangunan ASEAN Power Grid. Sistem ini diproyeksikan mampu menghubungkan transmisi lintas negara-negara di ASEAN, mulai dari Laos, Vietnam, Kamboja, Malaysia, Singapura, dan Indonesia,” kata Darmawan.
Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury menegaskan, kepemimpinan Indonesia pada ASEAN 2023 mendorong percepatan transisi energi hijau. “Pembangunan berkelanjutan adalah kunci menuju kemakmuran di masa depan dan itulah sebabnya selama kepemimpinan kami di ASEAN, Indonesia telah mendorong upaya berkelanjutan dan kolaboratif untuk mempercepat transisi energi hijau dan terdapat tiga prioritas,” kata Pahala.
Tiga prioritas tersebut dalam upaya percepatan transisi energi hijau adalah berinvestasi dan mengembangkan ekonomi hijau, memanfaatkan potensi ekonomi biru yang sangat besar, serta mempercepat transformasi digital. Pahala menuturkan, investasi dan pengembangan ekonomi hijau memerlukan dukungan teknologi dan pendanaan yang signifikan. Dalam hal ini terdapat banyak inisiatif untuk pembiayaan yang berkelanjutan dan inovatif.
Kawasan ASEAN menjadi tuan rumah bagi lebih dari 80 inisiatif ramah lingkungan senilai 34 miliar dolar AS, di antaranya inisiatif jaringan listrik di kawasan ASEAN (ASEAN Power Grid) dan ASEAN Catalytic Green finance Facility.
“Dari semua inisiatif ini kita harus memastikan bahwa teknologi hijau menjadi barang publik. Saya berharap melalui AIPF kita dapat bekerja sama dengan sektor swasta dan memastikan investasi untuk pengembangan teknologi hijau yang terjangkau,” ujarnya.
Mengenai potensi ekonomi biru yang sangat besar, ia mengatakan, lebih dari 66 persen total wilayah Asia Tenggara ditutupi oleh lautan dan samudra. ASEAN juga merupakan rumah bagi 15 persen perikanan dunia. Diperkirakan, ekonomi biru dapat menghasilkan 3 triliun hingga 6 triliun dolar AS dan sekitar 260 juta lapangan kerja per tahun.
Untuk membuka potensi ekonomi biru, tahun lalu Indonesia berhasil meluncurkan program Blue Halo Ocean yang menargetkan pendanaan campuran senilai 300 juta dolar AS untuk memastikan pertumbuhan ekonomi selaras dengan konservasi maritim.
Di sisi lain, ekonomi digital ASEAN diperkirakan akan mencapai 1 triliun dolar AS pada 2030. Tahun ini, para pemimpin ASEAN juga mendukung perjanjian kerangka ekonomi digital atau Digital Economy Framework Agreement (DEFA).
Laporan Bloomberg menunjukkan investasi global dalam transisi energi rendah karbon melampaui 1,1 triliun dolar AS pada 2022, yang menjadi tonggak sejarah baru. Total kapasitas energi terbarukan menjadi 3.372 gigawatt (GW) pada akhir tahun lalu dengan penambahan kapasitas baru yang sebagian besar berasal dari tenaga angin dan surya dan hampir semuanya merupakan penambahan kapasitas baru di Asia.
Jumlah lapangan kerja di bidang energi terbarukan di seluruh dunia mencapai 12,7 juta, melonjak sekitar 700 ribu lapangan kerja baru dalam setahun.
Menurut Pahala, energi terbarukan adalah bahan bakar masa depan, bukan hanya sebuah komoditas, melainkan merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, ada kecenderungan global menuju transisi ekonomi rendah karbon, dan ASEAN ingin menjadi pusat dari transisi tersebut.
Dengan gabungan produk domestik bruto (PDB) ASEAN yang mendekati 3,7 triliun dolar AS dan populasi lebih dari 670 juta orang, kepemimpinan Indonesia di ASEAN 2023 ingin memastikan bahwa kawasan Asia Tenggara dapat menjadi episentrum pertumbuhan. (ANT)