Wilayah Pengelolaan Perikanan 718 Rawan Praktik Ilegal
JAKARTA – Praktik penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur atau IUU Fishing masih marak terjadi di wilayah pengelolaan perikanan 718. Wilayah rawan itu meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur yang menjadi percontohan penerapan penangkapan ikan terukur berbasis kuota pada zona industri.
Kapal pengawas Paus 01 Kementerian Kelautan dan Perikanan menghentikan tiga kapal perikanan yang diduga melakukan alih muatan (transhipment) hasil tangkapan ikan secara ilegal di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI)–718 Perairan Kepulauan Aru, akhir pekan lalu. Penangkapan kapal ilegal itu berlangsung saat patroli pengawasan di Zona III Penangkapan Ikan Terukur WPPNRI 718.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin mengungkapkan, tiga kapal perikanan yang diduga melakukan alih muatan ilegal meliputi satu kapal pengangkut dan dua kapal penangkap. Ketiga kapal itu, yakni KM LB 99 (263 GT), KM LB III (56 GT), dan KM LB 7 (91 GT), diduga melakukan alih muatan bukan dengan kapal mitranya atau tidak dalam satu kesatuan usaha.
”Tindakan ini termasuk salah satu bentuk unreported fishing karena pemindahan muatan hasil tangkapan ikan menjadi tidak terlaporkan atau dapat mengacaukan data tangkapan ikan,” kata Adin, dalam keterangan pers, Minggu (13/8/2023).
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.1049/MEN-KP/VII/2023 tentang Kepatuhan Pelaku Usaha terhadap Pelaksanaan Penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak Berupa Pungutan Hasil Perikanan Pascaproduksi, kapal penangkap ikan hanya diperbolehkan melakukan alih muatan pada kapal pengangkut ikan yang menjadi mitranya atau yang berada dalam satu kesatuan usaha.
Zona rawan
Secara geografis, WPPNRI 718 berbatasan langsung dengan Australia di sebelah selatan, Timor Leste di sebelah barat, dan Papua Niugini di sebelah timur. ”Ini mengakibatkan tingginya potensi pelanggaran, khususnya IUU fishing,” kata Adin.
Penetapan WPP NRI 718 sebagai zona 3 penangkapan ikan industri pada program prioritas penangkapan ikan terukur berbasis kuota memerlukan sinergi pengawasan laut yang kuat dan penanganan pelanggaran hukum yang terpadu sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Adin menambahkan, pengawasan di zona penangkapan ikan skala industri akan diperketat guna memastikan kepatuhan pelaku usaha dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor B.1049/MEN-KP/VII/2023 tentang Kepatuhan Pelaku Usaha terhadap Pelaksanaan Penarikan Penerimaan Negara Bukan Pajak Berupa Pungutan Hasil Perikanan Pascaproduksi. Penerapan pungutan pascaproduksi diharapkan mendorong capaian penerimaan negara bukan pajak subsektor penangkapan ikan dan dimanfaatkan untuk kemajuan sektor kelautan dan perikanan.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Kementerian Perhubungan mengukuhkan 27 syahbandar di pelabuhan perikanan, Jumat (11/8/2023). Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta syahbandar di pelabuhan perikanan siap mengawal program penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan penarikan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perikanan pascaproduksi.
KKP mencatat jumlah pelabuhan perikanan yang menjadi pelabuhan pangkalan PNBP pascaproduksi sebanyak 171 lokasi dari total 686 lokasi. Namun, total sumber daya manusia (SDM) syahbandar di pelabuhan perikanan hingga kini berjumlah 178 orang sehingga dirasa belum memadai.
Syahbandar dinilai memiliki peran sangat strategis baik sebelum kapal berlayar maupun berlabuh untuk mendaratkan ikan. Syahbandar juga berperan dalam mengontrol dan melakukan pendampingan yang intensif kepada para pelaku usaha.
”Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berkonsolidasi secara internal dan dengan dukungan dari Kementerian Perhubungan diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama jumlah syahbandar di pelabuhan perikanan dapat ditingkatkan secara signifikan,” ujar Trenggono.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, sinergi antara KKP dan Kementerian Perhubungan harus terus berlanjut dan ditingkatkan. Dia berharap agar syahbandar di pelabuhan perikanan dapat menjaga integritas dalam bekerja dan mengutamakan pelayanan publik untuk keselamatan pelayaran. Syahbandar bertanggung jawab dalam mengeluarkan persetujuan berlayar bagi kapal perikanan dan pengangkut ikan serta berperan penting dalam IUU Fishing. (KOM)