Gaya Hidup

10-15 Menit untuk Menciptakan ”Kutu Buku”

BADAN Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak atau Unicef menyebut bahwa membaca bersama anak selama 10-15 menit setiap hari dapat memantik ketertarikan mereka terhadap buku. Apabila ini dilakukan secara konsisten dan interaktif, anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang gemar membaca. Membaca sejak dini akan mendorong anak berkembang secara optimal.

Dorongan untuk menumbuhkan kegemaran membaca pada anak sejalan dengan peringatan Hari Buku Anak Sedunia. Hari Buku Anak Sedunia diperingati sejak 1967 setiap tanggal 2 April, bertepatan dengan hari kelahiran penulis cerita anak Hans Christian Andersen (1805-1875). Andersen pernah menulis, antara lain, kisah The Little Mermaid, The Ugly Duckling, dan Thumbelina.

Bagi sebagian anak di dunia, cerita-cerita tersebut tidak hanya menjadi dongeng pengantar tidur. Cerita itu juga menjadi pintu untuk belajar dan berimajinasi.

Menurut psikolog anak dan keluarga di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Mira Amir, membacakan buku cerita adalah kesempatan mengembangkan kemampuan kognitif anak. Dengan membaca atau dibacakan cerita, anak dapat mengenal dan memperkaya perbendaharaan kata.

”Anak-anak yang exposure-nya ke buku tinggi, biasanya berbahasa dengan ’canggih’. (Perbendaharaan) kata-katanya kaya,” kata Mira saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (2/4/2023). ”Ini membuat anak terampil berkomunikasi dan percaya diri,” ucapnya, dilansir Kompas.

Membaca sejak dini juga melatih anak untuk berkonsentrasi. Ini modal besar bagi anak untuk belajar. Mira mengatakan, sebagian anak masa kini sulit menjaga konsentrasi dan perhatiannya mudah buyar.

Berdasarkan studi oleh Microsoft Corp, orang sekarang umumnya kehilangan konsentrasi setelah delapan detik. Rentang perhatian manusia turun dari 12 detik pada tahun 2000 menjadi hanya 8 detik pada 2015, atau lebih pendek dari ikan mas (9 detik). Hal ini dinilai berkaitan dengan gaya hidup di era digital

”(Waktu) paling bagus buat membacakan buku adalah saat anak mulai mengantuk karena gelombang otak mereka mendekati alfa. Saat itu, suara orangtua paling terekam di alam bawah sadar (anak),” kata Mira.

Masa itu juga dapat dimanfaatkan orangtua untuk mengenalkan pengetahuan atau menanamkan nilai baik yang terkandung di buku cerita. Dengan demikian, membacakan buku ke anak tidak hanya membantu mengembangkan kemampuan kognitif, tapi juga sosial dan emosional.

Membaca secara menyenangkan

Pegiat literasi dan pendiri komunitas Reading Bugs, Roosie Setiawan, percaya bahwa pengalaman membaca yang menyenangkan perlu dialami anak-anak. Pengalaman itu akan membentuk motivasi intrinsik untuk membaca pada anak. Untuk menghadirkan pengalaman tersebut, peran orang dewasa di sekitar anak sangat penting.

”Pastikan anak berusia 0-9 tahun terpapar buku berkualitas. Mesti ada orang dewasa yang membacakan buku, menceritakan, mendengarkan (pendapat anak), membicarakan buku, dan menuliskan cerita yang dibacakan, baik dengan tulisan, gambar, maupun aktivitas menyenangkan minimal 15 menit setiap hari,” ucap Roosie pada diskusi daring ”Literasi Sejak Dini” oleh Teras Mitra, Sabtu (1/4/2023).

Ia juga mendorong agar orang dewasa membaca nyaring untuk anak-anak. Tujuannya untuk menumbuhkan pribadi yang gemar membaca (reading for pleasure) pada anak.

Reading for pleasure, katanya, membuat anak lancar dan paham bacaan. Anak-anak juga dibentuk untuk berpikir secara teratur. Lebih jauh, hal ini membantu meningkatkan prestasi akademis, kecakapan sosial, dan memberdayakan anak saat dewasa.

Adapun kecakapan membaca penting dalam proses belajar. Pada 2022, Unicef mengingatkan rendahnya tingkat pembelajaran anak-anak. Hanya satu pertiga anak berusia 10 tahun di dunia yang diperkirakan mampu membaca dan memahami tulisan sederhana. Angka itu turun setengah dibandingkan dengan masa sebelum pandemi Covid-19.

”Rendahnya tingkat pembelajaran saat ini berarti rendahnya kesempatan untuk hari esok, kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell seperti dikutip dari laman Unicef.

Kedekatan dan kebahagiaan

Di sisi lain, membaca buku bersama dapat menumbuhkan kedekatan antara anak dan orangtua. Rasa percaya anak terhadap orangtua juga bakal ikut tumbuh. Menurut Mira, kepercayaan menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman bagi anak untuk tumbuh.

”Bayangkan saat anak mengantuk, ia bisa mendengar suara dan memegang tangan ibunya. Itu situasi yang sangat nyaman dan membahagiakan. Masalah orang masa kini adalah mereka kesulitan bahagia. Ini karena saat kecil mereka tidak tahu apa itu kebahagiaan,” tutur Mira.

Orangtua pun didorong untuk memperbanyak momen menyenangkan pada anak dengan membaca buku bersama. Penulis dan penerbit Noor H Dee, pada diskusi daring dengan Teras Mitra, mengatakan, sebagian orangtua berharap terlalu besar pada buku bacaan. Mereka berharap agar buku dapat membuat anak menguasai kualitas tertentu, misalnya menjadi pintar atau soleh. Hal ini dapat membebani anak yang hendak membaca buku.

Agar anak suka membaca, orangtua dapat membiarkan anak bebas memilih buku yang mereka sukai. ”Buku bukan hal yang selalu serius, melainkan sama seperti karya seni lain, baik film, lagu, atau lukisan. Buku belum dianggap menghibur,” ucapnya. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.