Bayang Kekhawatiran di Derasnya Laju Inovasi AI
TAK pernah ada istilah batas untuk pengembangan sebuah teknologi. Setelah ada kecerdasan artifisial (AI) yang dapat memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan, kemudian membuat gambar lewat penjelasan kalimat, kemudian membuat video dari perintah kata-kata, kini para ilmuwan terus berupaya menggagas inovasi teknologi agar AI bisa digunakan untuk ‘membaca’ pikiran manusia.
Pada Maret 2023, periset dari Jepang membuat ulang gambar beresolusi tinggi dari pemindaian aktivitas otak. Kini, tim lain dari Universitas Texas di Austin (UT Austin), Texas, Amerika Serikat (AS) mengembangkan model AI yang dapat membaca pikiran. Mereka membuat terobosan teknologi mirip ChatGPT untuk mengubah pikiran orang menjadi teks secara real-time.
Dikutip dari laman Indian Express, Rabu (3/5/2023), sistem AI noninvasif itu dikenal sebagai decoder semantik. Sistem ini menekankan pada penerjemahan aktivitas otak ke dalam aliran teks, yang sudah dijabarkan lewat studi peer-review yang diterbitkan dalam jurnal Nature Neuroscience.
Penelitian ini dipimpin oleh Jerry Tang, kandidat doktoral di bidang ilmu komputer, yang mengerjakannya bersama Alex Huth, asisten profesor ilmu saraf dan ilmu komputer di UT Austin. Amanda LeBel yang merupakan mantan asisten peneliti di Huth Lab dan Shailee Jain, lulusan ilmu komputer UT Austin, ikut serta menjadi rekan penulis studi.
Sebagian bahasan studi didasarkan pada model transformator yang mirip dengan model yang juga menggerakkan Google Bard dan ChatGPT OpenAI. Dengan inovasi terbaru mereka, para ilmuwan UT Austin berharap bisa membantu orang lumpuh atau berkebutuhan khusus.
Sebagai bagian dari penelitian, tiga orang diperiksa dengan MRI dan diminta untuk mendengarkan cerita. Para ilmuwan mengeklaim, cara itu sukses menghasilkan teks yang merupakan pikiran para peserta tanpa bantuan implan otak apa pun. Perlu dicatat bahwa teknologi menangkap poin utama dari pikiran peserta, bukan mereplikasi pikiran secara keseluruhan.
Huth mengatakan, untuk metode noninvasif, temuan mereka merupakan lompatan nyata dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya, yang biasanya berupa satu kata atau kalimat pendek. “Kami mendapatkan model untuk memecahkan kode bahasa berkelanjutan untuk waktu yang lama dengan ide-ide rumit,” kata Huth.
Menurut para ilmuwan, sistem AI dapat menghasilkan aliran teks saat peserta mendengarkan atau membayangkan sebuah cerita. Itu dimungkinkan setelah sistem AI sepenuhnya terlatih.
Para peneliti pada dasarnya menggunakan teknologi seperti ChatGPT untuk menginterpretasikan pikiran orang-orang saat sedang menonton film bisu atau saat membayangkan diri mereka sedang bercerita. Terlepas dari aspek inovasinya, teknologi baru ini kemudian menimbulkan kekhawatiran tentang pelanggaran privasi mental.
The Godfather of AI, Geoffrey Hinton, telah resmi mengundurkan diri dari Google menyusul pesatnya peningkatan ChatGPT dan chatbot lainnya. Dia mengatakan ingin bebas berbicara tentang risiko AI.
Hinton, yang membantu meletakkan dasar bagi AI generatif saat ini, adalah seorang ahli teknik di Google selama lebih dari satu dekade. Sebagian dari dirinya bahkan menyesali pekerjaannya selama ini, setelah melihat bahaya yang ditimbulkan AI generatif.
Dia khawatir tentang berbagai informasi yang salah, di mana rata-rata orang tidak akan dapat lagi mengetahui apa yang benar. Dalam waktu dekat, Hinton khawatir bahwa kemampuan AI untuk mengotomatiskan tugas tidak hanya akan menggantikan pekerjaan yang membosankan, tetapi juga “menjungkirbalikkan” seluruh pasar kerja.
Sebelumnya, Hinton mengira revolusi AI masih akan terjadi beberapa dekade lagi. Namun, sejak OpenAI meluncurkan ChatGPT pada November 2022, kecerdasan model bahasa besar (LLM) telah mengubah pikirannya. “Lihatlah bagaimana lima tahun lalu dan bagaimana sekarang. Ambil perbedaannya dan penyebarannya ke depan. Itu menakutkan,” kata Hinton dilansir SEA Mashable, Rabu (3/5/2023).
Kehadiran ChatGPT memulai semacam persaingan tiga arah yang berat sebelah, melawan Microsoft Bing dan Google Bard. GPT-4 yang mendukung ChatGPT juga mendukung Bing. Dengan dua pesaing datang untuk bisnis pencarian inti, yakni Google yang bergegas meluncurkan Bard, meskipun ada kekhawatiran internal bahwa chatbot AI itu tidak cukup teruji untuk akurasi dan keamanan.
Di Twitter, Hinton mengklarifikasi bahwa dia tidak mengkritik Google secara khusus. Dia percaya bahwa Google telah bertindak sangat bertanggung jawab. Alih-alih, Hinton mengkhawatirkan risiko lebih luas dari perkembangan AI yang sangat cepat, yang didorong oleh lanskap persaingan.
Tanpa regulasi atau transparansi, perusahaan berisiko kehilangan kendali atas teknologi yang kuat. “Saya tidak berpikir mereka harus meningkatkan ini sampai mereka mengerti apakah mereka bisa mengendalikannya,” ujar Hinton. (REP)