Pentingnya Edukasi Literasi Digital pada Anak
ORANG tua dapat menjadi sosok teman bagi anak di rumah sambil membicarakan dan mendiskusikan dampak positif dan negatif dunia maya. Spesialis Perlindungan Anak dan Advokasi ChildFund International di Indonesia, Reny Haning, mengingatkan pentingnya orang tua melihat atau menempatkan anak sebagai subjek saat menyampaikan literasi digital.
“Memperlakukan anak itu sebagai subjek, jangan sebagai objek. Dengan itu, harapannya ada komunikasi yang baik dengan anak sehingga anak bisa lebih percaya kita karena kita memposisikan diri sebagai teman, sebagai mitra anak, tetapi juga sekaligus sebagai orang tua,” kata Reny.
Orang tua juga perlu mengupayakan batasan-batasan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan anak di dunia maya dengan memberi alasan yang dapat dipahami oleh anak.
“Parental control saja tidak cukup menurut kami. Jadi, harus ada benar-benar duduk bareng, membahas do’s and don’ts-nya bersama anak. Dan itu harus di-review terus-menerus bersama dengan anak,” jelasnya.
Orang tua perlu secara terbuka membicarakan dampak dunia maya kepada anak. Contoh, orang tua bisa memulai diskusi mengenai kesehatan reproduksi pada anak secara lebih terbuka. Pembicaraan itu dapat berlanjut pada pemberian pemahaman dampak atau konsekuensi yang mungkin terjadi apabila mereka mengonsumsi konten dewasa di internet.
Asah keterampilan praktis
Dalam hal ini, orang tua juga harus menjadi panutan yang baik bagi anak. Edukasi yang disampaikan juga harus seiring yang dijalankan orang tua dalam keseharian di rumah.
“Contoh sederhana, ‘Yuk, jangan nonton TV terus’ atau jangan lihat handphone pada saat ngobrol dengan anak. Saat duduk di meja makan, orang tua juga jangan pegang handphone,” tutur Reny. “Jangan juga misalnya melarang anak untuk tidak terpapar konten-konten orang dewasa, tetapi di handphone orang tua juga menyimpan konten-konten orang dewasa.”
Ia mengatakan keterampilan-keterampilan praktis yang dibutuhkan orang tua untuk menempatkan anak sebagai subjek dalam literasi digital juga didorong oleh ChildFund melalui inisiatif program “Swipe Safe”. Di samping intervensi kepada orang tua, ChildFund juga mendorong sekolah untuk mengadopsi kebijakan keselamatan dan perlindungan anak, baik terkait dunia daring maupun luring. Upaya itu diwujudkan dengan melatih para guru serta mendorong mekanisme keluhan atau masukan sehingga terjadi timbal balik antara anak, orang tua, dan guru.
“Kami harapkan dengan intervensi-intervensi itu orang tua dan sekolah juga bisa bermitra dengan anak supaya sama-sama ikut mendorong anak menjadi pribadi yang lebih baik untuk bisa mengembangkan potensinya dengan lebih maksimal,” tegasnya. (TEM)