Belanja Negara 2020 di Papua Barat Terkontraksi

MANOKWARI, papuabaratnews.co – Realisasi belanja negara pada postur APBN tahun 2020 di Provinsi Papua Barat mencapai Rp9.660,8 miliar atau 92,44% dari target sesuai Perpres 72/2020 yakni Rp10.451,0 miliar. Namun, realisasi tersebut terkontraksi sebesar 13,09% (year on year/yoy) jika dibandingkan dengan realisasi belanja negara tahun 2019 yang mencapai Rp11.115,8 miliar.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Papua Barat Hari Utomo menjelaskan, terkontraksinya realisasi belanja negara disebabkan oleh kebijakan refocusing atau realokasi belanja kementrian/lembaga dan TKDD (Transfer ke Daerah dan Dana Desa) yang diarahkan mendukung penanganan pandemi Covid-19, serta program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Belanjanya dikurangi dan kemudian dialihkan ke penanganan Covid-19,” ujar Hari.

Perlu diketahui bahwa, belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat dan TKDD. Belanja pemerintah pusat meliputi belanja kementrian/lembaga (belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja bantuan sosial) dan non kementrian/lembaga (belanja lain-lain). Sedangkan TKDD meliputi Transfer ke Daerah (DAU, DBH, DAK Fisik, DAK Non Fisik, DID dan Dana Otsus) dan Dana Desa.

Dia menuturkan, belanja pemerintah pusat di Papua Barat tahun anggaran 2020 sebesar Rp6.564,49 miliar atau terealisasi sekitar 90,30% dari target sesuai Perpres 72/2020 yakni Rp7.629,70 miliar. Jumlah ini lebih rendah dari realisasi belanja tahun 2019 yang menyentuh Rp7.889,05 miliar.

Belanja pemerintah pusat tahun 2020 ini terdiri dari, belanja kementrian/lembaga yang terealisasi Rp6.555,03 miliar atau 90,33% dari pagu sesuai Perpres 27/2020 sebesar Rp7.257,1 miliar dan realiasasi belanja non kementrian/lembaga (belanja lainnya) sebesar Rp9,46 miliar dari target Rp12,6 miliar sesuai Perpres atau hanya 75,03%.

Ia melanjutkan, untuk realisasi belanja kementrian/lembaga meliputi belanja pegawai terealisasi sebesar Rp1.918,27 miliar (89,29%), belanja barang Rp2.614,75 miliar (89,47%), belanja modal Rp2.017,09 miliar (92,47%) serta belanja bantuan sosial Rp4,93 miliar (96,44%).

“Walau di tengah pandemi, realisasi belanja modal capai 92,47% dari target sesuai Perpres sebesar Rp2.181,38 miliar,” jelas Hari.

Selanjutnya, kata dia, realisasi TKDD tahun 2020 yang dikelola oleh tiga KPPN di Provinsi Papua Barat mencapai Rp3.127,82 miliar atau 98,32% dari target sesuai Perpres sebesar Rp3.181,30 miliar. Angka ini sedikit lebih rendah dari realisasi tahun 2019 sebesar Rp3.226,72 miliar.

TKDD 2020 meliputi, realisasi transfer ke daerah sebesar Rp1.568,70 miliar atau 96,79% dari target sesuai Perpres yakni Rp1.639,32 miliar dan Dana Desa telah direalisasikan sebanyak Rp1.541,12 miliar atau 99,94% dari target sebesar Rp1.541,98 miliar. Realisasi Dana Desa tahun 2020 lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2019 yang mencapai Rp1.516,91 miliar.

“Kondisi serapan belanja ini tidak optimal 100%,” kata dia.

Selain itu, kata dia, secara persentase terdapat kenaikan pada penyaluran DAK Fisik 20,65% dan DAK Non Fisik 13,14% periode 2020 jika dibandingkan dengan periode 2019 lalu. Peningkatan penyaluran Dana Desa 2020 juga mengalami peningkatan sebesar 1,6% dibanding tahun 2019. Kondisi didorong oleh peningkatan kinerja pemerintah daerah dalam merespon syarat penyaluran dana transfer khusus serta pemanfaatan Dana Desa untuk bantuan langsung tunai (BLT).

“Kebijakan relaksasi penyaluran TKDD juga dipercepat dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi di daerah,” jelas Hari Utomo.

Kendala seluruh satker

Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Manokwari mengungkapkan realisasi belanja pemerintah pusat di Provinsi Papua Barat setelah adanya revisi DIPA, mengalami sejumlah kendala.

Kepala Seksi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal (MSKI) KPPN Manokwari Khiyarunnas menjelaskan, seluruh satuan kerja (Satker) selama proses refocusing tidak berani melakukan belanja.

Dia merincikan, belanja pegawai terhambat karena pembayaran tunjangan kinerja, gaji 13, tunjangan hari raya eselon 2 ke atas tidak dibayar.

“Lembur juga tidak terbayar karena adanya kebijakan work from home,” jelas Khiyarunnas.

Selanjutnya, realisasi belanja barang juga tidak optimal lantaran perjalanan dinas dan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak sulit dilakukan. Sebab, aktivitas tatap muka dialihkan ke metode virtual.

Kemudian, realisasi belanja modal terhambat karena ada pemalangan pada area proyek serta keterbatasan akses masuk Papua Barat.

“Banyak bahan baku dan teknisi yang pengadaannya dari luar Papua Barat, sehingga pengadaan belanja barang dan pemeliharaan terhambat,” ucap dia.

Dampak dari sejumlah hambatan, kata Khiyarunnas, sangat berdampak terhadap realisasi belanja negara yang telah dianggarkan dalam postur APBN tahun 2020. “Itulah penyebab realisasi menurun,” pungkas dia. (PB15)

**Berita ini Telah Terbit di Harian Papua Barat News Edisi Kamis 14 Januari 2021

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: