Akademisi Khawatir Serapan APBD Papua Barat 2021 Tidak Optimal
MANOKWARI, papuabaratnews.co – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen utama bagi pemerintah daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Provinsi Papua Barat.
Namun, penyusunan hingga penetapan APBD Papua Barat tahun 2021 yang molor dikhawatirkan akan berdampak terhadap serapan yang tidak berjalan optimal. Pembagian Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA) APBD 2020 ke Organisasi Perangkat Daerah pun baru dilakukan pada 15 April 2021.
“Saya khawatir di endingnya kalau kita lihat proses timelinenya ya. Belum lagi proses pelelangannya. Multipayer effect APBD itu tidak bisa dinikmati,” kata Akademisi Universitas Papua (Unipa) Manokwari Albertus Girik Allo saat dikonfirmasi awak media, Jumat pekan lalu.
Setelah DPA dibagikan, sambung dia, masing-masing OPD terlebih dahulu melakukan pelelangan untuk semua pekerjaan yang termuat dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Kondisi ini jika diestimasikan, maka hanya tersisa enam bulan jangka waktu seluruh pekerjaan diselesaikan. Di sisi lain, efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran juga tidak maksimal sesuai harapan masyarakat.
“Pertanyaannya, dengan waktu enam bulan mengejar project berskala besar itu sulit diselesaikan. Kalaupun selesai, kualitasnya bisa dijamin,? tanya Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Unipa.
Dia menjelaskan, struktur ekonomi Papua Barat dari sisi pengeluaran sangat didominasi oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Apabila dari kedua sektor tersebut lumpuh atau tidak bergerak, maka pertumbuhan ekonomi pun terhambat. Selain itu, realisasi investasi juga tidak terakselerasi dengan baik.
Artinya, perekonomian Papua Barat akan terlihat setelah DPA dibagikan ke masing-masing OPD.
“Dari Januari sampai April, kita lihat ada pembangunan apa,” ucap dia.
Albert menegaskan, pemerintah sebagai pengelola dana masyarakat semestinya disiplin dengan mekanisme waktu penyusunan APBD. Apalagi, di tengah masa pandemi ini APBD sangat diharapkan mendorong pemulihan ekonomi yang mengalami tekanan.
Ke depannya, sinergitas antara eksekutif dan legislatif perlu ditingkatkan supaya keterlambatan penyusunan APBD tidak terulang kembali.
“Eksekutif dan legislatif harus memiliki komitmen yang kuat agar bisa sesuai dateline,” tutur dia.
Albert kemudian menilai, pemerintah daerah belum memiliki konsep yang matang terhadap perbaikan ekonomi usai masa pandemi karena masih terfokus terhadap masalah internal. Seperti mengatasi penyebaran Covid-19 dan mengatasi ekonomi yang melambat.
“Kita belum memikirkan afer Covid-19,” terang dia.
Sebagai provinsi konservasi, sambung Albert, pemerintah daerah harus mendorong sektor pariwisata sebagai sektor unggulan yang menggerakan ekonomi pascapandemi nanti. Kondisi ini dapat dilihat bahwa masyarakat berlomba-lomba mengunjungi destinasi wisata ketika pemerintah mencabut larangan pembatasan aktivitas sosial di luar rumah.
Dan, promosi destinasi pariwisata di Papua Barat harus gencar dilakukan selama masa pandemi virus korona.
“Contohnya Borobudur, saat pandemi mereka memperbaiki sarana prasarana nya. Karena setelah pandemi pasti orang berwisata kemana-mana,” ucap dia.
“Kita setelah pandemi baru berbenah. Bagaimana Raja Ampat, bagaimana Kaimana, Pegunungan Arfak dan Teluk Wondama,” ucap dia menambahkan.
Menurut Albert, keterbatasan inovasi program kerja pemerintah daerah menyebabkan pergerakan ekonomi hanya bergantung pada dua sektor yakni konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Selain itu, Papua Barat juga sangat bergantung pada sektor migas yang hingga kini memberikan kontribusi sekitar 80 persen terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Karena kita sudah konsen dengan provinsi konservasi, jadi harus mengejar jasa dari konservasi itu,” pungkas Albert.
Sebelumnya, Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menyerahkan DPA APBD 2021 kepada 47 OPD di lingkup pemerintahan provinsi, pada Kamis (15/4/2021).
Gubernur mengatakan, penyerahan DPA kepada 47 OPD itu mengalami keterlambatan akibat dari proses penyesuaian pada revisi anggaran pandemi Covid-19 dan perubahan sistem pelaporan keuangan daerah dari SIMDA ke SIPD.
Meski DPA 2021 terlambat diserahkan, namun hal itu dapat dijadikan motivasi setiap perangkat daerah agar bekerja lebih ekstra dalam merealisasikan program dan anggaran.
“Artinya harus ada kerja keras, karena saya akan mengontrol sejauh mana SKPD mengelola program dan anggaran sesuai DPA masing-masing agar serapan APBD kita maksimal di akhir tahun dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat,” ujar Gubernur Mandacan.
Ia menyebutkan, total Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD Provinsi Papua Barat tahun 2021 sebesar 7.744.110.211.743 telah tersebar pada 47 OPD untuk membiayai seluruh kegiatan di Provinsi Papua Barat. “Bekerja maksimal dan bijak dalam penggunaan anggaran sehingga bermanfaat dan tepat sasaran dalam pembangunan demi kesejahteraan masyarakat, bukan kesejahteraan pribadi,” ujarnya.(PB15)
**Artikel ini Telah Diterbitkan di Harian Papua Barat News Edisi Selasa 27 April 2021