InforialPARLEMENTARIA

DPR Dorong Transparansi Pengelolaan Dana Otsus

MANOKWARI, papuabaratnews.co – Pengelolaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) di Papua Barat pada masa mendatang harus lebih transparan dari periode sebelumnya. Hal ini dapat mengembalikan kepercayaan publik khususnya orang asli Papua kepada pemerintah terkait pemanfaatan dana tersebut.

Ketua Fraksi Otsus DPR Papua Barat George K Dedaida mengatakan, pemerintah pusat telah memberikan signal Dana Otsus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat akan diperpanjang 20 tahun mendatang. Selain itu, plafon Dana Otsus juga mengalami peningkatan dari 2% DAU nasional menjadi 2,25%. Dengan demikian, efektivitas pengelolaannya menjadi hal terpenting demi kesejahteraan orang asli Papua.

“Melihat opini yang berkembang dari masyarakat, 2,25% dana itu bisa lebih transparan dikelola,” ucap George saat dikonfirmasi awak media di Manokwari, Senin (1/2/2021).

Dia lalu menyarankan agar pembahasan Dana Otsus dapat dipisahkan dari postur APBD. Tujuannya adalah mempermudah pihaknya mengetahui ketepatan alokasi Dana Otsus pada sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi kerakyatan serta pembangunan infrastruktur daerah.

“Untuk kemaslahatan (manfaat, red) masyarakat adat Papua Barat khususnya Bomberai dan Domberai,” jelas dia.

Menurut George, rencana pembahasan Dana Otsus yang terpisah dari APBD dapat tercapai sesuai Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) tentang Pengelolaan Dana Otsus. Regulasi ini hanya perlu direvisi agar penambahannya lebih eksplisit menjelaskan tentang mekanisme pembahasan Dana Otsus secara optimal.

“Saya sudah ajukan dalam rapat bersama Badan Anggaran waktu itu, supaya mulai 2022 anggaran Otsus dipisahkan,” jelas dia yang juga merupakan anggota Komisi I DPR Papua Barat.

Dia melanjutkan, apapun alasannya Perdasus itu harus direvisi agar memiliki legal formal yang nantinya memberikan efek positif terhadap mekanisme pengelolaan dan pengawasan aliran Dana Otsus di Papua Barat.

“Pengawasan ini sangat penting, kalau pengawsan lemah maka pertanggungjawaban Dana Otsus juga lemah,” tegas George.

Dari sisi kelembagaan, pengelolaan Dana Otsus selama ini berada di Biro Otsus Setda Provinsi Papua Barat. Ke depannya, perlu ada sinergitas antara eksekutif melalui instansi teknis terkait dengan legislatif.

Sementara itu, Ketua Garda Merah Putih (GMP) Papua Barat Saul Samuel menilai dukungan Dana Otsus masih dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas hidup orang asli Papua. Sebab, sebagian besar masyarakat asli Papua masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Namun, tata kelola Dana Otsus selama kurang lebih 20 tahun belum berjalan maksimal. Hal ini menjadi pemicu banyaknya aspirasi masyarakat asli Papua yang menolak keberlanjutan Dana Otsus di masa mendatang.

Ia menyarankan agar pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Papua Barat harus memformulasikan tata kelola Dana Otsus agar mampu menyasar ke masyarakat asli Papua hingga ke level akar rumput.

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan Dana Otus Papua akan diperpanjang hingga 2041. Saat ini pemerintah tengah membahas RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua. Plafon Dana Otsus dari 2% DAU nasional naik menjadi 2,25%.

Artinya, Dana Otsus akan meningkat dua kali lebih besar dibanding dengan Dana Otsus yang telah digelontorkan pemerintah pusat selama dua dekade terakhir yakni Rp101,2 triliun. Perhitungan tersebut dengan asumsi kenaikan DAU sebesar 3,02% per tahun berdasarkan rata-rata perkembangan pagu selama sembilan tahun terakhir.

“Estimasi kami apabila APBN dan dana transfer umum berkembang sesuai rencana jangka panjang, maka Dana Otsus selama 20 tahun ke depan mencapai Rp234,6 triliun,” ujar Sri Mulyani.

Menkeu menambahkan, perpanjangan Dana Otus akan memberi kesempatan bagi Provinsi Papua dan Papua Barat untuk mengejar ketertinggalan dengan daerah lain di Indonesia.

Data Badan Pusat Statistik menunjukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat mengalami sedikit peningkatan 0,60% dari tahun 2019 sebesar 64,70 menjadi 65,09 pada 2020.

Kendati demikian, IPM Papua Barat ini lebih rendah dari IPM Nasional yang tercatat 71,94.

Sehingga Provinsi Papua Barat menjadi provinsi dengan IPM terendah kedua setelah Provinsi Papua yang tercatat 60,44. (PB15)

**Berita ini Telah Terbit di Harian Papua Barat News Edisi Rabu 3 Februari 2021

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.