Kapasitas Masyarakat Sipil Harus Diperkuat
MANOKWARI, papuabaratnews.co – Mekanisme perencanaan penganggaran untuk pembangunan di Provinsi Papua Barat, belum berjalan optimal sesuai ekspektasi. Ada sejumlah faktor penyebabnya. Meliputi, keterbukaan informasi publik, akuntabilitas dan rendahnya partisipasi masyarakat sipil.
Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) menilai, kapasitas masyarakat sipil harus diperkuat agar dapat memahami aspek-aspek teknokratis dalam perencanaan penganggaran, regulasi dan dokumen yang perlu dicermati.
Sehingga, dapat berkontribusi terhadap kualitas perencanaan anggaran.
“Selama ini partisipasi masyarakat sipil sangat rendah,” ucap Knowledge Manajemen Manager Seknas Fitra, Yenti Nurhidayat, saat dikonfirmasi awak media di Manokwari, Senin sore (20/9/2021).
Oleh karena itu, sambung dia, edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat harus ditingkatkan agar mampu memahami mekanisme serta prosedur perencanaan penganggaran yang dilakukan pemerintah daerah.
“Pengetahuan harus disamakan,” terang dia.
Di sisi lain, rendahnya partisipasi masyarakat sipil dipicu oleh beberapa hal. Salah satunya adalah political will atau kemauan politik dari pemerintah daerah atau para pengambil kebijakan untuk melibatkan masyarakat sipil dalam perencanaan penganggaran tersebut.
Hal ini sesuai dengan hasil kajian lokal budgeting index pada tahun 2018 sampai 2019, untuk mengukur index transparansi, akuntabilitas dan partisipasi di Tanah Papua.
“Misalnya hanya kelompok tertentu saja yang terlibat dalam musrembang,” jelas dia.
Selain itu, kata dia, terdapat persoalan dalam keterbukaan informasi publik. Hasil kajian juga membuktikan bahwa ada 18 dokumen publik sulit diakses. Padahal permintaan dokumen sudah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Yang tidak ada di website kita minta melalui surat, tapi tidak ada respon,” ujar Nurhidayat.
Kondisi ini mengakibatkan kepercayaan masyarakat sipil terhadap pemerintah daerah menurun. Apabila dibandingkan dengan Provinsi Papua, keterbukaan informasi publik di Papua Barat jauh lebih rendah. Selama ini, pemerintah tidak mempublikasikan informasi tentang proses perencanaan anggaran.
“Pemerintah tidak percaya masyarakat, dan masyarakat pun tidak percaya dengan pemerintah,” tutur dia.
Untuk mengatasi personal yang terjadi, pihaknya kemudian mengembangkan budget resource center (BRC) di Papua dan Papua Barat.
“Di Papua ada dua BRC dan di Papua Barat ada satu yaitu BRC Mansinam,” imbuhnya.
Ia menjelaskan, BRC memiliki empat fungsi. Pertama, sebagai pusat informasi yang akan dipublikasikan untuk masyarakat. Kedua, pusat belajar. BRC akan menyediakan modul-modul spesifik yang menjadi bahan diskusi bersama. Ketiga, sebagai pusat analis untuk melakukan kajian spesifik seperti efektivitas dan efesiensi pengelolaan dana Otsus serta kajian reguler tentang APBD. Keempat, sebagai pusat advokasi guna mencari solusi atas persoalan yang terjadi.
“Ada empat fungsi yang dimainkan,” papar dia.
Nurhidayat menerangkan, program BRC merupakan hasil kolaborasi antara Seknas Fitra, Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat. Program tersebut dirancang untuk memperkuat kapasitas masyarakat sipil, pemerintah daerah, dan legislatif dalam proses perencanaan penganggaran.
Namun, pelaksanaan kegiatan hari pertama di Manokwari tidak dihadiri oleh stakeholder.
“Kegiatan ini akan terus berlanjut,” kata dia.
Sementara itu, Koordinator BRC Mansinam Metuzalak Awom menambahkan, keterbukaan informasi publik masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Kehadiran Komisi Informasi Provinsi Papua Barat juga hingga kini belum memberikan dampak positif terhadap perubahan yang diharapkan.
“Kita belum lihat sepak terjangnya. Karena masyarakat belum banyak yang paham soal fungsi komisi itu sendiri,” kata Metuzalak.
Dengan adanya pelatihan yang diselenggarakan, sangat diharapkan masyarakat semakin memahami bahwa dokumen anggaran itu penting diketahui oleh publik. Sehingga, permintaan dokumen yang diajukan melalui Komisi Informasi Provinsi semakin hari semakin meningkat.
“Sehingga mempermudah masyarakat mengetahui hak-hak masyarakat itu sendiri,” pungkas dia.(PB15)
**Berita ini Diterbitkan di Harian Papua Barat News Edisi Selasa 21 September 2021