Inforial

Pacu Produktivitas Sawit di Papua Barat dengan Dana Replanting

MANOKWARI, PB News – Bisnis kelapa sawit dalam beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dan menjadi komoditas penyumbang devisa terbesar di Indonesia. Dengan demikian, seluruh pelaku industri kelapa sawit harus mampu menjawab tantangan meningkatkan kualitas produk serta berdaya saing tinggi melalui perbaikan cara budidaya tanaman sawit.

Kepala Divisi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Deri Ridhanif mengatakan, pemerintah telah berkomitmen mendorong peningkatan produktivitas perkebunan sawit milik rakyat dengan memanfaatkan dana replanting (peremajaan tanaman sawit,red) yang telah dihimpun oleh pihaknya.

Tahun 2018 target penyaluran dana replanting mencapai 185 ribu hektare, dan jumlah tersebut meningkat signifikan dari periode sebelumnya yang hanya mencapai sekitar 3 ribu hektare dari target 20.870 hektare.

“BPDP membantu petani sawit milik rakyat sebesar Rp25 juta/hektare dan maksimalnya untuk lahan 4 hektare, jadi totalnya Rp100 juta. Dana ini sifatnya hibah artinya tidak perlu dikembalikan,” ujar dia, saat dikonfirmasi Papua Barat News, usai melakukan sosialisasi dan edukasi bagi petani sawit, di salah satu hotel di Manokwari, Kamis (26/4).

Untuk itu, dirinya berharap para petani di Provinsi Papua Barat dapat memenuhi seluruh persyaratan guna mengoptimalkan penyaluran dana replanting tersebut.

“Target di Papua Barat 3.052 hektare tapi kalau di sini ada 4.400 hektar atau berapa pun bisa kita bantu selama persyaratan yang ditetapkan pemerintah dipenuhi petani,” terang dia.

Penyaluran dana replanting pun, lanjut dia, akan melibatkan pihak ketiga seperti kelompok tani dan koperasi tani dalam pengumpulan administrasi petani sawit, dan akan meneruskan ke instansi terkait untuk diverifikasi aspek legalitas kepemilikan lahan sebelum dikirim ke Dirjen Perkebunan Kementrian Pertanian. Karena, penyaluran dana replanting harus dilakukan secara tranparansi, akuntabilitas, dan efektif bagi petani yang benar-benar membutuhkan bantuan dana.

“Sertifikat tanah itu harus mengatasnamakan petani itu sendiri, ini masalah paling banyak ditemukan di Indonesia,” terang dia.

Dia juga mengakui, permasalahan yang kerap melanda kebun sawit milik rakyat selama ini adalah rendahnya produktivitas akibat dari tidak dilakukan peremajaan tanaman sawit, kurangnya pendanaan, penggunaan benih dan bibit sawit yang ala kadarnya mengakibatkan potensi produksi kelapa sawit belum maksimal.

“Perlu solusi untuk meningkat produksi kebun kelapa sawit supaya kesejahteraan petani sawit bisa meningkat,” ujar dia.

Deri pun mengimbau agar petani sawit di Papua Barat mengikuti program Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), dengan tujuan agar meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan.

Sementara itu, Kepala Bidang Perkebunan Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan Provinsi Papua Barat Benediktus Hery, menjelaskan, optimalisasi dana replanting oleh para petani kelapa sawit dilakukan melalui tahapan seleksi legalitas lahan, selanjutnya diverifikasi di tingkat kabupaten dan provinsi sebelum dikirim ke pusat.

“Sementara file softcopy yang sudah disiapkan ASPAKSINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Papua Barat sekitar 2.090 hektar,” terang dia.

Setelah penyelenggaraan sosialisasi yang diprakarsai oleh APKASINDO Pusat, lanjut dia, pihaknya pun berencana melakukan sosialisasi agar tingkat literasi petani terkait dengan upaya peningkatan produktivitas dan program ISPO bisa berjalan sesuai ekspetasi (harapan).

“Mungkin bulan Mei atau Juni dilakukan kegiatan sosialisasi seperti ini lagi,” tutur dia.

Dikonfirmasi terpisah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Manokwari Yustinus Meidodga, menilai tanaman sawit yang berada di perkebunan Wapramasi (Warmare, Prafi, Masni dan Sidey) sudah semestinya dilakukan peremajaan. Pasalnya sejak pengelolaan diserahkan ke pihak swasta (Petani), jumlah produktivitas kian merosot.
“Umur sawit di Wapramasi sudah sekitar 30 tahun, sejak pengelolaan dialihkan ke swasta tahun 2010 hingga saat ini belum ada peremajaan,” tutur dia.

Dia juga mengatakan, Pemerintah Provinsi Papua Barat harus segera mengambil langkah mendatangkan investor yang nantinya akan menampung hasil panen kelapa sawit, karena PT Yongjin tidak beroperasi.

Pengelolaan kelapa sawit melibatkan badan usaha milik daerah (BUMD) dinilai jauh lebih maksimal dibandingkan penyerahan pengelolaan ke pihak swasta.

“Pengalihan investasi inj membuat petani mogok karena saat ini pihak pengelola tidak ada perhatian kepada petani sawit,” katanya.

“Mulai tahun 2010 pohon ini sudah tidak maksimal. Hal ini juga karena adanya pengalihan pengelola dari BUMN kepada Swasta,” paparnya menambahkan.

Sebagai informasi, produksi crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah sebesar 37,8 juta ton CPO, luasan perkebunan sawit saat ini mencapai 14,03 juta hektar, dan sebesar 40 persen merupakan perkebunan rakyat. Indonesia merupakan negara terbesar di dunia untuk memproduksi kelapa sawit, diikuti Malaysia, Thailand, Myanmar dan Colombia. (PB15/PB9)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.