Penanganan Stunting di Papua Barat Butuh Keseriusan
MANOKWARI – Penanganan masalah stunting (tubuh kerdil) membutuhkan keseriusan dari seluruh pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota di Papua Barat.
Sebab, prevalensi balita yang mengidap stunting masih berada pada level 26,2%.
Wakil Gubernur Papua Barat Mohamad Lakotani, mengatakan, perumusan program penanganan stunting harus dilakukan secara sistematis, terencana dan terukur.
Supaya percepatan penurunan prevalensi stunting berjalan sesuai ekspektasi bersama.
“Kalau langkahnya biasa saja, penurunannya berkisar 1%. Jika dilakukan intervensi yang tepat, penurunan bisa melewati 1%,” ujar Lakotani, saat dikonfirmasi awak media di Manokwari, Selasa (22/3/2022) siang.
Oleh karena itu, pemerintah provinsi berencana melakukan rapat koordinasi bersama para bupati dan wali kota, awal April mendatang.
Tujuannya, menyamakan persepsi dan merumuskan langkah penanganan stunting yang jauh lebih maksimal.
“Ada kesepahaman, keseragaman dan fokus terhadap penurunan stunting,” ujar Lakotani.
Percepatan penurunan stunting telah diinstruksikan oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024.
“Seluruh daerah diminta perhatian terkait arahan Presiden,” ujarnya.
Menurut Lakotani, penurunan stunting ke level 14% pada tahun 2024 sesuai target pemerintah pusat, akan sulit tercapai.
Kendati demikian, Papua Barat optimis bisa turun dari level 26,2% menjadi 18%.
Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi program di setiap pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi.
“Mudah-mudahan kita bisa capai angka lebih rendah dari yang sekarang,” ujarnya.
Ia menerangkan, beberapa kabupaten telah memprioritaskan penanganan stunting melalui penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Untuk provinsi, isu penanganan stunting telah dimasukkan dalam RPJMD tahun 2022-2026.
“Isu stunting ini kita sudah masukan ke dalam RPJMD,” terang Lakotani.
Kedepannya, Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), dan Inspektorat akan mengevaluasi postur Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) dari kabupaten/kota.
“Untuk memperhatikan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penanganan stunting, bisa ter-cover,” tegas Lakotani.
Dalam kesempatan itu, Kepala BKKBN Perwakilan Papua Barat, Philmona Maria Yarollo, menjelaskan, sosialisasi rencana aksi percepatan penurunan angka stunting Indonesia merupakan tindaklanjut dari Perpres Nomor 72 Tahun 2021, dan Peraturan Kepala BKKBN Nomor 12.
Sejumlah instansi teknis seperti Bappeda, Dinas Kesehatan, PKK dan mitra turut mengikuti kegiatan yang diselenggarakan secara virtual.
“Setelah sosialisasi ini harus ada komitmen baik dari provinsi maupun kabupaten dan kota,” ucap Philmona.
Secara kelembagaan, kata dia, Kepala BKBN Pusat telah ditunjuk olen Presiden Jokowi sebagai ketua pelaksana program percepatan penurunan angka stunting di Indonesia.
Dengan demikian, daerah wajib membentuk tim percepatan penanganan stunting tingkat provinsi, kabupaten/kota, distrik hingga kelurahan.
Di Papua Barat, penyusunan draf pembentukan tim telah dilakukan dan sudah disodorkan ke Bappeda Papua Barat.
“Sementara diproses,” pungkas Philmona. (PB15)