Pentingnya Sistem Pengawasan Peredaran TSL Secara Kolaboratif
SORONG, PB News – Dalam rangka mengembangkan sistem pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Provinsi Papua Barat bersama Conservation Internasional Indonesia (CII) menyelenggarakan kegiatan sosialisasi pengembangan sistem pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) secara kolaboratif, baru-baru ini di Kaimana.
Menurut Kepala BKSDA Papua Barat Basar Manulang, BKSDA sudah melakukan sosialisasi di beberapa daerah antara lain, Kabupaten Manokwari, Raja Ampat, Bintuni, Kaimana, Kota Sorong dan Kabupaten Sorong. Kegiatan itu pun dipastikan akan dilakukan di kabupaten lainnya di Provinsi Papua Barat.
“Sistem ini dikembangkan mengingat adannya peningkatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar khususnya yang dilindungi masih dimanfaatkan masyarakat untuk perdagangan atau sekedar hoby,” ujar dia, saat dikonfirmasi Papua Barat News, Minggu (3/6/2018).
Dia mengakui, hingga kini kerap dijumpai pelanggaran kepemilikikan satwa dan tumbuhan yang dilindungi tersebut. Mekanisme kolaboratif dalam tata kelola kekayaan alam di Provinsi Papua Barat menjadi formulasi efektif dalam mendorong peningkatan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), melalui penerbitan surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri (SATS-DN), izin edar, serta izin kumpul tumbuhan dan satwa.
“Seringkali terjadi pelanggaran diantaranya pemanfaatan melebihi kuota, pemalsuan atau penggunaan SATS DN yang tidak sesuai ketentuan, ” kata Basar Manulang.
Terdapat 29 pengedar tumbuhan dan satwa liar, lima diantaranya berada di Kabupaten Kaimana yakni CV Fita Angga, CV Anugerah Maro Papua, CV Dwi Putra Jaya, dan CV Burumbow yang masih memanfaatkan satwa dan tumbuhan sebagai komoditas perdagangan yang menjadi penyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Untuk peningkatan PNBP tersebut, menurut Basar, perlu ditutup jalur untuk peredaran ilegal tumbuhan dan satwa liar melalui sistem pengawasan yang baik.
“KSDA Papua Barat tidak bisa bekerja sendirian mengingat kurangnya personil. Untuk itu kerja kolaboratif salah satu kerja yang diterapkan untuk peningkatan kerja dengan stakolder dan masyarakat, ” ujar dia.
Telah diberitakan sebelumnya, Kepala Seksi Wilayah 4 Kaimana Balai Besar KSDA Papua Barat Samsul Alam, mengatakan, implementasi sistem kolaborasai sangat penting mengingat adanya peningkatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar, khususnya yang dilindungi di Papua Barat. Sedangkan peredaran satwa tidak dilindungi pun banyak yang tidak mengantongi SATS-DN, bahkan pernah terjadi pemalsuan administrasi perizinan, dan melebih kuota.
“Masih sering dimanfaatkan oleh masyarakat baik untuk perdagangan maupun sekedar hoby,” ujar Samsul.
Kerja kolaboratif ini merupakan salah satu cara kerja yang diterapkan oleh Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) yaitu dengan peningkatan kerjasama lintas kementerian dengan tujuan pelaksanaan pengawasan dipermudah dan cepat.
“Karena didukung juga dengan tool berupa aplikasi on line berbasis android yang dapat digunakan dalam pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar,” ujar dia.
Sementara itu, Senior Manager Marine Protected Area West Papua Alberth Nebore, mengemukakan, kegiatan ini merupakan rangkaian dari beberapa kegiatan sosialisasi yang telah dilaksanakan di beberapa kabupaten seperti di Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Bintuni.
“Saat ini di Kabupaten Kaimana yang akan dilanjutkan di Sorong dan Sorong Selatan,” papar dia.
Sebagi informasi, kegiatan sosialisasi pengembangan sistem pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar (TSL) di Provinsi Papua Barat secara kolaboratif melibatkan unsur petugas dari bandara/pelabuhan di antaranya bea cukai, imigrasi, karantina pertanian, karantina ikan, otoritas bandara dan pelabuhan, pihak kepolisian, mitra lembaga swadaya masyarakat (LSM), mitra tumbuhan dan satwa liar serta media.(PB7)