Lintas Papua

Kapolres Manokwari Bantah Tudingan Pembungkaman Demokrasi

MANOKWARI – Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Manokwari AKBP Parasian Herman Gultom, membantah tudingan pembungkaman ruang demokrasi yang dilontarkan oleh mahasiswa saat menggelar aksi penolakan pembentukan daerah otonom baru (DOB).

“Kalau seperti tudingan membungkam atau menghadang ruang demokrasi, kita tidak akan berikan mereka berorasi,” ujar Gultom kepada awak media, Rabu (11 Mei 2022).

Ia menjelaskan, kepolisian telah mempertimbangkan segala hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat umum. Sehingga, permintaan long march dari kawasan Amban menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua Barat di Arfai, tidak diizinkan.

“Supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau terganggunya kepentingan umum,” ujar Gultom.

“Seperti kemarin, kalau mau langsung ke DPR atau Majelis Rakyat Papua, kita fasilitasi dengan kendaraan. Supaya langsung ke sana, bukan long march,” kata dia menambahkan.

Menurut Kapolres, kebebasan menyampaikan pendapat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, bukan merupakan kebebasan yang absolut.

Dengan demikian, setiap kelompok yang ingin menyampaikan aspirasi harus mematuhi aturan perundang-undangan terkait hak dan kewajiban. Dan, Polri berkewajiban menjaga serta mengamankan aktivitas penyampaian pendapat tersebut.

“Mereka wajib menjaga hak dari masyarakat umum, supaya tetap berjalan aman,” terang Gultom.

Kapolres melanjutkan, kepolisian tidak membatasi niat mahasiswa apabila ingin kembali melakukan orasi. Namun, rencana aksi maka terlebih dahulu menginformasikan kepada kepolisian. “Agar polisi bisa menjaga jalannya aksi,” ucap dia.

Diberitakan media ini sebelumnya, sejumlah mahasiswa asli Papua di Manokwari, kembali melakukan aksi penolakan pembentukan DOB bagi Provinsi Papua maupun Papua Barat, pada Selasa (9 Mei 2022).

Mereka berkeinginan untuk melakukan long march (berjalan kaki, red) menuju gedung DPR Papua Barat. Namun, kepolisian setempat tidak memberikan izin.

Massa aksi kemudian melakukan orasi secara bergantian di Jalan Gunung Salju Amban.

Erik Aliknoe, salah satu orator mengatakan, aspirasi penolakan DOB harus diserahkan langsung kepada anggota legislatif. Selain menolak pembentukan DOB, massa aksi juga mendesak agar pemerintah pusat mencabut status Tanah Papua sebagai kawasan otonomi khusus (Otsus).

Sebab, dua hal itu tidak memberikan dampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat asli Papua. “Sasaran aspirasi kita adalah pihak DPR Papua Barat,” jelas dia.

Ia sangat menyayangkan sikap pihak kepolisian yang enggan memberikan kesempatan bagi massa aksi melakukan long march. Sikap kepolisian itu dinilai telah membungkam ruang demokrasi dan kebebasan menyampaikan pendapat. “Ini aksi damai, bukan rasisme,” ujar dia.

Orator lainnya memastikan bahwa aksi massa bukan aksi anarkisme. Karena yang diprotes adalah sistem pemerintahan dan kebijakan politik di atas Tanah Papua.

“Saya harap polisi tidak hanya palang saja, tapi bagaimana punya koneksi pemerintah supayaoi kita bisa sampaikan aspirasi,” pungkas dia. (PB15)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.