Tangani Stunting, BKKBN Bentuk Tim Pendamping Keluarga di Papua Barat
- 837 tim
MANOKWARI – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua Barat terus berusaha agar masalah stunting atau tubuh pendek akibat kurang gizi kronik, dapat ditanggulangi secara bertahap.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah membentuk tim pendamping keluarga di seluruh desa dan kelurahan. Jumlahnya mencapai 1.837 tim.
Kepala BKKBN Papua Barat, Philmona Maria Yorollo, mengatakan, anggota tim pendamping keluarga terdiri dari kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), bidan dan kader internal BKBN. Satu tim pendamping terdapat tiga kader dengan sasaran sosialisasi adalah calon pengantin, ibu hamil, bayi lima tahun serta ibu pascamelahirkan.
“Pembentukan tim ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting,” ucap Philmona dalam rapat antara Komisi IX DPR RI dengan Pemerintah Provinsi Papua Barat yang diselenggarakan di Manokwari, Senin (21/2/2022) siang.
Selain itu, BKKBN juga telah menandatangani nota kerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi di Papua Barat terkait program mahasiswa peduli stunting. Perguruan tinggi yang dimaksud adalah Universitas Papua (Unipa) Manokwari, Universitas Muhammadiyah (Unimuda) Sorong dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Sorong. Rencananya, BKKBN akan melakukan penandatanganan nota kerja sama dengan beberapa perguruan tinggi lainnya di kabupaten/kota.
“Tujuannya agar percepatan stunting bisa berjalan sesuai harapan,” ujar dia.
Ia melanjutkan, pendampingan terhadap mahasiswa melalui program mahasiswa peduli stunting terus dilakukan secara intensif. Supaya, mahasiswa yang akan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dapat sembari menyosialisasikan langkah-langkah pencegahan stunting kepada masyarakat di desa ataupun kelurahan.
“Dimana kami akan memberikan advokasi dan sosialisasi tentang pentingnya program stunting,” tutur Philmona.
Ia melanjutkan, program lainnya yang sudah terlaksana adalah dapur sehat atasi masalah stunting. Ada 10 kampung di Kabupaten Sorong yang telah dilaunching beberapa waktu lalu.
“Dan sasaran program ini 400 kampung keluarga berencana (KB) yang ada di Papua Barat,” sebut Philmona.
Ia melanjutkan, pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Papua Barat sebagai amanah dari Perpres Nomor 72, masih dalam proses dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua Barat. Sebab, ada restrukturisasi yang perlu dilengkapi di daerah. Hal itu sesuai arahan dari BKKBN Pusat. “Pembentukannya masih diproses di Bappeda,” jelas dia.
Dalam kesempatan itu, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, dr Eni Gustina, mengapresiasi pembentukan tim pendamping keluarga di Papua Barat sebanyak 1.837 tim. Dalam satu tim ada tiga kader, artinya Papua Barat telah memiliki 5.511 orang yang menjadi tim pendamping keluarga.
“Secara operasional kita tentunya mengandalkan tim pendamping keluarga. Kami terima kasih, karena Papua Barat sudah membentuk tim dan sudah terpenuhi,” ucap Eni Gustina.
BKKBN, kata dia, telah ditunjuk sebagai koordinator penanganan stunting di Indonesia. Berbagai inovasi telah dilakukan baik pusat maupun daerah. Penanganan stunting dilakukan dalam satu payung yakni Tim TPPS provinsi.
“Tim TPPS ini berjenjang, tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, bahkan kita minta sampai ke tingkat kecamatan. Karena selama ini seolah-olah terlewatkan antara desa ke kabupaten,” ujarnya.
“Hingga saat ini, baru delapan provinsi yang sudah membentuk Tim TPPS provinsi,” kata Eni menambahkan.
Ia melanjutkan, ada kendala yang dihadapi dalam upaya percepatan penurunan angka stunting yaitu kekurangan pegawai pemerintah daerah berkedudukan di desa/ kelurahan yang bertugas melaksanakan, menggerakkan, memberdayakan, menggalang dan mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak, dalam pelaksanaan program KB (PLKB). Kekurangan PLKB ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia.
“Se-Indonesia hanya ada 13.500 PLKB untuk 82 ribu desa. Jadi satu orang PLKB itu pegang 10 desa,” terang dia.
Ia melanjutkan, Kepala BKKBN Pusat telah mengusulkan adanya penambahan tenaga PLKB ketika rapat koordinasi dengan Presiden Jokowi. Dan, BKKBN diberikan kesempatan untuk merekrut sebanyak 4.080 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K), namun terealisasi hanya 1.800-an. “Ini kita sangat menyesal, karena tidak terisi dari usulan kami,” ucapnya.
“Jadi kalau ada Balai Latihan Kerja (BLK), tidak hanya keterampilan teknis saja tapi dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas berbicara dan lain-lain. Supaya bisa melampaui hasil tes,” ujarnya lagi. (PB15)