Tujuh Warga di Penambangan Emas Tradisional Tembagapura Tewas Tertimbun Longsor
JAYAPURA — Sebanyak tujuh warga di penambangan emas tradisional tewas tertimbun longsor di wilayah Kali Kabur, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Tujuh warga yang merupakan pendulang tradisional beserta keluarganya ini dilaporkan tertimbun longsor saat hendak menyeberangi kali saluran pembuangan limbah PT Freeport Indonesia tersebut.
”Upaya penanganan telah dilakukan dengan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk ERG (Emergency Response Group) PT Freeport Indonesia,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Mimika Moses Yarangga saat dihubungi dari Jayapura, Papua, Senin (15/7/2024).
Berdasarkan laporan BPBD Mimika, insiden ini terjadi di Kali Kabur wilayah Wini pada Minggu (14/7/2024) sekitar pukul 03.00 WIT. Bencana longsor terjadi di tengah hujan dengan intensitas tinggi dalam beberapa waktu terakhir di wilayah tersebut.
Data Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Mimika, tujuh korban meninggal terdiri dari lima orang dewasa, yakni Alek Dang, Peminus Dang, Atiu Onggomang, Yamina Kogoya, serta satu korban belum teridentifikasi. Adapun dua lainnya merupakan anak-anak berusia di bawah 5 tahun, yakni Topie Dang dan Numang.
Kepala Kantor SAR Mimika I Wayan Suyatna menyampaikan, korban meninggal merupakan para petambang lokal berserta keluarganya. Para petambang tersebut diketahui juga mendirikan permukiman sementara di sekitar kali yang menjadi saluran pembuangan limbah (tailing) tambang ini.
”Kemungkinan saat kejadian, para korban hendak berpindah tempat dengan menyeberang kali saat hujan semakin deras di kawasan tersebut. Kondisi tebing dan tanah di area kali yang semakin labil saat hujan sehingga terjadi longsor dan menimpa para korban,” ujarnya.
Pada Minggu sore, lanjut Suyatna, para korban telah dievakuasi oleh pihak keluarga serta Kepolisian Sektor Tembagapura. Pemakaman para korban juga akan dilakukan di sekitar kawasan tersebut.
”Kawasan penambangan tradisional ini memang rawan, apalagi di tengah musim hujan yang tinggi, tanah menjadi semakin labil. Akan tetapi, masih banyak warga yang menggantungkan nasib dari aktivitas ini. Perlu peningkatan kewaspadaan, apalagi sekarang lagi puncak musim hujan,” ucapnya.
Ketua Tim Layanan Meteorologi Publik Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Ezri Ronsumbre menuturkan, musim hujan lokal di Mimika memasuki periode puncak pada Juli-Agustus. Pada saat kejadian longsor, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika wilayah V mencatat, curah hujan di wilayah Mimika sebesar 62 milimeter per hari atau masuk dalam kategori lebat.
Dia mengingatkan, curah hujan yang tinggi ini perlu menjadi kewaspadaan, khususnya wilayah penambangan emas tradisional di Tembagapura. Apalagi, perubahan kondisi lingkungan akibat penambangan ini membuat daerah tersebut semakin rentan bencana longsor.
”Aktivitas dulang ini sangat memungkinkan berpengaruh terhadap kondisi tanah jadi lebih labil dan lebih rentan longsor, apalagi saat curah hujan tinggi terjadi,” katanya. (kom/pbn)