Ajakan Dialog Ditolak, Komnas HAM Tetap Coba Temui KKB di Papua
JAKARTA – Tim dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM tengah berada di Papua untuk berdialog dengan berbagai elemen masyakarat Papua. Tim ini juga akan berupaya berkomunikasi dengan kelompok kriminal bersenjata di Papua. Seluruh hasil dialog itu akan dilaporkan kepada pemerintah sebagai bagian dari program dialog damai Papua yang diinisiasi oleh Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, saat dihubungi, Senin (4/4/2022), mengatakan, tim Komnas HAM tengah di Jayapura, Papua, untuk bertemu dengan sejumlah pihak, baik dari tokoh gereja, tokoh adat, maupun organisasi masyarakat sipil. Sebelumnya, tim Komnas HAM juga sudah bertemu dengan Kapolda Papua Brigadir Jenderal (Pol) Mathius D Fakhiri dan Pangdam Cenderawasih, Papua, Mayor Jenderal Teguh Muji Angkasa.
Menurut rencana, Komnas HAM juga akan mendekati pihak KKB di Papua. Walaupun secara eksplisit kelompok tersebut menolak ajakan dialog dari Komnas HAM, Komnas HAM tetap akan mencoba mendekati kelompok tersebut melalui Komnas HAM Kantor Perwakilan Papua.
”Kami ingin mendengar pendapat, harapan, dan juga tuntutan terutama terhadap peran Komnas HAM untuk mewujudkan dialog damai Papua,” ujar Beka.
Menurut Beka, sejumlah tokoh adat, tokoh gereja, dan masyarakat sipil di Papua yang telah ditemui mau menerima ajakan dialog damai Papua tersebut. Para tokoh yang diajak berbicara itu di antaranya menyuarakan tentang penyelesaian trauma masa lalu dan kasus dugaan pelanggaran HAM berat di Papua. Mereka menilai penyelesaian hukum dugaan pelanggaran HAM berat itu sebagai komitmen mewujudkan keadilan bagi masyarakat Papua.
Saat ini, tiga perkara dugaan pelanggaran HAM berat di Papua yang ditangani oleh Komnas HAM adalah kasus Paniai, Wasior, dan Wamena. Untuk kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai, Kejaksaan Agung sudah menetapkan tersangka.
”Mereka menilai penegakan hukum yang adil terhadap dugaan pelanggaran HAM berat di Papua akan memberikan penghormatan dan juga perlindungan bagi masyarakat Papua,” ujar Beka.
Beka menambahkan, melalui program dialog damai Papua ini, Komnas HAM sebenarnya mau mengingatkan kepada pemerintah bahwa penyelesaian perkara di Papua belum sepenuhnya selesai.
Masalah Papua tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan kesejahteraan dan ekonomi. Ada persoalan lain, yaitu ketidakpuasan terhadap sejarah penyatuan dengan NKRI, trauma terhadap pendekatan militeristik di Papua, dan penegakan hukum dugaan pelanggaran HAM berat.
”Temuan dan catatan dari hasil diskusi dengan berbagai elemen masyarakat Papua ini akan kami laporkan kepada pemerintah. Langkah apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah untuk melanjutkan program dialog damai Papua tersebut,” kata Beka.
Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Adriana Elisabeth, mengatakan, program dialog damai sebenarnya bukanlah hal baru. Program tersebut sudah pernah disepakati saat pertemuan antara 14 tokoh agama dan masyarakat Papua bersama Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka tahun 2017. Salah satu tokoh dalam pertemuan itu adalah Pater Neles Tebay. Pada saat itu terjadi kesepakatan tentang dialog sektoral untuk mewujudkan Papua yang damai. Namun, pasca kepergian Pater Neles tahun 2019, dialog sektoral tak kunjung ditindaklanjuti dan terealisasi.
”Yang ingin kami tanyakan apakah Komnas HAM sudah mendapatkan mandat dari Presiden Jokowi untuk melakukan dialog damai Papua? Mandat itu penting sebagai legitimasi bekerja di Papua. Tanpa mengantongi mandat, banyak yang akan ragu dengan kerja-kerja Komnas HAM di sana,” ujar Adriana.
Adriana juga meminta kepada Komnas HAM untuk memperjelas seperti apa konsep dialog damai yang dimaksud. Jika dialog juga menyasar kelompok pro-kemerdekaan Papua, bagaimana bentuk dialognya. Konsep ini harus jelas karena pada saat laporan kepada Presiden Jokowi, Komnas HAM pasti akan ditanya seperti apa konsep dan hasil sementara dari dialog damai yang sudah diadakan itu.
”Selama ini hal yang menghambat terjadinya dialog itu kan karena kedua belah pihak punya sikap yang sama-sama keras. Pihak pemerintah hanya mau dialog dalam koridor NKRI harga mati. Adapun dari pihak KKB atau OPM meminta untuk referendum kemerdekaan. Dialog damai yang diajukan Komnas HAM konsepnya harus jelas dan matang,” kata Adriana.
Adriana mengatakan, dalam penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dialog adalah mekanisme pendekatan damai untuk memutus siklus konflik di Papua. Hal itu sudah dituangkan dalam buku Road Map: Negotiating the Past, Improving the Present, and Securing the Future terbitan tahun 2009. Oleh karena itu, Komnas HAM dituntut untuk lebih konkret menerjemahkan istilah dialog damai Papua yang dimaksud.
”Dialog ini hasilnya seperti apa. Mau dibawa ke mana, semuanya harus konkret. Apalagi Komnas HAM mengatakan sudah bertemu dengan Menko Polhukam, dan Presiden untuk melaksanakan program tersebut. Target dan realisasi kerjanya harus konkret. Terlebih, sebentar lagi masa jabatan komisioner Komnas HAM ini akan selesai,” kata Adriana.
Dihubungi terpisah, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, tindak lanjut atas inisiasi dialog antarpihak yang dilakukan Komnas HAM diserahkan pada Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Adapun pihaknya bertanggung jawab atas penyelenggaraan Operasi Damai Cartenz. Setelah berubah nama dari Operasi Nemangkawi menjadi Damai Cartenz pada Januari lalu, pendekatan operasi pun diubah dari penegakan hukum menjadi pendekatan kesejahteraan.
Operasi itu melibatkan 1.925 personel gabungan TNI/Polri, dengan rincian 528 personel Polda Papua, 1.296 personel Mabes Polri, dan 101 prajurit TNI.
Terkait dengan konflik bersenjata yang masih terus terjadi, Dedi mengatakan, pihaknya tetap akan mengutamakan pendekatan kesejahteraan. Jumlah pasukan pun tidak ditambah atau pun dikurangi. ”Pasukan Operasi Damai Cartenz tetap karena yang utama adalah pendekatan kesejahteraan. Satgas penegakan hukum itu ultimum remedium (upaya terakhir),” ujarnya. (KOM)