NASIONAL

Ancaman Hukuman Mati untuk Oknum Paspampres Penganiaya 

JAKARTA — Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menjanjikan tindakan tegas terhadap oknum Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan dua anggota TNI yang jadi tersangka kasus penganiayaan yang berujung kematian warga Aceh. hukuman mati dan hukuman seumur hidup menanti para oknum tersebut.

“Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini,” kata Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda TNI Julius Widjojono dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (28/8/2023). Menurutnya, Panglima TNI menjamin pelaku bakal dihukum berat atas perbuatannya.

Panglima TNI setuju peluang agar pelaku dihukum mati sebagai hukuman terberat.”Agar pelaku dihukum berat, maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup,” ujar Julius, dilansir Republika.

Panglima TNI juga sependapat agar tentara yang terlibat kasus ini dipecat dari instansi TNI. Panglima TNI tak bisa mentoleransi kasus ini karena tergolong pidana berat.  “Pasti dipecat dari TNI karena termasuk tindak pidana berat, melakukan perencanaan pembunuhan,” ujar Julius

Sebelumnya ,seorang warga sipil, Imam Masykur  (25 tahun) harus kehilangan nyawanya usai diduga diculik dianiaya hingga tewas oleh anggota Paspampres Prama RM. Peristiwa penculikan pria asal Desa Mon Keulayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen, Aceh itu terjadi pada hari Sabtu, 12 Agustus 2023 lalu di Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.

Beberapa hari kemudian jenazah korban IM ditemukan oleh warga di sebuah sungai di Karawang Barat, Jawa Barat. Pihak keluarga korban sempat membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya.

Pada Sabtu (26/8/2023), pihak keluarga dihubungi oleh Pomdam Jaya/Jayakarta terkait terduga pelaku yang sudah ditangkap. Kasus tindak pidana keji ini ditangani oleh Pomdam Jaya/Jayakarta.

Anggota Paspampres berinisial Prama RM  saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Tidak hanya Praka RM seorang, ada dua anggota TNI lainnya yang juga ditetapkan sebagai tersangka atas pembunuhan Imam Masykur.

“TSK-nya yang sudah diamankan tiga orang. TNI semua ketiganya. (Hanya) satu dari yang Paspampres yang lain bukan,” ujar Komandan Polisi Militer Kodam Jaya (Danpomdam Jaya) Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar, saat dihubungi awak media, Senin (28/8/2023).

Adapun motif dari aksi tindak kejahatan yang dilakukan para tersangka, menurut Kolonel CPM Irsyad, ingin mendapatkan uang tebusan dari keluarga korban. Kemudian dari hasil pemeriksaan sementara terhadap para tersangka, antara korban bernama Imam Masykur dengan tersangka tak ada hubungan pertemanan. “Tidak (saling mengenal),” kata Kolonel CPM Irsyad.

Sebelumnya, Danpaspampres Mayjen Rafael Granada Baay menyampaikan bahwa kasus penculikan, penganiayaan berujung pembunuhan tersebut ditangani oleh Pomdam Jaya/Jayakarta. Ia memastikan jika oknum anggota Paspampres tersebut terbukti melakukan tindak pidana maka akan diproses secara hukum. Berdasarkan surat penyerahan jenazah yang diterbitkan oleh Polisi Militer Kodam Jaya/Jayakarta, Praka RM berdinas di kesatuan Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan (Yonwalprotneg) Paspampres.

“Apabila benar-benar terbukti adanya anggota Paspampres melakukan tindakan pidana seperti yg disangkakan diatas pasti akan diproses secara hukum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Rafael Granada Baay.

Pelanggaran

Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam kasus dugaan penculikan hingga pembunuhan tersebut.  “Kami tentu sangat mengecam tindak penyiksaan yang dilakukan oleh prajurit aktif tersebut,” kata Divisi Hukum Kontras Andrie Yunus kepada wartawan, Senin (28/8/2023).

KontraS berpendapat ada sejumlah ketentuan telah dilanggar dalam kasus ini. Pertama, Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 33 ayat [1] menyatakan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.

Kedua, Undang Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 7 menyatakan “Bahwa tidak seorang pun boleh dikenai siksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat”.

Ketiga, Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia, Pasal 12 menyatakan “Setiap Negara Pihak harus menjamin agar instansi – instansi yang berwenang melakukan suatu penyidikan dengan cepat dan tidak memihak, setiap ada alasan yang cukup kuat untuk mempercayai bahwa suatu tindak penyiksaan telah dilakukan di wilayah hukumnya”.

Keempat, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 351 ayat (1) dan (2) menyatakan sebagai berikut: “(1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun.”

Kelima, Peraturan Panglima TNI (Perpang) Nomor 73/IX/2010 tentang Penentangan terhadap Penyiksaan dan Perlakuan Lain yang Kejam dalam Penegakan Hukum di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia: pasal (2) setiap penegak hukum di lingkungan TNI dan prajurit TNI yang terkait dengan tugas untuk memperoleh keterangan atau pengakuan, dilarang melakukan penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam serta merendahkan martabat manusia.

“Perlu ditegaskan bahwa tindak penyiksaan yang dilakukan prajurit Paspampres terhadap korban bukan hanya melanggar sejumlah ketentuan peraturan perundang-undangan, namun juga merupakan tindakan yang mencederai harkat serta martabat setiap manusia,” ujar Andrie.

Hingga saat ini, KontraS masih berusaha mendalami fakta peristiwa secara utuh. Namun berdasarkan informasi sementara yang dihimpun, terduga pelaku merujuk pada anggota TNI aktif yang berdinas di kesatuan Paspampres.

“Bahwa terdapat dugaan peristiwa penyiksaan yang dialami oleh korban atas nama Imam Masykur hingga meninggal dunia, pelakunya tiga prajurit TNI dari kesatuan Paspampres,” ujar Andrie.

Di sisi lain, KontraS memandang peristiwa ini menjadi alarm pengingat bagi DPR dan Panglima TNI untuk segera kembali mengevaluasi dan melakukan pembenahan serta perbaikan pada institusi. Tujuannya agar kasus keterlibatan TNI dalam ranah sipil tidak terulang kembali. “Selain itu, tiga prajurit TNI pelaku penyiksaan kepada harus diadili melalui peradilan umum agar proses hukum dapat berjalan secara adil, objektif dan transparan,” ujar Andrie. (REP)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: