NASIONAL

Bawaslu tak Berkutik Ketika KPU Batasi Akses Data Caleg

JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI tak kunjung mendapatkan akses memadai untuk melihat dokumen persyaratan bakal calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024. Meski sudah dua bulan lebih mengalami pembatasan akses, Bawaslu ternyata terus menunda rencana memerkarakan KPU RI.

Bawaslu seolah tak berkutik di hadapan KPU, lembaga yang seharusnya diawasinya. Komisioner Bawaslu RI Puadi mengatakan, pihaknya memang sudah berencana menjadikan tindakan KPU itu sebagai temuan pelanggaran. Pihaknya juga sudah berencana mengadukan pimpinan KPU RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Meski begitu, kata Puadi, Bawaslu hingga kini masih menanti respons KPU atas surat protes keempat yang dilayangkan pihaknya. Bawaslu diketahui mengirimkan surat protes keempat pada 20 Juni 2023 atau sudah 20 hari berselang.

Puadi mengatakan, sembari menunggu respons KPU, Bawaslu kini sedang melengkapi bukti-bukti untuk menjadikan tindakan pembatasan akses itu sebagai temuan pelanggaran. Pihaknya harus punya bukti kuat agar perkara ini tidak gugur di tengah jalan.

“Kami harus punya bukti kuat hingga 99 persen. Jangan sampai Bawaslu menyatakan ada temuan pelanggaran, tapi ketika disidangkan tidak cukup bukti,” kata Puadi, dilansir Republika, Selasa (11/7/2023).

Terkait rencana membuat pengaduan ke DKPP, Puadi menyebut pihaknya masih membuat kajian khusus. Menurut dia, membuat kajian untuk mengadukan pimpinan KPU RI ke DKPP itu bukan pekerjaan mudah. Puadi pun mengeklaim kajian itu sudah akan rampung dalam “waktu dekat”. Padahal, sebelumnya Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menyatakan akan mengadukan pimpinan KPU RI ke DKPP pada pekan keempat Juni apabila akses data caleg tak diberikan.

Sementara Bawaslu terus menunda rencana memperkarakan personal ini, tahapan pendaftaran bakal caleg terus berjalan. KPU diketahui telah selesai melakukan verifikasi administrasi terhadap dokumen persyaratan milik puluhan ribu bakal caleg. Pada Minggu (9/7/2023), KPU telah menutup subtahapan penyerahan dokumen perbaikan bakal caleg. KPU kini tengah melakukan verifikasi administrasi terhadap dokumen perbaikan itu.

Persoalan akses ini mencuat usai KPU menerima berkas pendaftaran bakal caleg dari partai politik pada 1-14 Mei. Ketika KPU melakukan verifikasi administrasi terhadap dokumen tersebut, Bawaslu RI mengaku tidak diberikan akses untuk melihat berkas-berkas itu di kanal Sistem Informasi Pencalonan (Silon) KPU. Petugas Bawaslu hanya diperbolehkan melihat dokumen para kandidat itu dengan cara mendatangi langsung ruangan petugas verifikator KPU.

Masalahnya lagi, petugas Bawaslu hanya diperbolehkan melihat dokumen persyaratan bakal caleg di aplikasi Silon di komputer verifikator selama 15 menit saja. Petugas Bawaslu juga tidak boleh memotret dokumen itu. Alhasil, Bawaslu kesulitan mengawasi proses verifikasi, termasuk pengawasan terhadap keaslian ijazah para bakal caleg.

Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), sebuah organisasi pemantau pemilu terakreditasi di Bawaslu RI, mengatakan, pembatasan akses itu membuat Bawaslu tidak bisa mengawasi tahapan pendaftaran caleg secara optimal. JPPR pun menyayangkan Bawaslu yang bersikap tidak tegas atas persoalan ini. Bawaslu terus menunda-nunda rencana memerkarakan KPU.

“Bawaslu perlu mempertegas sikapnya dalam menghadapi sikap KPU yang tidak memberikan akses terhadap Silon,” kata Koordinator JPPR Nurlia Dian Paramita, Selasa (11/7/2023).

Seharusnya, kata Mita, pengetahuan atau pengalaman yang dihadapi komisioner Bawaslu RI menghadapi pembatasan akses itu sudah bisa dijadikan alat bukti. Dengan demikian, Bawaslu sudah bisa menjadikan tindakan KPU itu sebagai temuan pelanggaran dan menyidangkannya.

Putusan sidang itu tentu bisa saja salah satu bunyinya memerintahkan KPU membuka akses Silon. KPU tentu harus melaksanakannya. Sebab, UU Pemilu mewajibkan KPU menindaklanjuti setiap putusan sidang Bawaslu. Menurut Mita, apabila Bawaslu terus menunda bersikap tegas atas pembatasan akses tersebut, Bawaslu akan kehilangan fungsinya sebagai lembaga pengawas.

“Sudah pengawasannya kurang optimal karena minim akses Silon, ditambah penindakannya tidak tegas. Hal ini berpotensi mencoreng integritas pemilu yang dilandaskan pada kepastian hukum,” ujarnya.

Terkait rencana Bawaslu mengadukan pimpinan KPU RI ke DKPP, Mita menilai tindakan tersebut kurang tepat. Sebab, pengaduan semacam itu hanya akan mempertajam friksi antardua lembaga tersebut. Selain itu, DKPP sebagai lembaga etik belum tentu membuat putusan yang memerintahkan KPU membuka akses Silon. (REP)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.