NASIONAL

Desakan Evaluasi Gaji-Tukin ASN Kemenkeu Menguat

JAKARTA — Desakan evaluasi menyeluruh terhadap besaran gaji dan tunjangan kinerja (tukin) aparatur sipil negara (ASN) di Kementerian Kemenkeu (Kemenkeu) terus menguat. Setelah Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri), kini Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) hingga Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) pun meminta pemerintah pusat meninjau ulang besarnya pendapatan ASN Kemenkeu.

Dilansir dari Republika, Ketua KASN Agus Pramusinto mengatakan, usulan untuk mengevaluasi tunjangan kinerja ASN Kemenkeu merupakan kewajaran dan masuk akal saat kesenjangan pendapatan jelas terlihat jika dibandingkan dengan ASN dari instansi lain. “Yang diusulkan oleh Korpri, untuk mengkaji ulang, sangat relevan,” kata Agus, Senin (13/3/2023).

Agus mengatakan, KASN sebagai lembaga pengawasan penerapan sistem merit sangat memperhatikan kebutuhan tersebut sehingga mendorong hal serupa yang diusulkan Korpri, terutama mengenai sistem penggajian dan tunjangan yang berkeadilan. “Dan tidak diskriminatif untuk menjamin bekerjanya birokrasi secara profesional,” ucap dia.

Menurut dia, adanya sistem penggajian dan tunjangan yang baik bisa mendorong dan memotivasi kinerja pegawai dengan baik ke depannya. Oleh karena itu, dirinya juga yakin untuk mendorong hal serupa diusulkan oleh Korpri. “Sebaliknya, sistem yang buruk akan menimbulkan kecemburuan dan mengurangi motivasi pegawai,” ujar dia.

Apeksi pun mendukung penuh usulan evaluasi sistem penggajian ASN Kemenkeu tersebut. Ketua Dewan Pengurus Apeksi Bima Arya mengatakan, semangat bersih-bersih yang menguat hari ini merupakan momentum yang sangat tepat. “Saya kira ini momentum yang sangat baik untuk melakukan evaluasi mendasar soal sistem remunerasi ASN,” kata Bima kepada Republika.

Tujuannya, lanjut Bima, agar meritokrasi betul-betul ditegakkan di Indonesia. Bima mengaku sudah sempat menyampaikan dorongan itu ketika mengisi forum diskusi bersama Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, pekan lalu.

Ia berharap, jika memang dilakukan, evaluasi terhadap sistem remunerasi ASN tersebut dapat dilakukan secara mendasar dan menyeluruh. “Komponen gaji pokok, tunjangan, harus adil dan proporsional, harus secara keseluruhan, termasuk juga legislatif,” ujar Bima.

Korpri sebelumnya mendesak agar ada evaluasi secara menyeluruh terhadap besaran gaji dan tukin ASN di Kemenkeu yang dinilai tidak masuk akal. Besarnya pendapatan pegawai di Kemenkeu itu memunculkan kesenjangan tajam di antara ASN.

Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional Zudan Arif Fakrullah mengatakan, dampak ketimpangan pendapatan ASN di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah (pemda) memunculkan banyak pertanyaan. Menurut dia, tingginya penghasilan pegawai ASN di Kemenkeu mendapatkan banyak kritik dari ASN di kementerian/lembaga lain, termasuk oleh ASN di daerah.

“Sampai ada juga yang bertanya pada saya, ‘Di Kementerian Keuangan itu apa sudah bukan ASN? Bukan anggota Korpri? Kok bisa mendesain sendiri gajinya?’” ujar Zudan dalam diskusi bertajuk “ASN Sultan dan Pendapatan Timpang”, Kamis (9/3/2023).

Zudan menjelaskan, seluruh ASN otomatis merupakan anggota Korpri karena tidak ada pilihan lain. Namun, sistem penggajian saat ini memang belum terstandar secara nasional. Menurut dia, sistem penggajian harus berkeadilan dari kementerian/lembaga hingga pemda. Dia mendorong pola dasar penyusunan standar penghasilan harus ditetapkan dengan pendekatan yang berkeadilan. Karena itu, sistem penggajian harus diambil di dalam skala nasional.

“Siapa yang menguasai sendi-sendi penataan keuangan, dia bisa menentukan sendiri keuangannya, itu enggak boleh. Kalau di Kemenkeu bisa setinggi itu, bisa ditanyakan bagaimana cara menyusun seperti itu. Kalau di DKI Jakarta juga bisa setinggi itu, bagaimana daerah bisa menyusun yang setinggi itu?” kata Zudan.

Penghitungan pendapatan ASN saat ini bukan didasarkan pada profil risiko, melainkan karena formulasi yang ditentukan oleh Kemenkeu sebagai pengelola keuangan negara. Zudan menilai pola sistem penggajian saat ini tentu menimbulkan kecemburuan di antara ASN.

Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri itu mengaku banyak sekali mendapatkan masukan dan aspirasi mengenai topik penggajian ini. Sebab, meski memiliki grade yang sama, pendapatan ASN di Kemenkeu atau Pemprov DKI Jakarta bisa berbeda.

“Banyak yang bertanya pada saya, ‘Apa bedanya ASN di Kemenkeu pada umumnya dengan kami yang di daerah? Tunjangan kami mengapa kecil sekali?’” ujar Zudan menirukan pertanyaan ASN dari daerah.

Korpri pun, lanjut Zudan, mencermati penyusunan tunjangan kinerja yang belum terformulasi berdasarkan profil risiko maupun pertimbangan kepentingan strategis, seperti untuk tenaga kesehatan, guru, atau prajurit TNI. Sebab, pendapatan ASN di rumah sakit yang mempertaruhkan risiko nyawa masih kalah dengan ASN di Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu.

Gaji bagi seorang guru honorer pun sangat jauh dari kata layak. Apalagi, pengangkatan guru honorer melalui skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) juga tak kunjung tuntas dan ribuan di antaranya justru batal diangkat karena tidak mendapatkan penempatan.

Peneliti Pusat Riset Kewilayahan-BRIN, Dedi Arman, mengatakan, ketimpangan nominal tukin yang diterima ASN di setiap kementerian/lembaga memang nyata. Sebagai contoh, tukin ASN terendah di Indonesia diterima pegawai Kementerian Agama. Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai pada Kemenag, pegawai Kemenag dengan kelas jabatan 9 atau selevel eselon 4 setiap bulan menerima tukin Rp 3,7 juta.

“Bandingkan dengan tukin pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu untuk jabatan grade 9, dibayar Rp 9,7 juta-Rp 13,3 juta per bulan. Pegawai grade 13 tukinnya mencapai Rp 15,1 juta-Rp 17,2 juta,” ujar Arman. (REP)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: