DPR Dinilai Belum Maksimal Libatkan Publik dalam Legislasi
JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat dinilai belum maksimal melibatkan publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini setidaknya terlihat dari masih banyaknya undang-undang hasil pembahasan DPR bersama pemerintah yang diuji ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam pidato peringatan Hari Ulang Tahun Ke-78 DPR di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8/2023), Ketua DPR Puan Maharani mengungkapkan, sepanjang 2022-2023 terdapat 130 perkara gugatan uji materi sejumlah undang-undang yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dari 130 gugatan itu, sebanyak 13 di antaranya dikabulkan MK.
Hal itu, menurut Puan, menunjukkan bahwa kinerja legislasi DPR sudah sejalan dengan konstitusi. DPR senantiasa memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembentukan undang-undang.
Meski demikian, Puan menyadari, DPR memang belum maksimal dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, dengan fungsi dan wewenang yang dimiliki, DPR akan terus berupaya mendengarkan serta memperjuangkan aspirasi masyarakat.
”Kritik terhadap DPR harus disikapi sebagai upaya memperbaiki integritas dan kinerja,” kata Puan, dilansir Kompas.
Dalam rapat paripurna itu, Puan juga menyampaikan bahwa sejak 16 Agustus 2022 hingga 25 Juli 2023, DPR telah menerima 4.603 surat fisik dan 255 surat elektronik yang berisi aspirasi serta pengaduan masyarakat. Masukan serta pengadulan itu sudah diteruskan kepada alat kelengkapan dewan, baik badan maupun komisi, untuk ditindaklanjuti.
Adapun terkait legislasi, Puan melaporkan bahwa sepanjang 2022-2023, DPR dan pemerintah telah berhasil menyelesaikan pembahasan 23 rancangan undang-undang (RUU). Selain itu, saat ini terdapat 16 RUU yang tengah dibahas dalam pembicaraan tingkat I. DPR juga tengah menyusun 46 draf RUU.
Sementara terkait fungsi pengawasan, DPR fokus mengawasi kinerja pemerintah yang berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat. Tujuannya adalah memastikan kehidupan masyarakat semakin mudah dan sejahtera.
Partisipasi rendah
Secara terpisah, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, 130 perkara gugatan uji materi ke MK tergolong besar. Besarnya gugatan masyarakat terhadap produk legislasi DPR bersama pemerintah itu menunjukkan rendahnya partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang.
”Semakin rendah partisipasi publik dalam pembuatan undang-undang, gugatan yang diajukan ke MK juga akan meningkat,” kata Lucius.
Berdasarkan pengamatan Formappi, rancangan undang-undang juga kerap dibahas dengan terburu-buru. Hal itulah yang membuat partisipasi publik kurang dan pengesahan undang-undang pun kerap disertai catatan kritis.
”Prosesnya asal cepat karena berlomba dengan kesadaran publik yang lamban dalam merespons DPR,” kata Lucius.
Sementara itu, selain rapat paripurna khusus untuk memperingati HUT Ke-78 DPR, hari Selasa ini, DPR juga menggelar rapat paripurna dengan salah satu agendanya pengesahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) perubahan tahun 2023.
DPR dan pemerintah sepakat untuk memasukkan empat RUU ke dalam Prolegnas Prioritas 2023. Tiga di antaranya merupakan usulan pemerintah, yakni RUU tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, RUU tentang Penilai, dan RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional. Adapun satu lainnya, yakni RUU tentang Permuseuman, diusulkan oleh DPR.
Lucius menilai, penambahan RUU baru dalam Prolegnas 2023 itu akan menambah beban legislasi DPR. Sebab, masih banyak RUU prioritas yang juga belum selesai dibahas oleh DPR.
”Dari manajemen perencanaan saja, sudah terlihat kacau. Mereka gonta-ganti target (RUU Prioritas),” tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Lucius, pembahasan yang dilakukan DPR juga tidak leluasa karena desakan kepentingan elite yang mengganggu kualitas substansi RUU. Hal itu setidaknya terlihat dari banyaknya UU yang dikoreksi oleh putusan MK. (KOM)