Fokus Evaluasi Akuntabilitas Kinerja pada Penanganan Kemiskinan Ekstrem
JAKARTA — Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas meminta evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah atau SAKIP berfokus pada penanganan kemiskinan ekstrem. Evaluasi SAKIP, termasuk reformasi birokrasi dan zona integritas, tidak boleh hanya sekadar menjadi rutinitas, tetapi juga harus bisa memunculkan perubahan.
”Sesuai dengan arahan Presiden dan agar hasil evaluasi lebih berdampak, maka fokus evaluasi SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) 2023 akan lebih menekankan pada upaya penanganan kemiskinan ekstrem,” katnya saat Entry Meeting Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Reformasi Birokrasi, dan Zona Intergitas 2023 di Jakarta, dilansir Kompas, Rabu (2/8/2023).
Adapun pada evaluasi zona integritas, Anas meminta agar kementerian/lembaga dan pemerintah daerah (pemda) mengedepankan efektivitas pengendalian internal. Evaluasi harus bisa mengenali potensi risiko integritas, risiko terkait pencapaian kinerja utama, dan adanya perbaikan pelayanan publik. Oleh karena itu, ia berharap agar proses evaluasi bisa dijalankan dengan penuh integritas dan amanah agar lebih berdampak, lebih terukur, dan tidak terjebak pada tumpukan kertas administrasi.
Kondisi kemiskinan ekstrem di Indonesia saat ini, menurut data Badan Pusat Statistik 2022, sebesar 2,04 persen. Sementara berdasarkan data Bank Dunia, angka kemiskinan ekstrem sebesar 1,5 persen. Presiden Joko Widodo menargetkan kemiskinan ekstrem mendekati nol persen pada tahun 2024.
Presiden telah mengeluarkan landasan hukum berupa Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inpres tersebut telah mengamanatkan 22 kementerian, 6 lembaga, dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah intervensi yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kementerian PAN dan RB Erwan Agus Purwanto mengatakan, evaluasi tahunan ini merupakan upaya menilai perkembangan pelaksanaan reformasi birokrasi, akuntabilitas kinerja, dan zona integritas. Hasil evaluasi akan memberikan saran perbaikan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi dan akuntabilitas kinerja.
Lebih jauh, ada beberapa fokus evaluasi SAKIP 2023. Pertama, efektivitas penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dilakukan instansi pemerintah. Kedua, penjenjangan kinerja untuk memastikan setiap unit kerja dan individu memiliki kinerja dan kontribusi yang jelas dan terukur bagi organisasi.
”Evaluasi harus bisa memastikan program dan kegiatan berdampak pada pencapaian tujuan atau sasaran strategis organisasi, serta pelaksanaan evaluasi internal,” ucapnya.
Erwan mengatakan, laporan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja terkait penanganan kemiskinan diharapkan bisa memberikan gambaran umum terkait kapasitas pemerintah dalam konteks akuntabilitas kerja. Selain itu, perlu ada catatan atau temuan terkait akuntabilitas kinerja pemerintah dalam pengelolaan program kemiskinan. ”Output evaluasi akan memberikan rekomendasi kepada Presiden untuk mempercepat penanganan kemiskinan,” katanya.
Erwan berpesan agar seluruh instansi yang terlibat dalam evaluasi dapat konsisten dan berkomitmen tinggi memberikan data yang diperlukan evaluator. Dengan demikian, evaluasi akan berjalan optimal. ”Kami berharap seluruh kementerian/lembaga dan pemda memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan sejujurnya pada evaluator agar evaluasi dapat berjalan sesuai yang kita harapkan,” tuturnya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman N Suparman mengatakan, evaluasi semestinya mengacu pada langkah strategis yang telah diatur dalam Inpres No 4/2022. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan penggunaan APBN dan APBD selaras dengan target penanggulangan kemiskinan ekstrem yang waktunya tinggal sekitar 1,5 tahun lagi.
Lebih jauh, menurut dia, penilaian evaluasi yang dilakukan Kemenpan dan RB masih terlalu sederhana. Evaluasi seharusnya tidak hanya dilakukan internal, tetapi juga harus memberikan ruang pada publik untuk ikut menilai sebagai bentuk akuntabilitas. Sebab, publik yang merasakan langsung dampak dari kebijakan, terutama penanganan kemiskinan ekstrem.
”Publik sebagai pihak yang merasakan pelayanan publik harus bisa tergambar dari evaluasi ini,” kata Herman. (KOM)