Isu Penundaan Pemilu dan Amendemen Konstitusi Ganggu Fokus Pemilu
JAKARTA – Wacana penundaan pemilu dan amendemen konstitusi yang dikhawatirkan akan ditumpangi perubahan pasal-pasal lain di dalam konstitusi yang terkait dengan periodesasi kekuasaan dinilai kontraproduktif dengan tantangan yang dihadapi negeri saat ini. Dua tahun lagi, Indonesia akan menggelar Pemilu 2024 yang membutuhkan fokus, energi, dan keseriusan semua pihak untuk menyukseskannya sehingga wacana lain yang kontraproduktif sebaiknya dihindari.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang mendalami pidana pemilu, Topo Santoso, mengatakan, semua peraturan perundang-undangan telah jelas mengatur pemilu digelar setiap lima tahun sekali. Selain diatur di dalam konstitusi, ketentuan itu juga ada di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Demikian halnya penyelenggaraan pilkada serentak pada 2024 yang juga telah disebutkan di dalam UU No 10/2016 tentang Pilkada.
Dari sisi perundang-undangan, menurut Topo, wacana atau asumsi penundaan pemilu, termasuk amendemen konstitusi yang dikaitkan dengan ”penyusupan” pasal-pasal lain yang terkait periodesasi masa jabatan presiden, sama sekali tidak relevan dan kontraproduktif dengan tantangan riil yang dihadapi Indonesia saat ini.
”Isu itu sangat mengganggu sekali fokus penyelenggara pemilu untuk menyiapkan Pemilu 2024. Padahal, semua aturan perundang-undangan telah mengatur hal itu secara jelas,” katanya, saat dihubungi pada Sabtu (19/3/2022) dari Jakarta.
Menurut Topo, saat ini seharusnya dengan sisa waktu yang hanya dua tahun, semua pihak fokus dan mengerahkan energinya untuk menyiapkan tahapan Pemilu 2024 sebaik-baiknya. Hal pertama yang harus disiapkan elemen politik dan elite-elite politik ialah rangkaian tahapan, program, dan jadwal Pemilu 2024. Hal penting selanjutnya ialah mengenai anggaran pemilu.
”Ketika semua aturan sudah menegaskan adanya pemilu, tetapi malah ada wacana penundaan pemilu, itu tentu mengganggu sekali terhadap penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu,” katanya.
Dengan sisa waktu yang tersisa menjelang Pemilu 2024, sejumlah aspek harus diperhatikan oleh penyelenggara pemilu, dan elemen pengambil kebijakan di Tanah Air. Hal itu utamanya yang terkait manajemen pemilu, kesiapan struktur penyelenggara dari pusat hingga daerah, dan penyiapan penyelenggara pemilu ad hoc di lapangan.
Menurut Topo, jangan sampai upaya penyiapan Pemilu 2024 itu justru teralihkan dengan wacana penundaan pemilu dan amendemen konstitusi yang digerakkan oleh sejumlah elite dan kepentingan politik.
Sementara itu, Ketua KPU Ilham Saputra mengatakan, sampai saat ini KPU menegaskan komitmennya untuk menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada 2024 sesuai dengan konstitusi dan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk untuk menyikapi wacana pembahasan penundaan pemilu yang berembus terkait dengan undangan kepada beberapa jajaran KPU daerah dalam acara yang diadakan Kedeputian I Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Senin mendatang.
Ilham mengatakan, dirinya telah menanyakan langsung kepada Menko Polhukam Mahfud MD terkait hal itu. Pemerintah menyatakan akan bekerja dengan tetap berpedoman pada agenda konstitusional. Bahwasanya pada 2024 diselenggarakan pemilu dan pilkada serentak.
Tunggu pelantikan
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Nasdem Saan Mustopa mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk segera membahas anggaran Pemilu 2024. Menurut rencana, rapat pembahasan anggaran dengan penyelenggara pemilu dan pemerintah akan kembali dilakukan seusai pelantikan anggota KPU yang baru. Pelantikan tersebut, menurut rencana, akan dilaksanakan pada 12 April 2022 sehingga Komisi II menargetkan waktu pembahasan akan dilakukan seusai pelantikan tersebut.
”Waktunya masih mencukupi untuk membahas anggaran sebelum tahapan dimulai Juni 2022,” kata Saan saat ditanyai mengenai kecukupan waktu jika pembahasan anggaran itu dilakukan menunggu anggota KPU yang baru.
Saan menegaskan, pada prinsipnya Komisi II DPR tidak mempersoalkan rancangan tahapan, program, dan jadwal pemilu yang diajukan oleh KPU. Demikian pula soal anggaran pemilu. Komisi II hanya memberikan catatan terkait rasionalisasi dan efisiensi anggaran Pemilu 2024.
Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) MF Nurhuda Y, rasionalisasi sebaiknya dilakukan KPU pada pos-pos yang tidak terlalu penting. Ia mencontohkan lama masa kampanye yang sebaiknya diatur lebih singkat. Dalam rancangan PKPU Tahapan, Program, dan Jadwal Pemilu 2024, KPU menjadwalkan lama masa kampanye adalah 120 hari.
”Masa kampanye 120 hari terlalu lama. Sebaiknya masa kampanye itu dibatasi, atau dikurangi, sehingga akan berdampak pada penghematan anggaran,” katanya.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan, sebaiknya KPU memotong pos-pos anggaran di luar anggaran elektoral. Anggaran non-elektoral itu, antara lain, yang meliputi pembangunan gedung atau kantor KPU di daerah, dan sarana-prasarana lain terkait dengan operasional kantor di daerah.
”Harus ada kerja sama yang baik antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan penyelenggara pemilu dalam penyediaan kantor atau gedung KPU di daerah sehingga tidak harus ada pembangunan gedung KPU baru di daerah. Kantor-kantor pemda dapat dimanfaatkan,” ucapnya. (KOM)