Janji Jokowi untuk Tak Berpihak di Pilpres 2024 Dinantikan
JAKARTA – Penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pemenangan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, di Pemilihan Presiden 2024, dinilai sejumlah pihak, rentan terjadi. Untuk membalikkan pandangan itu, janji Presiden Joko Widodo untuk tak memihak salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden, dinantikan. Tak cukup hanya itu, pengawasan dari berbagai pihak, perlu ditingkatkan.
Wakil Ketua Umum Partai Nasdem Ahmad Ali saat dihubungi dari Jakarta, Senin (23/10/2023), berpandangan, pencalonan Gibran memang diperbolehkan oleh aturan yang ada. Ketika Presiden menyatakan dirinya akan netral, maka kata-katanya adalah pedoman yang bisa dipercaya.
”Apa yang beliau (Jokowi) sampaikan, bahwa akan netral, itu menjadi pegangan kami. Walaupun tak sedikit yang meragukan, kami berusaha untuk percaya apa yang disampaikan beliau,” ujarnya.
Pada Minggu (22/10), Presiden Jokowi menyampaikan akan mendukung semua pasangan capres-cawapres yang berlaga di Pilpres 2024, demi kebaikan bangsa. Sebagai orangtua, ia juga menyatakan merestui anaknya yang maju di Pilpres 2024, mendampingi bakal calon presiden yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto.
Ali mengingatkan, selama dua periode pemerintahan Jokowi, publik akan melihat dan menilai. Penilaian itu seperti apakah Jokowi akan meninggalkan hal-hal yang baik atau tidak. Dalam kaitan pernyataan Presiden terkait Pilpres 2024, publik akan menguji tindakan Presiden pada akhir pemerintahannya apakah sesuai dengan yang disampaikannya atau tidak. Ia pun mengingatkan, politik sejatinya didedikasikan bagi bangsa dan rakyat, bukan bagi kepentingan keluarga.
Tak hanya itu, menjadi penting bagi Jokowi untuk tetap netral, tidak menggunakan alat atau institusi negara demi kepentingan pemenangan Gibran, guna memastikan reformasi yang telah berlangsung selama 25 tahun, tetap ditegakkan.
Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Ganjar Presiden 2024 Tama Satrya Langkun juga menyampaikan, pernyataan Presiden yang tak akan berpihak menjadi keniscayaan dan diharapkan bisa dibuktikan. Kecurigaan bahwa Presiden tidak akan netral wajar muncul setelah melihat rentetan kejadian belakangan. Salah satunya terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang membolehkan kepala daerah maju di pilpres meski masih berusia di bawah 40 tahun, mengingat putusan itu dinilai banyak kalangan melampaui kewenangan dari MK.
”Lembaga-lembaga yang berwenang seperti Bawaslu dan KASN (Komisi Aparatur Sipil Negara) diharapkan bisa mengawasi secara penuh,” katanya.
Sementara Prabowo saat ditemui di sela-sela Rapat Pimpinan Nasional Gerindra, di Jakarta, Senin, menjamin tidak akan memanfaatkan status Gibran sebagai putra dari Presiden Jokowi untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Ia pun mengaku selama ini tidak pernah memakai sarana dan prasarana pemerintahan ketika menjalankan agenda pribadinya.
“Saya kira, kita semua dewasa, ya kan. Kita juga sudah punya kesadaran, pemikiran, tidak perlu kita pakai sarana prasarana pemerintah. Saya sendiri, selama ini kalau sudah bukan kepentingan dinas, saya ke mana-mana, saya juga pakai sarana sendiri. Kita dewasa, kita memberi contoh, ya,” ujarnya.
Setelah sejumlah ketua umum parpol dalam Koalisi Indonesia Maju mengunjungi Jokowi, pada Senin sore, giliran Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono yang bertemu Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
Agus bertemu Presiden sekitar pukul 17.30 WIB sampai menjelang pukul 18.00 WIB. Mobil yang ditumpangi Agus masuk dan keluar melalui gerbang Kompleks Istana Kepresidenan di Jalan Merdeka Utara. Agus kemudian masuk melalui pintu samping Istana Merdeka yang tak terpantau wartawan. Wartawan peliput Istana pun sempat dilarang memantau dari kejauhan.
Agus menjadi ketua umum parpol keempat dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang bertemu Presiden Jokowi. Sebelumnya, Prabowo Subianto menemui Jokowi, Sabtu (21/10) sore. Menyusul kemudian Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, dan selanjutnya Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Saat diwawancarai di Surabaya, Minggu (22/10), Jokowi mengelak pertemuan membahas pemilu.
”Ya, kan, sudah satu minggu tidak ketemu. Ya, biasa, laporan-laporan di hari Sabtu, Minggu. Biasa dengan menteri ketemu, laporan,” ujarnya.
Kontradiktif

Menurut peneliti senior Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional Firman Noor, Jokowi merupakan sosok yang penuh kontradiksi seperti yang ditulis Ben Bland dalam bukunya berjudul ”Man of Contradictions: Joko Widodo and The Struggle to Remake Indonesia”. Kerap kali, antara perkataan dan perbuatannya tidak linier.
”Maka, akan sangat naif apabila menelan mentah-mentah pernyataan Jokowi akan netral sebagaimana presiden sebelumnya. Apalagi, kini anaknya ikut dalam kompetisi, sudah pasti proses penentuan atau diskursusnya melibatkan Presiden,” ungkapnya.
Oleh karena itu, wajar jika publik curiga Presiden menyalahgunakan kekuasaan dengan memanfaatkan alat-alat negara atau menggerakkan perangkat pemerintahan untuk pemenangan anaknya.
Berangkat dari hal itu, menjadi penting kesadaran dari Jokowi dan pasangan Prabowo-Gibran untuk tidak melakukan penyalahgunaan tersebut, sehingga pemilu tetap berjalan adil.
Yang juga penting, penguatan pengawasan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan elemen-elemen pengawas netralitas birokrasi dan pemerintahan lainnya dalam pemilu. Tak terkecuali media massa dan elemen masyarakat, sangat penting untuk membantu memantau dan mengawasi.
Hal-hal tersebut penting karena potensi penyalahgunaan kekuasaan semakin besar setelah putra Presiden ikut dalam pilpres. (KOM)