NASIONAL

Kaburnya Bupati Mamberamo Perlu Menjadi Evaluasi bagi KPK

JAKARTA – Identitas Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak telah dimasukkan dalam aplikasi Pencegahan dan Penangkalan atau Cekal Online. Ricky melarikan diri saat akan ditangkap terkait dengan dugaan penerimaan suap untuk proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua.

Dugaan korupsi itu tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, hingga kini, KPK belum mengungkap detail dugaan suap yang diterima Ricky, termasuk proyek pengadaan barang dan jasa terkait dugaan itu.

Belum juga diungkapnya kasus korupsi yang menjerat Ricky ini diduga sebagai penyebab ia dengan mudah melarikan diri dan mengakibatkan kasus ini luput dari pengawasan masyarakat. Kaburnya Ricky ini pun menambah daftar tersangka korupsi KPK yang buron. Sebelumnya, ada Harun Masiku, Surya Darmadi, Izil Azhar, dan Kirana Kotama.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Tempat Pemeriksaan Imigrasi Jayapura Rivandhi Rivai, di Jayapura, Senin (18/7/2022), mengatakan, selain memasukkan identitas Ricky di aplikasi Cekal Online, pihaknya juga berkoordinasi dengan Konsulat Indonesia di Vanimo, Provinsi Sandaun, Papua Niugini, terkait dengan kaburnya Ricky ke negara tersebut.

Diduga Ricky kabur ke Papua Niugini melalui Pasar Skouw, Jayapura, yang berjarak 1 kilometer dengan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw, gerbang perbatasan Indonesia Papua Niugini. Ia kabur dengan dibantu tiga ajudannya yang bertugas di kepolisian. Ketiga ajudan itu terindikasi membocorkan informasi penangkapan Ricky.

”Kami juga akan berkoordinasi dengan Konsulat Papua Niugini di Jayapura untuk menemukan Ricky,” kata Rivandhi.

Rivandhi menduga Ricky menggunakan jalur tidak resmi menuju Papua Niugini karena PLBN Skouw belum dibuka hingga kini karena masih menunggu kesepakatan antarkedua negara. ”Petugas kami pun hanya 138 orang, sementara panjang perbatasan mencapai 800 kilometer,” ucapnya.

Menurut Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian I Nyoman Gede Surya Mataram, KPK telah mengajukan pencegahan terhadap Ricky kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, beberapa waktu lalu. Pencegahan berlaku 6 bulan, mulai 3 Juni hingga 3 Desember 2022. Paspor Ricky juga dicabut sehingga tidak lagi berfungsi sebagai dokumen negara.

Terkait dengan perkara yang menjerat Ricky ini, Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, KPK telah mengajukan ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham agar mencegah bepergian ke luar negeri terhadap empat orang, termasuk Ricky. Apabila diperlukan, KPK akan kembali memperpanjang pencegahan sesuai kebutuhan penyidikan.

Namun, Ali masih belum memerinci dugaan suap yang menjerat Ricky. Ali hanya meminta agar masyarakat masyarakat yang mengetahui keberadaan Ricky segera melaporkan kepada KPK atau aparat lainnya agar bisa segera dilakukan penangkapan.

Kebocoran di internal

Ketua Indonesia Memanggil 57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha mengatakan, tanpa adanya upaya pembocoran informasi dari pihak internal KPK, mustahil Ricky bisa kabur. Mantan penyidik KPK ini juga mengkritisi pengumuman status tersangka oleh KPK yang kini dilakukan saat penahanan, bukan lagi sejak sesaat setelah surat perintah penyidikan ditandatangani.

Praswad mengungkapkan, selama ini kebocoran informasi sudah berulang kali terjadi di KPK. Ia pun mengkritisi perubahan pola pengumuman status tersangka di KPK yang tadinya diumumkan secara terbuka kepada publik secara langsung sesaat setelah surat perintah penyidikan (sprindik) ditandatangani. Saat ini, status tersangka diumumkan saat akan dilakukan proses penahanan.

“Hal ini menjadi sumber masalah karena seorang tersangka yang statusnya tidak diketahui oleh publik menjadi lebih leluasa dalam menghilangkan barang bukti serta mempersiapkan langkah-langkah untuk melarikan diri,” katanya.

Tanpa pengumuman tersangka sejak dini, kata Praswad, publik akan alpa dalam melakukan kontrol sosial bagi tersangka karena tidak cukupnya informasi terkait perkara dan siapa yang terlibat di dalam perkara tersebut. Tersangka menjadi leluasa beraktivitas seperti biasa dan mempersiapkan segala upaya untuk melepaskan diri dari pertanggungjawaban pidana karena publik tidak mengetahui status sebenarnya.

Menurut Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, kebocoran informasi bisa terjadi karena sengaja dibocorkan atau kelalaian. Pihak yang membocorkan informasi bisa dari internal ataupun luar KPK. Mereka yang membocorkan termasuk kategori menghalangi penyidikan sehingga bisa dikenai Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Akan tetapi, jika nanti berdasarkan pemeriksaan disimpulkan bahwa tersangka melarikan diri karena mengetahui tim KPK mendekat ke lokasi dan akan melakukan penangkapan, itu merupakan risiko pekerjaan. Karena itu, kata Zaenur, perlu ada evaluasi dalam sistem kerja KPK. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *