Kelindan Perang dan Kelaparan di Papua
JAKARTA – Kelaparan di Papua yang telah terjadi sejak Juni baru secara intens ditangani pemerintah daerah dan pusat belakangan ini. Faktor konflik antara kelompok separatis dan TNI di wilayah itu jadi sorotan.
Sejauh ini, kelaparan di dua distrik di Kabupaten Puncak, Papua Tengah telah menewaskan enam orang. Kondisi cuaca ekstrem yang memicu kelaparan disebut sudah terdeteksi sejak Juni.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengakui, awalnya pemerintah tidak bisa mengirimkan makanan ke sana. Sebab, bantuan makanan hanya bisa disuplai lewat jalur udara, sementara penerbangan tidak bisa dilakukan karena ada gangguan di bandara dari kelompok kriminal bersenjata (KKB) Papua.
“Ada kelompok-kelompok bersenjata yang ada di situ (sehingga) penerbangan di sana takut. Karena takut ditembak, sehingga akhirnya terhambat penerbangan,” kata Tito kepada wartawan di Kantor Kemendagri, dikutip Selasa (1/8/2023).
Mengetahui persoalan tersebut, Tito mengaku langsung berkoordinasi dengan Penjabat (Pj) Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk dan Bupati Puncak Willem Wandik. Dua pejabat daerah tersebut lantas berkomunikasi dengan pemimpin gereja dan tokoh adat di wilayah sekitar kelaparan terjadi.
“Mereka (pemuka agama dan tokoh adat) menjamin, terutama pesawat komersial sipil boleh masuk, sehingga pesawat untuk menyuplai pangan sudah bisa masuk, sudah selesai,” kata mantan Kapolda Papua itu.
Tito pun berharap, semua pihak di Tanah Papua untuk tidak berbicara politik ketika sudah menghadapi persoalan kemanusian seperti kelaparan. “Kalau bicara kemanusian ya jangan bicara lagi urusan politik dan lain-lain. Kemanusian, kasihan rakyat,” kata mantan Kapolri itu.
Sedikitnya 7.500 warga terancam jiwanya akibat bencana kelaparan di Papua. Sejauh ini, sudah lima orang dewasa dan satu bayi akibat bencana yang disebabkan kekeringan dan dingin ekstrem di Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah itu. Jumlah tersebut didasarkan data yang dihimpun dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Puncak per Ahad (30/7/2023).
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Puncak, Provinsi Papua Tengah, menerangkan bahwa kekeringan dan dingin ekstrem yang mengancam jiwa di wilayah itu sedianya sudah terjadi sejak Juni 2023. Bupati Puncak Willem Wandik mengatakan bencana kekeringan yang terjadi merupakan siklus tahunan yang berlangsung di periode Mei-Agustus sebagai dampak dari cuaca ekstrem dingin dan tidak turun hujan.
Dia menjelaskan pihaknya sejak Juni 2023 sudah mengambil langkah-langkah sebagai upaya penanganan dalam.mengatasi kelaparan di dua distrik tersebut. “Namun untuk mengangkut logistik ke pusat distrik yang terdampak kekeringan terkendala pesawat sebab sampai saat ini belum ada maskapai yang mengijinkan pesawatnya melayani di daerah tersebut karena persoalan keamanan,” ujar Willem.
Pembakaran pesawat maskapai Susi Air di Lapangan Udara Paro, Nduga, Papua Pegunungan pada Selasa (7/2/2023). – (Dok Republika)
Presiden Jokowi pada Senin (31/7/2023) meminta TNI mengawal proses distribusi bantuan makanan ke lokasi kelaparan tersebut. “Di sana memang problemnya selalu seperti itu. Medannya yang sangat sulit, pesawat yang mau turun pilotnya gak berani sehingga problem itu yang terjadi,” ujar Presiden.
Kerawanan di bandara-bandara di pegunungan Papua tahun ini dimulai dengan pembakaran pesawat Susi Air di Bandara Paro, Nduga pada Februari 2023. Dalam kejadian itu, kelompok separatis menyandera pilot Philip Mark Mehrtens yang berkewarganegaraan Selandia Baru. Hingga saat ini, pilot tersebut belum juga dibebaskan.
Setelah itu, terjadi juga penyerangan terhadap sejumlah bandara di Papua. Pada Sabtu (11/3/2023), kelompok separatis melakukan serangkaian serangan yang ditujukan ke pesawat Trigana Air di Bandar Udara (Bandara) Nop Goliat, Dekai, Yahukimo, Papua Pegunungan. Satu tembakan peluru tajam mengenai badan pesawat Trigana Air IL-222 bernomor PK-YSC jenis Boeing 737-59D itu. Kelompok separatis sebelumnya juga melakukan serangan di Sungai Bawah, kawasan Bandara Bilorai, Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua Tengah, Rabu (8/3/2023) pagi waktu setempat. Ramainya penyerangan di bandara kala itu sempat memaksa sejumlah maskapai menghentikan penerbangan ke wilayah pegunungan Papua.
Terkait klaim bahwa separatis menghambat bantuan, Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambom tak menyangkal. Ia berdalih, karena Papua adalah daerah konflik, seharusnya bantuan diantarkan lembaga PBB atau Komite Palang Merah Internasional. “Bukan oleh Pemerintah yang termasuk aktor konflik bersenjata di Papua,” kata dia kepada Republika, kemarin.
Sementara, Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, membantah respon lambat penanganan kelaparan karena hambatan cuaca dan OPM.
Dia menjelaskan, keterlambatan bantuan ke lokasi karena memang kabar baru diterima pada akhir pekan lalu. “Laporan kejadian ini memang baru kita terima Sabtu-Minggu lalu, dan malam ini Menko PMK dan Kepala BNPB langsung terbang ke Puncak Jaya untuk mengantar bantuan pemerintah secara langsung,” kata Abdul saat dikonfirmasi, Selasa (1/8/2023).
Ditanya kendala pelaporan dari masyarakat kepada pemerintah daerah, dia menjawab harus ditinjau lebih dalam kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Puncak. Namun demikian, dia menegaskan, laporan kepada BNPB baru diterima pada akhir pekan lalu.
“Yang pasti dari sisi kami, begitu laporan kami terima, disampaikan ke RI1 (Presiden Joko Widodo) dan kita langsung respon secara langsung mengantarkan dukungan bantuan. Nggak ada hal lain yang menghambat kalau untuk kemanusiaan,” ucapnya. (REP)