Kenaikan Honor Panitia Pemilu Bukan PR Terakhir
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) memastikan pemerintah telah mengabulkan usulan kenaikan honor badan ad hoc untuk penyelenggaraan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah pada 2024. Walau besaran kenaikan honor panitia pemilihan dan perangkat pendukung tersebut tak sebesar usulan awal, komisioner KPU, Yulianto Sudrajat, mengatakan lembaganya tetap mengapresiasi pemerintah.
“Karena mau tidak mau, kami kan juga memahami kemampuan pemerintah dalam mengelola anggaran ini,” kata Yulianto, Selasa (9/8/2022). “Selama angka honor yang disetujui pemerintah layak, itu sudah cukup.”
Sebelumnya, KPU mengusulkan kenaikan honor badan ad hoc Pemilu 2024 sebesar tiga kali lipat dari honor Pemilu 2019. Usulan itu mempertimbangkan beratnya kerja badan ad hoc dalam penyelenggaraan pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang akan digelar serentak pada 14 Februari 2024. Pilkada juga akan digelar serentak pada 27 November 2024.
Adapun badan ad hoc yang dimaksud adalah panitia pemilihan kecamatan, panitia pemungutan suara, panitia pendaftaran pemilih, dan kelompok penyelenggara pemungutan suara. Selain itu, ada panitia pemilihan luar negeri, kelompok penyelenggara pemungutan suara luar negeri, dan panitia pendaftaran pemilih luar negeri.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai kenaikan honor petugas pemilu bukan satu-satunya hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan mendatang. Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, berharap KPU juga merancang pola kerja di tempat pemungutan suara (TPS).
Titi mengingatkan, dalam pemilihan umum sebelumnya, panitia terbebani dengan proses penyalinan hasil penghitungan suara secara manual. Pola kerja ini memaksa petugas bekerja hingga dinihari di TPS. “Menghabiskan banyak waktu, tenaga, energi, dan sangat melelahkan bagi para petugas,” ujarnya. Selain harus membenahi pola kerja, menurut Titi, KPU perlu mengatur batas atas usia petugas pemilu.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati, menilai besaran honor memang belum tentu cukup untuk menggantikan kerja keras badan ad hoc. Meski demikian, dia berharap kenaikan honor ini bisa meningkatkan minat masyarakat untuk ambil bagian dalam penyelenggaraan pemilu. “Karena mencari kelompok penyelenggara pemungutan suara (sebelumnya) juga sulit,” ujar Neni. “Lebih bagus lagi jika (kenaikan honor) dapat meningkatkan kualitas penyelenggara ad hoc yang kredibel dan berintegritas.”
Menurut Yulianto, lembaganya memahami beratnya peran pengurus pemilu dalam proses penghitungan suara. Karena itu, KPU akan berupaya mengurangi beban panitia pemilihan dengan memanfaatkan teknologi. “Pemungutannya tidak masalah, lancar saja. Justru nanti yang berat itu di proses penghitungan suara, kemudian menyusun dalam berita acara, kemudian menyalin salinan untuk sejumlah saksi,” kata dia.
Yulianto mengatakan Pemilu 2024 akan menggunakan sistem yang dipakai dalam pilkada 2020. “Kita foto, di-scan planonya, kemudian diolah, direkap. Jadi, salinannya bisa diakses secara elektronik,” ujarnya. (TEM)