Kisah Anggaran Makan Raksasa Lukas Enembe
JAKARTA – Papua awam diketahui bukan provinsi dengan kesejahteraan masyarakat yang merata. Di tengah kondisi sedemikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan anggaran raksasa gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe untuk makan dan minum sehari-hari.
KPK menduga Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe menggunakan uang operasional sebesar Rp 1 miliar untuk kebutuhan makan dan minum per hari. Duit yang digunakan itu diduga berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 1 triliun.
“Kegiatan salah satunya bentuk dana operasional itu untuk keperluan makan minum, disana teranggarkan sekitar hampir Rp 400 miliar. Padahal kita tahu bahwa satu tahun itu adalah 365 hari. Artinya, bahwa satu hari itu bisa satu miliar. Nah, itu bisa menjadi kejanggalan bagi kami, apa iya makan minum itu menghabiskan satu hari Rp 1 miliar,” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur di Jakarta dilansir Republika, Kamis (29/6/2023).
Asep menjelaskan, Lukas bisa dengan mudahnya menggunakan anggaran tersebut. Sebab, orang nomor satu di Papua itu mengeluarkan aturan berupa peraturan gubernur (pergub). “Dibuatlah peraturan gubernur, sehingga itu tidak kelihatan, jadi dia disembunyikan,” kata Asep.
Pergub itu membuat penggunaan anggaran Rp 1 triliun untuk operasional Lukas menjadi legal. Bahkan, ini membuat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak menyadari adanya kejanggalan tersebut.
“Memang ketika dicek itu Kementerian Dalam Negeri itu menjadi tidak kelihatan, tersamarkan dengan adanya begitu (Pergub),” ungkap Asep.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, Lukas menganggarkan dana sebesar Rp 1 triliun per tahun untuk keperluan operasionalnya. Sebagian uang itu kemudian digunakan Lukas untuk keperluan makan dan minum.
“Bayangkan kalau Rp 1 triliun itu sepertiga digunakan makan dan minum. Itu satu hari Rp 1 miliar untuk belanja makan dan minum,” kata Alex di Gedung KPK, Senin (26/6/2023).
Selain itu, Alex mengungkapkan, tim penyidik KPK juga menemukan sebagian kwitansi makan dan minum yang dilampirkan ternyata fiktif. Dia menegaskan, pihaknya bakal menelisik temuan tersebut.
“Tentu ini akan didalami lebih lanjut karena jumlahnya banyak, ada ribuan kwitansi bukti-bukti pengeluaran yang tidak bisa diverifikasi,” kata Alex.
Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka, agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah. KPK pun sedang mendalami dugaan ini.
Dalam perkara ini, Rijatono dituntut hukuman penjara lima tahun. Hal ini terungkap dalam sidang dengan agenda pembacaan surat tuntutan pada Selasa (6/6/2023) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat. Selain hukuman penjara, Rijatono dituntut hukuman denda senilai seperempat miliar rupiah.
Selain Lukas dan Rijatono, KPK juga menetapkan Kepala Dinas PUPR Pemprov Papua Gerius One Yoman sebagai tersangka. Tim penyidik kemudian melakukan pengembangan terhadap kasus ini dan menemukan adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kuasa hukum Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, OC Kaligis sejauh ini menyatakan kliennya dalam kondisi sakit sehingga tak layak menjalani sidang yang dijadwalkan mulai Juni ini. Kaligis meyakini kliennya tak bisa disidangkan dalam perkara suap dan gratifikasi.
Hal itu dikatakan Kaligis kepada wartawan usai sidang perdana terhadap kliennya yang digelar daring di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat (PN Tipikor Jakpus) pada Senin (12/6/2023). Agenda sidang pembacaan dakwaan itu terpaksa ditunda karena Lukas kembali mengeluarkan jurus sakit. Kali ini, Lukas menambah alasan ogah ikut sidang karena ingin sidang tatap muka.
“Sebenarnya orang sakit itu tidak fit to stand trial. Jadi dia bilang secara terang, dia mau offline dan ada maksudnya supaya orang lihat kakinya makin membengkak, nggak bisa pakai sepatu,” ucap Kaligis.
“Papua sebanyak 32 kasus (ditangani sejak KPK berdiri). Data tersebut memperlihatkan selama ini KPK tidak pernah memberikan perilaku khusus bagi wilayah manapun,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (23/6/2023).
Di wilayah lainnya, jumlah kasus yang ditangani bervariasi. Salah satunya, Ali mengungkapkan, di Pulau Jawa, sudah ada 410 kasus yang ditangani. Kemudian, di Sumatera terdapat 310 kasus, Sulawesi 51 kasus, dan 15 kasus di Maluku. Selanjutnya, 69 kasus di Kalimantan, delapan kasus di Bali, serta Kepulauan Nusa Tenggara sebanyak 17 kasus.
Selama masa kepemimpinan Firli Bahuri, KPK sudah menangani tiga kasus korupsi di Papua yang menyeret seorang gubernur dan dua bupati. Mereka adalah Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Mimika Eltinus Omaleng, dan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak.
KPK menegaskan bahwa tidak pernah mendiskriminasi wilayah manapun dalam upaya memberantas korupsi, termasuk Papua. Sejak KPK berdiri tahun 2003, lembaga antirasuah ini sudah menangani puluhan kasus di Bumi Cenderawasih tersebut. (REP)