Kondisi Kesehatan Lukas Enembe Menurun, Sidang Putusan Ditunda
JAKARTA – Sidang pembacaan putusan terhadap bekas Gubernur Papua Lukas Enembe, terdakwa kasus penerimaan suap dan gratifikasi Rp 46,8 miliar yang sedianya berlangsung Senin (9/10/2023), ditunda.
Penundaan dilakukan setelah majelis hakim mendengarkan permohonan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyampaikan permohonan pembantaran terhadap Lukas.
Pembantaran ini merupakan yang ketiga kali sejak perkara Lukas disidangkan pada 19 Juni 2023. ”Seharusnya persidangan hari ini untuk pembacaan putusan terhadap terdakwa Lukas Enembe. Namun, putusan yang sedianya dijadwalkan hari ini belum bisa dibacakan karena terdakwa dalam keadaan sakit dan dirawat di rumah sakit,” ujar Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh, didampingi hakim anggota Dennie Arsan Fatrika dan Ali Muhtarom, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Persidangan dihadiri tim kuasa hukum Lukas Enembe, seperti Otto Cornelis Kaligis dan Petrus Bala Pattyona. Selain itu, ada pula jaksa penuntut umum Wawan Yunarwanto dan kawan-kawan dari KPK.
Selain menunda pembacaan putusan, hakim juga memerintahkan jaksa KPK agar menangguhkan penahanan Lukas pada 6-19 Oktober 2023. Perintah pembantaran tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta pada 7 Oktober 2023.
Selama penangguhan penahanan tersebut, jaksa harus terus mengawasi perkembangan kesehatan Lukas dan melaporkannya ke majelis hakim. Laporan tentang kondisi kesehatan Lukas itu akan menjadi pertimbangan majelis hakim untuk menentukan Lukas bisa mengikuti persidangan selanjutnya.
”Kalau memang beliau sudah dinyatakan bisa mengikuti persidangan, kami jadwalkan persidangan secara resmi. Kami berkoordinasi dengan penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa nanti akan disampaikan resmi sidang untuk pembacaan putusan,” kata hakim Rianto.

Permintaan keluarga
Di tengah persidangan, salah satu keluarga Lukas hendak maju ke depan ruang persidangan. Pria yang mengenakan kemeja kotak-kotak dan duduk di kursi pengunjung tiba-tiba berdiri dan mengangkat tangan. Pria tersebut maju ke pagar dekat area tempat para kuasa hukum, jaksa penuntut umum, dan majelis hakim. ”Jangan masuk, Pak,” ucap hakim Rianto.
Hakim meminta pihak keluarga yang ingin menyampaikan sesuatu secara informal, kepada tim kuasa hukum Lukas. Pengacara Lukas, Petrus Bala Pattyona, menghampiri pria tersebut. Petrus menyebut pria tersebut adalah adik Lukas, Alius Enembe.
Menurut Petrus, keluarga Lukas meminta pembacaan vonis dilakukan hari ini. Namun, hal itu tidak bisa dilakukan karena Lukas tidak hadir di persidangan. Sebab, kehadiran terdakwa dalam sidang putusan sudah diatur dalam Pasal 196 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Kondisi Lukas, menurut Petrus, mengalami pendarahan di otak dan harus dirawat inap berdasarkan keterangan dokter akibat terjatuh di toilet Rutan KPK. ”Benturan di sebelah kanan kepala menimbulkan pendarahan di otak. Ini membutuhkan observasi dan dirawat khusus. Secara kemanusiaan, keluarga ingin meminta akhir persidangan ini. Tetapi, kita sama-sama memahami peradilan ini ada aturannya,” kata Petrus.
Menanggapi hal itu, hakim mengaku memahami isi hati keluarga Lukas. Hakim menegaskan, putusan terhadap Lukas sudah siap dibacakan. Namun, sidang harus ditunda karena Lukas tengah dalam kondisi sakit.
Hakim menunda sidang putusan hingga 19 Oktober 2023 sambil menunggu perkembangan kesehatan Lukas. Hakim meminta keluarga bersabar karena kondisi kesehatan Lukas yang tak bisa diprediksi.
”Oleh karena situasi terdakwa dalam keadaan sakit, majelis hakim tidak bisa membacakan putusan hari ini, mohon bersabar,” kata hakim Rianto.
Adapun jaksa menyampaikan, pada Selasa (3/10/2023) tim dokter KPK melaporkan kondisi Lukas yang sedang sakit. KPK sudah memerintahkan kepada tim dokter untuk segera dirujuk, tetapi Lukas menolak. Bahkan, pada hari berikutnya, tim dokter KPK ingin memeriksa Lukas, tetapi Lukas tidak bersedia sehingga tidak diketahui kondisi kesehatannya.
”Ketika akan diperiksa lagi, terdakwa tidak bersedia ke Poliklinik KPK sehingga tim dokter tidak tahu kondisi kesehatan Lukas. Lalu, pada Jumat (6/10/2023) terjadi insiden tersebut,” ungkap jaksa.

Selama jalannya persidangan sejak 19 Juni 2023, Lukas pernah dua kali menjalani masa pembantaran, yaitu pada 26 Juni-9 Juli 2023 dan 16-31 Juli 2023. Selama dibantarkan, Lukas dirawat di RSPAD Jakarta. Bahkan, majelis hakim harus meminta second opinion tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia mengenai kondisi Lukas. Hasilnya, Lukas memang menderita komplikasi penyakit.
Pada kesempatan itu, Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh mengingatkan bahwa masalah kesehatan Lukas juga bergantung pada Lukas sebagai pasien. Jika Lukas mengikuti seluruh petunjuk dokter, mestinya kesehatannya akan membaik. Sebaliknya, apabila Lukas selaku pasien tidak mengikuti petunjuk dokter, bahkan dengan ”sengaja” tidak mau makan dan minum, tentu hal itu akan berdampak pada kesehatannya.
Dalam perkara ini, jaksa menuntut Lukas dengan pidana penjara 10 tahun 6 bulan. Lukas dinilai terbukti menerima suap dengan total Rp 45,8 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1 miliar. Lukas dinilai melanggar Pasal 12 Huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang Perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. (KOM)