KPU Dikritik Soal Akses Silon Bawaslu
JAKARTA — Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali menuai sorotan karena enggan memberi akses penuh Sistem Informasi Pencalonan (Silon) anggota legislatif kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Karena hal ini, Bawaslu tidak bisa leluasa melakukan pengawasan atas proses verifikasi pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg), termasuk menyelidiki keaslian dan keterpenuhan dokumen persyaratan para bacaleg semisal ijazah dan daftar riwayat hidup.
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengkritik KPU yang berlindung di balik klaim soal “informasi yang dikecualikan” dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
“Itu lebih kacau lagi, membuktikan mereka enggak ngerti soal perlindungan data pribadi itu apa,” ujar peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, dilansir Kompas Selasa (13/6/2023).
“Nama, usia, riwayat kerja, pendidikan, profil prestasi, dan catatan-catatan yang melekat kepada seorang caleg itu harus dibuka kepada publik,” kata dia.
Fadli menegaskan bahwa bacaleg merupakan calon pejabat publik.
Oleh karna itu, publik berhak tahu latar belakang serta rekam jejak orang yang akan dipilihnya dan diberinya mandat untuk mewakilinya di parlemen.
“Yang dilindungi itu kan data-data pribadi seperti NIK, alamat rumah, daftar riwayat kesehatan. Hal-hal seperti itu memang tidak boleh dibuka,” kata dia.
Kehati-hatian KPU membuka data terkait ijazah dan daftar riwayat hidup sudah diakui lembaga penyelenggara pemilu itu sejak masih merancang aturan soal pendaftaran bacaleg.
Ketika itu, Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik menegaskan bahwa pihaknya merujuk Pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik.
Di dalam pasal tersebut, terdapat sejumlah pengaturan soal kategori informasi yang dikecualikan, beberapa di antaranya berkaitan dengan informasi yang jika dibuka dapat mengganggu proses penegakan hukum, hubungan kenegaraan, atau mengungkapkan rahasia negara.
Berkaitan dengan informasi pribadi, beberapa informasi yang dikecualikan diatur dalam huruf g dan h pasal tersebut.
Pasal 17 huruf g mengatur bahwa informasi yang dikecualikan termasuk “informasi publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang”.
Sementara itu, Pasal 17 huruf h mengatur bahwa informasi yang dikecualikan termasuk “informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi, yaitu:
- Riwayat dan kondisi anggota keluarga;
- Riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
- Kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank seseorang;
- Hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan seseorang; dan/atau
- Catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal.
Belakangan, Bawaslu protes keras karena sudah 1,5 bulan pendaftaran bacaleg dibuka oleh KPU, mereka tak bisa leluasa melihat dokumen persyaratan pendaftaran yang diunggah partai politik di Silon.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku hanya dapat mengakses Silon selama 15 menit, sedangkan ada puluhan ribu bacaleg yang syarat pendaftarannya mesti diawasi.
KPU justru hanya mengizinkan Bawaslu untuk melihat dokumen-dokumen tadi, seperti ijazah dan daftar riwayat hidup, di lokasi verifikasi. Namun, datang ke lokasi verifikasi pun bukan berarti masalah selesai.
“Anda boleh melihat (dokumen pendaftaran, termasuk ijazah), tapi tidak boleh memfoto. Kalau ada indikasi ijazah palsu, cuma lihat begini doang, bagaimana alat bukti yang mau disampaikan?” ungkap Bagja, kemarin.
Bagja menyayangkan sikap KPU yang dianggap tak enggan berjalan beriringan demi memastikan para bacaleg yang diproses ke tahapan selanjutnya betul-betul tidak bermasalah dalam syarat verifikasinya.
Ia menyinggung, dengan akses Silon yang sangat terbatas, aplikasi tersebut hampir tak ada gunanya untuk Bawaslu. “Dokumennya (yang bisa diakses di Silon) hanya orangnya, fotonya. Gunanya apa?” ujar Bagja.
“Dokumennya (yang bisa diakses di Silon) hanya orangnya, fotonya. Gunanya apa?” ujar Bagja.
“Dokumen pendaftaran kan perlu dilihat, jam kerja atau tidak, atau masuk dalam pendaftaran atau tidak di hari itu. Lalu keabsahan dokumennya, misalnya, ini ijazah dari luar negeri, ada/tidak surat keterangan dari Dikti atau surat keterangan dari Kemendikbud mengenai surat penyetaraan kalau tidak salah. Itu kan ada (dalam berkas pendaftaran bacaleg),” kata dia.
Bawaslu sudah 3 kali menyurati KPU berkaitan dengan permintaan akses Silon yang lebih terbuka dalam hal pencalegan ini.
Namun, sampai saat ini, Bagja mengakui bahwa pihaknya masih belum dapat mengaksesnya dengan leluasa sesuai keperluan Bawaslu.
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari sebelumnya mengeklaim bahwa masalah ini bisa dibicarakan dan pihaknya pernah duduk bareng dengan Bagja cs berkaitan dengan ini.
Hasyim menyebut bahwa akses terbatas pengawas kepada dokumen-dokumen yang disebutkan Bagja beralasan.
“Kami sudah memberikan akses Silon kepada Bawaslu RI. Tapi, tidak semua berkas bisa dilihat oleh Bawaslu karana ada informasi yang dikecualikan, misalnya dokumen CV (daftar riwayat hidup), ijazah, dan rekam medis bacaleg. Itu sifatnya pribadi,” kata dia. (KOM)