NASIONAL

MenPAN-RB Tegaskan Tak Ada PHK Massal Honorer

JAKARTA — Pemerintah menjamin tidak ada pemutusan hubungan kerja massal untuk tenaga honorer atau non-aparatur sipil negara meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 mengatur tidak ada lagi pegawai non-ASN per November 2023. Pemerintah akan mencari formula yang tepat untuk mengatasi persoalan ini dengan menggunakan empat guidance principle, yaitu tak ada PHK, tidak ada pengurangan pendapatan pegawai non-ASN tetapi juga tidak ada pembengkakan anggaran, serta tetap mengikuti aturan.

Komisi II DPR sepakat dengan prinsip-prinsip penyelesaian yang digunakan tersebut dan meminta hal itu dilaksanakan. Namun, sebagian anggota Komisi II dalam rapat kerja dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Senin (10/4/2023), di Jakarta, tetap mempertanyakan grand design penyelesaian persoalan pegawai non-ASN yang kini berjumlah 2.3 juta orang tersebut.

Dalam paparannya, Azwar Anas mengungkapkan, pihaknya sudah berkomunikasi secara intensif dengan pimpinan Komisi II serta asosiasi-asosiasi kepala daerah untuk mencari alternatif dan titik paling pas dari guidance principle yang dipegang.

”Kami terus mencari titik paling pas penyelesaian sesuai dengan rekomendasi anggota Dewan, tidak ada pembengkakan anggaran, tidak ada PHK massal, dan tidak ada penurunan pendapatan (bagi honorer). Ini sedang kami matangkan terus. Memang tidak mudah, tetapi insya Allah sudah mulai kelihatan alternatif penyelesaiannya,” ujar Azwar Anas,dilansir Kompas.

Menurut dia, keberadaan tenaga honorer sangat penting bagi penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan, di beberapa daerah, pelayanan publik di sejumlah sektor bisa lumpuh jika tidak ada pegawai honorer mengingat jumlah ASN yang ada terbatas.

Dalam rapat kerja tersebut, mayoritas anggota Komisi II yang hadir mempertanyakan langkah konkret pemerintah menangani masalah tenaga honorer. Seperti diketahui, Pasal 96 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 mengatur, pegawai non-ASN masih dapat bekerja hingga 28 November 2023.

Anggota Komisi II dari Fraksi Persatuan Pembangunan, Syamsurizal, mengatakan, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah yang tidak akan mem-PHK tenaga non-ASN dan tidak mengurangi fasilitas/honor yang diterima mereka tanpa mengakibatkan pembengkakan anggaran. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa mengombinasikan prinsip-prinsip tersebut sangat sulit. Apalagi, hal itu harus direalisasikan dalam waktu yang sangat singkat atau sebelum November 2023.

Ia kemudian mempertanyakan langkah konkret yang akan diambil pemerintah. ”Konkretnya bagaimana? Apakah ini akan dituangkan di dalam perubahan UU ASN atau bagaimana? Kalau dituangkan dalam RUU ASN, apakah perubahan itu bisa kita buru menjelang bulan November 2023 yang menjadi ancaman pegawai honorer seIndonesia?” kata Syamsurizal.

Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Guspardi Gaus, mempertanyakan desain besar penanganan masalah tenaga non-ASN yang jumlahnya terus membesar dari waktu ke waktu. ”Bentuk solusi ini bagaimana karena hanya dikatakan bahwa 28 November tidak ada yang di-PHK,” ujarnya mendesak menteri untuk memberi gambaran yang lebih konkret dari kebikan pemerintah tersebut.

Ia pun meminta pemerintah untuk transparan dalam memutus dan melaksanakan kebijakan tersebut. ”Ini jangan hanya angin surga karena kita akan ada pemilu. Jangan begitu Pak. Kami profesional dalam menyikapi itu. Kalau kami ini politisi, harus jelas mau dibawa ke mana para non-ASN ini,” katanya.

Diubah lebih dulu

Anggota Komisi II lainnya dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Rifqinizami Karsayuda, mengusulkan agar PP No 49/2018 diubah sebelum November 2023. Ini penting jika ingin melaksanakan prinsip-prinsip yang sudah ditetapkan, yaitu tidak ada PHK massal tenaga honorer. ”Saya dorong ini jadi kado Lebaran dari pemerintah kepada rekan-rekan honorer di seluruh Indonesia,” ujarnya.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah melakukan intervensi digital untuk mendata jumlah honorer yang sesungguhnya di seluruh Indonesia. Selain itu, intervensi digital tersebut juga digunakan memastikan dasar hukum pengangkatan tenaga honorer tersentral di Kemenpan dan RB serta Badan Kepegawaian Negara. Sebab, yang terjadi selama ini perekrutan tenaga honorer dilakukan oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah terkadang tanpa menggunakan alas hukum yang jelas, tetapi pada akhirnya Kemenpan dan RB yang diminta bertanggung jawab atas keberadaan para pegawai non-ASN tersebut. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.