NASIONAL

Opsi Larangan Total ke Luar Negeri Dibahas

JAKARTA – Pemerintah mempertimbangkan penerapan larangan liburan ke luar negeri bagi setiap warga jika terjadi lonjakan jumlah kasus Covid-19 dan varian Omicron. Per kemarin, varian terbaru virus corona itu telah tersebar di 150 negara. “Sekarang pelarangan masih terbatas. Tapi pemerintah selalu melakukan evaluasi kebijakan untuk mengendalikan kasus Covid-19,” kata juru bicara nasional Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, Jumat (14/1/2022).

Pemerintah telah melarang aparatur sipil negara (ASN) dan anggota keluarganya ke luar negeri hingga waktu yang belum ditentukan. Pantangan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 03 Tahun 2022 tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian ke Luar Negeri bagi Pegawai ASN pada Masa Pandemi Covid-19.

Wiku Adisasmito menyatakan kebijakan larangan berlibur ke luar negeri secara menyeluruh akan mengacu pada parameter level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), sembari memantau perkembangan kasus penularan Covid-19 secara nasional dan global. “Jadi, kebijakan harus dinamis dan selalu dievaluasi sesuai dengan perkembangan situasi.”

Juru bicara Satgas Covid-19, Wiku Adisasmito, di kantor Presiden, Jakarta, 21 Juli 2020. (Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay)

Guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia itu mengatakan peningkatan intensitas pembatasan mobilitas warga ke luar negeri diambil lantaran terjadi lonjakan jumlah kasus Covid-19 global dalam dua pekan terakhir—angka kasus baru harian mencapai 2,7 juta pada pada 7 Januari lalu. Angka tersebut jauh melebihi catatan tertinggi sebelumnya, yaitu 1 juta kasus dalam sehari.

Lonjakan jumlah kasus terlihat di negara-negara tetangga, termasuk Vietnam, Thailand, dan Singapura. Saat ini, kata Wiku, jumlah kasus positif di Indonesia hampir mencapai 3.000 atau naik lebih dari dua kali lipat dari pekan sebelumnya. “Kenaikan angka kasus positif harian bahkan sempat melebihi 800 pada 11 Januari lalu.”

Pelaksana tugas Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce, mengatakan surat edaran pembatasan ASN dan anggota keluarganya ke luar negeri akan menjadi pedoman seluruh instansi pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi penularan wabah ini. Meski begitu, pemerintah memberikan pengecualian bagi pegawai yang akan menjalani tugas dan mempunyai keperluan mendesak, seperti berobat. “Harus memperoleh surat tugas yang ditandatangani oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK) atau pejabat pemimpin tinggi di lingkungan instansinya,” ujarnya.

Selama aturan pembatasan ini berlangsung, Kementerian menginstruksikan PPK atau atasan langsung mengawasi perjalanan pegawai yang ke luar negeri. Jika ada aparat yang melanggar, kata Averrouce, atasan harus memberikan sanksi. Untuk memastikan bahwa ASN yang bekerja dari rumah mematuhi aturan ini, Kementerian meminta PPK dan atasan memeriksa presensi dengan aplikasi sistem pemosisi global (GPS).

Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengatakan pemerintah berhak membatasi ASN dan anggota keluarganya ke luar negeri sebagai bentuk perlindungan terhadap semua pihak. Menurut dia, penularan Covid-19 varian B.1.1.529 sedang tinggi-tingginya. “Jadi, memang penting pemerintah melindungi mereka dengan melarang ke luar negeri,” kata dia.

Namun, Windhu melanjutkan, hal yang lebih penting bagi pemerintah saat ini adalah memperketat syarat kepulangan bagi warga yang di luar negeri. Jangan sampai orang yang pulang dari luar negeri membawa virus ke komunitas. “Kemarin banyak diskresi bagi kalangan tertentu, seperti anggota DPR yang dibolehkan karantina mandiri di rumah,” ujarnya. “Karantina mandiri tidak bisa diawasi dan sangat berisiko.”

Windhu menyatakan pemerintah tidak akan bisa membendung gempuran Omicron—yang saat ini ada di hampir 90 persen pasien Covid-19 di tingkat global. Dengan fakta bahwa pengidap Omicron tidak menunjukkan gejala sakit, Windhu yakin jumlah orang yang sudah terinfeksi varian tersebut jauh lebih tinggi daripada angka yang tercatat pemerintah, yaitu 506 orang—sebagian besar merupakan pendatang dari luar negeri. “Yang tak tercatat bisa lebih dari sepuluh kali lipat,” kata dia.

Windhu mendukung keputusan pemerintah memangkas waktu karantina bagi pendatang luar negeri dari 14 menjadi tujuh hari. Rentang waktu itu sesuai dengan masa inkubasi virus corona varian Omicron, yakni 5-7 hari.

Untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat akan ancaman Omicron, Windhu menyarankan pemerintah mengaktifkan kembali satgas Covid-19 tingkat lingkungan. Pemerintah bisa menerapkan PPKM berskala mikro, baik di tingkat rukun tetangga maupun rukun warga, saat ditemukan penularan kasus di komunitas. “Tidak perlu panik. Yang penting saling mengawasi,” ujarnya. (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.