NASIONAL

Penyakit Mulut dan Kuku Mulai Meluas

JAKARTA – Wabah penyakit mulut dan kuku (wabah PMK) pada ternak ditengarai mulai menyebar ke sejumlah wilayah di luar Jawa Timur, seperti Jawa Tengah dan Aceh. Pemerintah provinsi lain yang masih bebas dari virus ini diminta meningkatkan kewaspadaan.

Kasus di Jawa Tengah terkonfirmasi setelah 15 ekor sapi dalam satu kandang di Desa Singosari, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali, mengalami gejala penyakit mulut dan kuku. Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali menguji sampel dari 10 ekor sapi tersebut di laboratorium, dan hasilnya positif terjangkit. Mengingat karakteristik virus yang cepat menyebar, lima ekor sapi lainnya dipastikan turut positif.

Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Boyolali, Lucia Dyah Suciati, menuturkan gejala PMK pertama kali terlihat pada Sabtu, 7 Mei, pada dua ekor sapi saja. Sapi-sapi tersebut baru dibeli peternak dari Pracimantoro, Wonogiri. Sebagai antisipasi penyebaran, pemerintah setempat menutup semua pasar hewan. “Seluruh peternak diminta tidak melakukan pembelian dan apalagi adanya dengan harga yang murah,” katanya, kemarin.

Langkah untuk menyetop lalu lintas ternak juga dilakukan di Aceh setelah ditemukan sapi terjangkit di Kabupaten Aceh Tamiang. Kepala Dinas Peternakan Aceh, Rahmandi, menyatakan terdapat 1.200 ekor yang terpapar virus di wilayah tersebut. “Sejauh ini yang sudah mati karena penyakit tersebut sekitar 10 ekor, dan itu sapi yang masih kecil-kecil,” tuturnya. Saat ini pasar hewan di kawasan tersebut sudah ditutup sementara, dan diterapkan larangan membawa ternak masuk ke maupun keluar dari wilayah asal wabah.

Gejala penyakit mulut dan kuku juga diduga telah masuk ke Kecamatan Praya Tengah, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Lombok Tengah, Lalu Taufikurahman, menyatakan terdapat 63 ekor sapi yang dilaporkan mengalami luka di hidung, mengeluarkan lendir berlebih, panas tinggi, hingga luka di kuku. Timnya telah memberikan pengobatan serta mengambil sampel untuk menguji penyakit sapi-sapi yang sakit tersebut. “Hasilnya akan keluar pekan ini,” ujarnya.

Sebagai antisipasi, sapi yang sakit telah diisolasi. Lalu menyatakan pelacakan asal virus akan dilakukan jika hasilnya positif. Bagi peternak, pemerintah setempat mengimbau agar tidak menjual ataupun memotong sapi milik mereka.

Penyakit mulut dan kuku pada sapi pertama kali dilaporkan di Kabupaten Gresik, Jawa Timur, pada 28 April lalu. Setelah itu, laporan serupa bermunculan dari kabupaten sekitarnya, seperti Lamongan, Mojokerto, Sidoarjo, hingga teranyar ditemukan di Lumajang. Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah mengisolasi ternak-ternak yang positif sakit serta menghentikan lalu lintas ternak untuk sementara, salah satunya dengan menutup pasar hewan.

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan terdapat sekitar 2.000 ekor sapi di dalam negeri yang telah terkonfirmasi terjangkit virus ini. Namun dia mengklaim kondisinya masih terkendali. “Dari data sekitar 2.000 hewan ternak yang terjangkit PMK, hanya 33 ekor ternak yang mati. Artinya, pengendalian sudah bisa kami lakukan,” ujarnya.

Namun dia meminta pemerintah daerah tetap waspada. Lewat Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian menerbitkan surat edaran ke unit pelaksana teknis karantina pertanian di seluruh wilayah Indonesia untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyebaran penyakit mulut dan kuku. Salah satunya dengan mengimbau agar tidak memberikan sertifikasi pada pengeluaran dan transit media pembawa virus ini, yaitu sapi, kerbau, kambing, domba, babi, hewan ruminansia lainnya, hewan rentan lainnya, serta daging, kulit mentah, produk susu, semen, dan embrio hewan dari daerah yang terindikasi mengalami wabah.

Kepala Badan Karantina Pertanian, Bambang, menyatakan pengawasan juga dilakukan untuk hewan impor. Hewan yang masuk ke wilayah Indonesia wajib dikarantina minimal 14 hari. Selain itu, wajib dilakukan disinfeksi dan desinsektisasi terhadap hewan yang bisa menjadi media pembawa virus penyakit ternak serta seluruh fasilitas yang bersentuhan dengannya.

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, Nanang Purus Subendro, menyatakan hal yang tak kalah penting adalah sosialisasi kepada peternak. Indonesia sudah terbebas dari penyakit mulut dan kuku sejak 1986. “Peternak yang sekarang sudah beda generasi dengan peternak yang pernah menghadapi penyakit ini,” ujarnya.

Untuk itu, kata Nanang, penting bagi semua pihak untuk membantu memberi tahu peternak mengenai penyakit mulut dan kuku, bahwa virus yang menyebar saat ini tidak berjangkit ke manusia. Hewan yang terpapar juga masih bisa disembuhkan dan dagingnya masih aman untuk dikonsumsi, sehingga peternak tidak perlu menjual ataupun memotong sapi mereka secara terburu-buru. “Kami berusaha agar peternak tidak panic selling, karena di beberapa daerah sudah ada yang menjual sapinya separuh harga, kasihan sekali,” kata dia. (TMP/ANT)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.