NASIONAL

Perkuat Narasi Pemilu Damai

JAKARTA — Pemerintah mengajak seluruh pemangku kepentingan dalam pemilu untuk memperkuat narasi pemilu damai di tengah masyarakat. Kontestasi perebutan kekuasaan diharapkan tidak sampai menimbulkan perpecahan dan merusak tata kehidupan bernegara.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, pemilihan umum (pemilu) menjadi sarana mewujudkan kedaulatan rakyat. Pelaksanaan pemilu setiap lima tahun sekali menjamin terjadinya sirkulasi kepemimpinan yang ditentukan langsung oleh rakyat. Tetapi ketika pemilu berakhir, semua pihak harus mengikuti kepemimpinan yang memenangkan pemilu.

Ia mengingatkan, pelaksanaan Pemilu 2024 harus berlangsung secara damai. Permainan politik dan intrik politik sesama peserta pemilu lumrah terjadi, namun jangan sampai menimbulkan perpecahan dan merusak tata kehidupan dalam bernegara. Oleh karena itu, seluruh pemangku kepentingan harus bertanggung jawab mewujudkan pemilu damai dengan memperkuat narasi-narasi pemilu damai di tengah masyarakat.

“Pemilu bukanlah perang politik, tetapi harus diartikan sebagai konsolidasi politik. Jika narasi pemilu damai jarang dimunculkan ke tengah-tengah masyarakat, mungkin saja nanti bisa terjadi ketidakstabilan,” ujar Mahfud saat membuka diskusi bertajuk “Senandung Pemilu Damai”, di Jakarta, dilansir Kompas, Selasa (18/7/2023) malam.

Mahfud mengingatkan, seluruh pihak harus menjalankan tugas dan wewenangnya dengan baik. Penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU harus bisa menjamin kebebasan dan kelancaran pemilu. Sedangkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mesti bisa mengawasi pelaksanaan pemilu dan menindak pelanggaran-pelanggaran pemilu. Begitu pula Kejaksaan dan Kepolisian bersama Bawaslu yang tergabung dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) harus melakukan tindakan hukum yang tepat.

“Seluruh pihak harus peka dan sigap untuk mengatasi indikasi akan kerawanan-kerawanan di dalam penyelenggaraan pemilu yang nantinya akan dapat mengganggu jalannya tahapan pemilu,” katanya.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, pemilu melibatkan mobilisasi massa sehingga membutuhkan orkestrasi dari semua pihak. Oleh karena itu, penyelenggara pemilu, pemerintah, peserta pemilu, media, masyarakat, dan aparat keamanan harus bergerak simultan untuk mewujudkan pelaksanaan pemilu yang damai.

Politisi Partai Nasdem, Ahmad Sahroni, menilai, elite politik menjadi kunci dalam mewujudkan pemilu damai. Para tokoh-tokoh besar harus bercengkerama bersama, duduk satu meja, dan tidak ada intimidasi para pihak. Contoh yang baik ini akan memberikan rasa aman bagi masyarakat sehingga pemilu damai bisa diwujudkan. “Kalau pelaku republik ini bisa duduk bersama, maka adu domba melalui media sosial bisa dihindari,” tuturnya.

Dilarang mengandung fitnah

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengingatkan, ada sejumlah larangan dalam berkampanye, di antaranya fitnah, hoaks, dan berita bohong. Oleh sebab itu, kampanye yang dilakukan oleh peserta pemilu maupun pendukungnya jangan sampai mengandung fitnah karena bisa mengganggu orkestrasi pemilu damai. Bawaslu pun berharap agar kampanye tidak saling menjelekkan dan menyerang yang lain.

Pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, pemilu lima kotak yang cukup kompleks membutuhkan kolaborasi dari seluruh pihak. Sebab, pemilu bukan hanya soal prosedur, tetapi juga harus bisa mewujudkan subtansi dari penyelenggaraannya. “Pemilih tidak mau pemilu hanya sekadar gimick prosedural saja, kami mau substansi,” katanya.

Oleh karena itu, diperlukan lima prasyarat untuk bisa menghadirkan pemilu substantif. Pertama, kerangka hukum pemilu yang demokratis. Selanjutnya, penegakan hukum dari aturan tersebut dilakukan secara efektif dan berkeadilan.

Ketiga, penyelenggara pemilu yang berintegritas, sehingga bisa mengatasi berbagai kekurangan dalam aspek pengaturan melalui berbagai langkah progresif. Kemudian, peserta pemilu yang kompetitif, bukan saling membenarkan perilaku melanggar, tetapi saling mengawasi. Sebab, pengawasan paling efektif adalah kontrol sesama peserta pemilu.

Terakhir, pemilih yang berdaya dan terinformasi dengan baik. Pemilih harus mendapatkan informasi yang kredibel sehingga tidak mudah diprovokasi oleh hoaks dan fitnah di media sosial. “Yang bisa meluruskan itu adalah teladan para politisinya. Ketika politisi duduk bersama, mereka memberikan teladan soal bagaimana mengakses informasi yang benar, jauh dari disinformasi dan hoaks,” ujar Titi.

Dukungan umat beragama

Tokoh agama, Romo Antonius Suyadi, berkeyakinan, seluruh umat beragama akan mendukung terwujudnya proses pemilu yang damai dan lancar. Sebab, rakyat Indonesia sudah berpengalaman melaksanakan pemilu sehingga masyarakat sudah terdidik melaksanakan pemilu damai. Namun, ia mengingatkan agar politisi tetap memberikan pendidikan moral politik yang baik kepada pemilih dan tidak hanya berpikir soal kontestasi.

“Kontestasi pasti terjadi, tetapi tujuan utama pemilu harus mewujudkan kehidupan berbangsa yang adil, makmur, dan sejahtera. Oleh karena itu, perebutan kekuasaan ini bukan memecah belah di antara umat beragama,” tuturnya.

Komika, Mamat Alkatiri, menilai, masyarakat seringkali mengikuti para elite politik. Jika para elite memunculkan narasi permusuhan, maka masyarakat pemilih cenderung ikut memusuhi kelompok yang berbeda pilihannya. Oleh karena itu, ia berharap keteladanan dari elite politik untuk memberikan contoh kepada para pemilih. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *