NASIONAL

Pertamina Didesak Bentuk Direktorat HSSE

JAKARTA — Komisi VII DPR mendesak PT Pertamina (Persero) untuk segera membentuk direktorat kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan atau HSSE menyusul ledakan di kilang minyak Dumai, Riau. Pertamina juga telah menyediakan dana hampir 2 miliar dollar AS untuk meremajakan dan meningkatkan keandalan di tujuh kilang hingga 2026.

Desakan ini diungkapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Selasa (4/4/2023), di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta. Hadir pula Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Taufik Adityawarman yang membawahkan kilang di Dumai di Riau.

“Kami mendukung dibentuknya direktorat HSSE. Kami akan mendesak, Bu. Tapi, jangan sampai nanti HSSE ini tidak diberikan kewenangan melaksanakan tugas, dan malah jadi direktorat kambing hitam (jika ada insiden). Ini perlu perhatian bersama terhadap masalah keamanan dan keselamatan kerja,” kata Eddy, dilansir Kompas.

Seruan serupa telah diungkapkan dalam RDP dengan Pertamina, Kamis (16/3/2023), pascakebakaran di depo Plumpang, Jakarta. Saat itu, Komisi VII mendesak perusahaan minyak dan gas (migas) milik negara itu mengaudit keseluruhan fasilitasnya, termasuk kilang minyak dan depo bahan bakar minyak (BBM).

Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-P Paramitha Widya Kusuma menyebut kecelakaan kerja di unit-unit usaha Pertamina sudah terjadi berulang kali sejak 2021. Di kilang Balongan, Indramayu, Jawa Barat, misalnya, kebakaran terjadi pada Maret 2021 dan September 2022. Di samping itu, ada pula kebakaran kapal Motor Tanker Kristin di dekat depo Ampenan, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (26/3/2023).

“Ini seperti ada pembiaran. (Peralatan) Yang harusnya diganti tidak diganti. Apa, sih, sumber masalahnya sampai kecelakaan seperti ini terus-terusan terjadi setiap tahun? Harus ada pihak yang bertanggung jawab,” kata Paramitha.

Hingga kini, penyebab kebakaran ledakan di kilang atau Refinery Unit(RU) II Dumai masih diinvestigasi. Taufik menyebut penyelidikan dilakukan oleh internal Pertamina, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta kepolisian.

Untuk sementara, ia menyebut api berasal dari pipa 6 inci make up gas compressor (penampung gas hidrogen dari unit pemecah gas minyak) bernomor 212 C2 di Kilang Dumai. Unit ini berfungsi untuk memecah minyak mentah menjadi, antara lain, avtur, solar dan naphtha. “Tetapi kebakaran bisa kami padamkan dalam sembilan menit,” kata Taufik.

Kilang RU II Dumai yang dibangun pada 1971 adalah kilang terbesar ketiga di Indonesia. Berdiri di area seluas 356,3 hektar, kilang yang dioperasikan oleh 1.177 pekerja ini dapat memproduksi 170.000 barel per hari (bph) atau 16,5 persen dari total kapasitas kilang milik Pertamina.

Akibat ledakan tersebut, kilang di Dumai diperkirakan baru bisa beroperasi penuh lagi dengan kapasitas penuh pada 15 April 2023. Karena itu, kata Taufik, ia akan meningkatkan produksi di enam kilang lain.

“Dengan adanya insiden Dumai ini, pasokan BBM tidak akan terganggu. Kami juga tidak akan impor untuk mengompensasi kurangnya produksi di Dumai,” kata Taufik.

Pada saat yang bersamaan, PT KPI telah merencanakan pengeluaran sebesar Rp 1,992 miliar dollar AS untuk peremajaan dan perawatan rutin kilang antara 2022 hingga 2026. Berbagai peralatan akan diganti, termasuk tangki-tangki, peralatan yang berotasi (rotating equipment), perpipaan, hingga bejana minyak (boiler).

Terkait ini, Nicke menegaskan Pertamina telah berbenah sejak pertengahan 2021 pascainsiden di Balongan dengan proses audit yang dilakukan asosiasi sertifikator Norwegia, DNV, selama 10 bulan. Acuannya adalah international sustainability rating standard (ISRS).

“Itu secara praktik global digunakan, dan kita mendapatkan ISRS level 9, tertinggi untuk (perusahaan) migas. Atas hasil itu, kami sudah melakukan (tindakan) yang prioritas untuk dijalankan,” kata dia.

Priroritisasi itu didasarkan pada empat ancaman terbesar yang dapat merusak aset-aset Pertamina, termasuk kilang. Ancaman-ancaman tersebut adalah, pertama, sambaran petir; kedua, melubernya minyak; ketiga, serangan hidrogen bersuhu tinggi (high temperature hydrogen attack); dan keempat, sulfidasi akibat kandungan belerang yang tinggi dalam minyak mentah.

Pertamina telah menuntaskan penanggulangan risiko yang pertama, sambaran petir, dengan memasang instalasi sistem proteksi petir (LPS). “Kami lakukan upaya ini karena kita sama-sama tahu, kilang yang kita operasikan ini kilang tua. Kami ingin mengurangi dan menekan impor, sehingga operational availability (rerata jumlah hari dalam setahun saat kilang aktif bekerja) jadi ukuran kinerja utama dari kilang. Tapi, kita tidak boleh abaikan safety,” kata Nicke. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.