NASIONAL

Program Eliminasi Malaria Belum Maksimal

JAKARTA – Upaya memberantas malaria di seluruh negeri belum bisa menghentikan penularan malaria di beberapa daerah, seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur. Untuk mencapai tujuan eliminasi malaria di Indonesia, perlu penyesuaian substansial dan penguatan sistem.

Kementerian Kesehatan mencatat, jumlah kasus malaria terbaru pada 2023 per 27 April sebanyak 55.525 kasus. Pada tahun sebelumnya, terdapat 443.530 kasus yang mayoritas berasal dari Provinsi Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Barat.

Anggota Komisi Ahli Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit kementerian Kesehatan, Syafruddin, mengatakan, eliminasi malaria ditargetkan tercapai pada 2030. Hingga kini, Indonesia berhasil memberantas 67 persen kasus malaria dari 514 kabupaten dan kota. Akan tetapi, di Papua dan NTT kasus malaria tetap tinggi.

”Meskipun hanya memiliki 1,5 persen dari total populasi penduduk, Provinsi Papua memiliki lebih dari 88 persen total kasus malaria di Indonesia,” kata Syafruddin pada diskusi ”Menyongsong Eliminasi Malaria 2030: Pengembangan Metode Intervensi Berbasis Lokal”, Selasa (27/6/2023), di Jakarta.

Padahal, menurut Syafruddin, pemerintah telah mencanangkan program penanggulangan malaria sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Di antaranya, diagnosis dini dan pengobatan segera dengan tes diagnostik cepat dan mikroskop serta penyemprotan insektisida pada dinding bagian dalam bangunan.

Syafruddin mengatakan, kinerja program penanggulangan malaria yang ada perlu ditingkatkan. Untuk itu, dibutuhkan inovasi baru atau kajian bidang vektor nyamuk dan status insektisida, serta efikasi obat antimalaria untuk pengobatan cepat dalam eliminasi malaria di Indonesia.”Intervensi harus berbasis pada setiap daerah karena setiap kabupaten berbeda-beda tantangannya. Strategi penanggulangan harus difokuskan ke sana,” ujar Syafruddin.

Peneliti ahli madya Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman, Ismail Ekoprayitno Rozi, mengatakan, walaupun Kementerian Kesehatan telah memperkuat pengendalian malaria di Provinsi Papua dengan menyediakan obat antimalaria, pelatihan diagnosis malaria, penyediaan kelambu berinsektisida tahan lama untuk ibu hamil, dan penyemprotan insektisida, di beberapa kabupaten di Papua kasus malaria masih tinggi.

”Angka kasus malaria di beberapa daerah yang masih tinggi menunjukkan bahwa program yang dijalankan belum berjalan maksimal. Selain itu, belum banyak penelitian yang memahami vektor penggerak penularan malaria,” kata Ismail.

Ismail menambahkan, sebagai penanggulangan, penggunaan kelambu dan penyemprotan insektisida pada dinding bagian dalam rumah harus diprioritaskan untuk desa dengan endemik malaria tinggi. Selain itu, pemasangan kasa nyamuk di rumah-rumah untuk mengurangi penularan di dalam ruangan sangat dianjurkan.

”Penggunaan intervensi vektor inovatif yang tepat untuk mengusir nyamuk juga sangat dianjurkan. Dibutuhkan inovasi terkait pengendalian vektor, diagnosis penyakit, obat-obatan, keterlibatan masyarakat, dan vaksin,” ujar Ismail.

Ismail juga mendorong adanya gerakan masyarakat, pembinaan tenaga kesehatan, serta pengelolaan sumber jentik di dalam wilayah permukiman untuk memitigasi penularan. Warga bisa mengadakan Jumat bersih rutin untuk mengurangi tempat perkembangbiakan nyamuk.

Lepa Syahrani, asisten peneliti di Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman, mengatakan, keberhasilan Indonesia dalam mencapai eliminasi malaria pada 2030 bergantung pada program eliminasi malaria. Salah satu program tersebut adalah pengendalian vektor. Akan tetapi, pengendalian vektor malaria memerlukan pengumpulan dan interpretasi data spesies vektor lokal, perilaku vektor, dan kerentanannya terhadap insektisida secara berkala.

Pengendalian vektor Malaria dapat dilakukan dengan cara pengendalian fisik, biologi, ataupun kimia. Pada pengendalian vektor malaria, tindakan yang harus diambil adalah menurunkan jumlah populasi nyamuk penyebab malaria.

Sementara itu, Dendi Hadi Permana yang juga asisten peneliti di Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman mengatakan, kasus malaria harus dikurangi dengan pengawasan vektor reguler dan survei darah manusia. Oleh sebab itu, semua pihak perlu melakukan upaya mitigasi melalui pendekatan multidisiplin yang melibatkan pengelolaan lingkungan, konservasi primata nonmanusia, pengelolaan penyakit, dan pengendalian vektor. Selain itu, inovasi dalam alat dan pendekatan diperlukan untuk situasi malaria lokal. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.