NASIONAL

Saatnya Publik Ikut Memantau Pemilu

JAKARTA — Di tengah lalu lalang masyarakat yang tengah ”menikmati” hari bebas kendaraan bermotor, di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (19/11/2023) pagi, sekelompok aktivis Komite Independen Pemantau Pemilu terlihat sibuk membagikan selebaran. Ajakan untuk ikut memantau pemilu disampaikan. Peran serta publik penting, apalagi potensi penyimpangan pada Pemilu 2024 dinilai lebih besar dibandingkan sebelumnya.

Meski sempat dilarang oleh Satuan Polisi Pamong Praja dengan dalih tak boleh ada kegiatan politik praktis saat hari bebas kendaraan bermotor, mereka tetap membagikan selebaran. Mereka tak bergeming karena kegiatan mereka sama sekali bukan untuk memengaruhi masyarakat memilih kandidat tertentu di Pemilu 2024, melainkan lebih besar dari itu, mengajak warga menjadi pemantau pemilu.

Ketika menjadi sukarelawan pemantau dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), mereka bisa langsung melaporkan dugaan atau indikasi pelanggaran yang terjadi di wilayah masing-masing dengan bukti berupa foto atau video. Sebelumnya, sukarelawan akan terlebih dahulu menerima pelatihan mengenai metode pemantauan dan proses verifikasi.

Untuk bisa terlibat menjadi sukarelawan, tidak sulit. Yang tertarik bisa mengisi melalui laman https://ee.kobotoolbox.org/x/f2PsakyL. Bisa pula dengan mengunjungi Sekretariat KIPP di Kompleks Pusdiklat DKI Jakarta, Jalan HR Rasuna said Nomor 7, Kuningan, Jakarta.

Sekretaris Jenderal KIPP Kaka Suminta, di sela-sela membagikan selebaran, menyampaikan, agenda kali ini berupaya untuk menyiapkan pemantau pemilu saat kampanye dan tanggal pencoblosan, 14 Februari 2024. Ini juga bagian dari upaya pendidikan politik dan pemilu.

”Sudah waktunya publik terlibat lebih luas dalam Pemilu 2024, khususnya dalam pemantauan,” ujarnya.

Kaka menyadari publik tidak hanya disibukkan oleh pemilu, melainkan pekerjaan lainnya. Ia juga membuka ruang bagi masyarakat yang hanya bisa memantau jalannya pemilu pada 14 Februari 2024.

Garis besarnya, lanjut dia, pendaftar akan menerima pelatihan. Setelah itu, mereka bisa memantau dan mengumpulkan dokumentasi bukti-bukti pelanggaran yang terjadi.

”Situasinya sekarang kian mengkhawatirkan. Potensi pelanggaran dan penyalahgunaan wewenang semakin besar. Untuk mengimbanginya, secara teori, ada dua hal yang bisa dilakukan, yaitu pelibatan dan pemantauan langsung pemilu oleh masyarakat,” tambah Kaka.

Ia turut menyinggung dugaan dan indikasi pelanggaran asas netralitas seperti keterlibatan polisi dalam memasang baliho salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, keberpihakan penjabat-penjabat kepala daerah, dan lainnya. Kondisi ini dinilai parah dan keterlibatan masyarakat diperlukan.

Para sukarelawan yang terlibat sepenuhnya akan dilindungi oleh tim legal atau hukum dari KIPP. Laporan indikasi kecurangan akan ditindaklanjuti dengan aduan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), baik tingkat pusat maupun daerah hingga publikasi di media.

Hingga kini, KIPP sudah memiliki 20.000-30.000 sukarelawan yang ikut memantau jalannya pemilu dari awal hingga penetapan hasilnya. Kendati begitu, jumlah itu belum cukup untuk memantau 823.220 tempat pemungutan suara (TPS) yang ada.

”Kami akan lihat berapa banyak tambahan sukarelawan pemantau dari masyarakat. Semoga lebih banyak generasi muda yang bergabung karena mereka termasuk pemilih dominan pada pemilu mendatang,” kata Kaka. Selain sukarelawan, KIPP juga membuka posko dan hotline nomor aduan untuk publik yang ingin melaporkan temuan pelanggaran.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Khoirunnisa Nur Agustyati menuturkan, keterlibatan publik dalam pemilu merupakan bagian dari sejarah panjang. Namun, jumlah pemantau dari publik dilihatnya kian sedikit ketimbang Pemilu 1999.

Pasalnya, pengawasan pemilu saat ini sudah resmi diakomodasi oleh Bawaslu. Walakin, tetap ada lembaga pemantau hingga organisasi mahasiswa yang masih melakukan tugas tersebut. ”Publik harus betul-betul mengawasi penyelenggaraan pemilu ini. Apalagi, sekarang banyak yang mengangkat isu soal netralitas. Keterlibatan publik mengawasi proses pemilu penting agar tetap berjalan free andfair,” terangnya.

Lembaga masyarakat sipil kini perlu mengemban tugas berat. Mereka harus turut serta mengawasi penyelenggaraan pemilu. Hal yang bisa dilakukan adalah aktivisme legal berupa menempuh jalur hukum terkait peraturan perundang-undangan dan melaporkan pelanggaran pemilu.

Selain itu, mereka perlu rutin mengampanyekan isu-isu demokratis dan pendidikan politik. Hal itu termasuk pemantauan pemilu secara langsung untuk mencegah potensi pelanggaran. (kom)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: