NASIONAL

Satgas Dibentuk untuk Telusuri Pencucian Uang Rp 349 T

JAKARTA — Satuan tugas untuk menindaklanjuti Laporan Hasil Analisis dan Laporan Hasil Pemeriksaan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan akan dibentuk untuk mengusut lebih lanjut dugaan tindak pidana pencucian uang senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Satgas diminta menindaklanjutinya dengan cara membangun konstruksi kasus dari awal (case building).

Satgas akan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kementerian Keuangan), Badan Reserse Kriminal Polri, Jaksa Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, Badan Intelijen Negara, dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Satgas diminta memprioritaskan penanganan kasus dengan nilai paling besar dan yang menyita perhatian publik.

Case building akan dimulai dari LHA (laporan hasil analisisi) tahun 2017-2019 dengan nilai Rp 189 triliun,” kata Menko Polhukam Mahfud MD saat jumpa pers di PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023).

Keputusan itu diambil setelah Mahfud menggelar rapat tertutup dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Mahfud selaku Ketua Komite TPPU memimpin rapat bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly selaku anggota komite, Kepala Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Agus Andrianto, dan para pejabat eselon I kementerian dan lembaga yang tergabung dalam Komite TPPU itu.

”Komite dan Tim Satgas akan bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel,” tegas Mahfud.

Mahfud juga memaparkan bahwa pertemuan tersebut adalah rapat yang kelima kalinya dilakukan oleh komite, setelah ia dan Ivan Yustiavanda mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi III DPR pada 29 Maret 2023. Adapun, Menteri Keuangan rapat dengan Komisi XI DPR pada 27 Maret 2023 atau dua hari sebelumnya.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, kesimpulan rapat menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan data antara yang dia sampaikan di Komisi III DPR dan yang disampaikan Sri Mulyani di Komisi XI DPR. Perbedaan data itu sudah clear karena setelah ditelusuri ada 64 surat yang disampaikan langsung ke aparat penegak hukum (APH) dengan nilai transaksi Rp 13 triliun.

Total ada 300 surat dengan nilai transaksi agregat Rp 349 triliun yang disampaikan PPATK dalam LHA dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) selama 2009-2023. Kemenko Polhukam mencantumkan data agregat yang dibagi dalam tiga kluster, yaitu seluruh nilai transaksi baik yang melibatkan pegawai Kemenkeu, transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu dan pihak lain, maupun transaksi keuangan mencurigakan terkait kewenangan.

”Sementara Kementerian Keuangan hanya mencantumkan LHA/LHP yang diterima dan tidak mencantumkan LHA/LHP yang dikirimkan ke APH yang terkait pegawai Kemenkeu,” jelasnya.

Dari 300 LHA/LHP yang diserahkan PPATK sejak tahun 2009-2023 kepada Kemenkeu dan aparat penegak hukum (APH), sebagian sudah ditindaklanjuti. Ada pula yang masih dalam penyelesaian, baik oleh Kemenkeu maupun APH.

Mahfud menyebut, Kementerian Keuangan sudah menyelesaikan sebagian besar LHA/LHP yang terkait dengan tindakan administrasi terhadap pegawai atau aparatur sipil negara (ASN) yang terbukti terlibat sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) juncto Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Kemenkeu juga akan terus menindaklanjuti dugaan tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang belum sepenuhnya dilakukan. Kemenkeu akan bekerja sama dengan PPATK dan aparat penegak hukum untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya.

Soal LHP dengan nilai transaksi agregat Rp 189 triliun yang disampaikan Menko Polhukam di Komisi III, yang terkait dengan impor emas batangan, memang sudah ada langkah hukum oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang menghasilkan putusan pengadilan hingga peninjauan kembali (PK). Namun, Komite memutuskan tetap melakukan tindak lanjut melalui mekanisme case building.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, prosedur penegakan hukum dugaan TPPU itu akan dilakukan sembari menunggu arahan dari Menko Polhukam.

Tuntaskan

Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang berpandangan, data agregat dugaan TPPU di Kemenkeu nilainya sangat besar sehingga harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat.

Dia berharap dengan akan dibentuknya satgas yang akan menindaklanjuti temuan transaksi mencurigakan di Kemenkeu itu tidak menjadi penyelesaian politis atas kasus tersebut. Kasus ini harus ditangani secara profesional agar tidak terulang lagi di masa depan. ”Kasus pajak ini sangat kompleks karena tidak hanya melibatkan petugas pajak, tetapi juga masyarakat sebagai wajib pajak. Persoalan ini harus diselesaikan dari hulu ke hilir. Kemenkeu harus menyelesaikan kemelut itu secara tuntas,” katanya.

Saut berharap aparat penegak hukum di dalam satgas bisa bekerja secara simultan untuk menemukan tindak pidana asal, maupun tindak pidana pencucian uang dalam transaksi mencurigakan itu. Mereka harus bekerja secara serius dan profesional untuk mencari peristiwa pidana sebagai tindak lanjut dari LHA dan LHP PPATK.

”Jangan hanya berhenti di pembentukan satgas saja. Ini, kan, kasus sudah berulang hanya nama dan golongannya yang berbeda saja yang terlibat. Kemenkeu harus berani bedol desa untuk menciptakan keuangan negara yang bersih dan akuntabel,” tegasnya. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.