NASIONAL

Tak Ada Politisasi dalam Penyidikan Kasus Ekspor CPO

JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Agung telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi pada Selasa (1/8/2023). Sama dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang diperiksa pada pekan lalu, Lutfi juga diperiksa terkait perkara dugaan pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah beserta turunannya. Kejaksaan Agung menegaskan, tidak ada politisasi dalam penyidikan perkara tersebut.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menyatakan, surat panggilan sudah dilayangkan kepada Muhammad Lutfi. Lutfi dijadwalkan diperiksa pada Selasa (1/8/2023). Pemanggilan terhadap Lutfi diputuskan setelah penyidik memeriksa Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Senin (24/7/2023).

Jika Lufti memenuhi panggilan penyidik pada Selasa mendatang, ini akan menjadi pemeriksaan lanjutan bagi Lutfi. Sebelumnya, pada Juni 2022, Lutfi juga menjalani pemeriksaan di Kejagung dalam perkara yang sama. Dalam pemeriksaan selama 12 jam saat itu, Lutfi mendapatkan 15 pertanyaan dari penyidik. ”Ada (materi pemeriksaan) yang sama dan ada (materi pemeriksaan) yang perlu didalami,” kata Ketut.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, pemeriksaan kembali terhadap Lutfi diperlukan untuk mendalami kebijakan yang diambil ketika terjadi kelangkaan minyak goreng. Kejagung terus menelisik pihak yang paling berperan dalam pengambilan kebijakan untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng pada tahun 2022.

”Makanya perlu pemeriksaan (Lutfi) lagi. Kami harus periksa juga Mendag dengan Menko Perekonomiannya. Kalau perlu, ini harus konfrontasi mana kebijakan yang benar, yang terkait dengan pidana (Pasal) 55-56 yang sudah putus. Kan, masih satu garis (wewenang). Siapa yang berperan harus diuji,” ujar Febrie, dilansir Kompas.

Bukan politis

Pemeriksaan terhadap Airlangga yang juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar menimbulkan spekulasi adanya politisasi dalam penegakan hukum oleh Kejagung tersebut. Namun, Ketut menampik spekulasi pemeriksaan terhadap Airlangga dan dilanjutkan dengan Lutfi tersebut merupakan bentuk politisasi.

Ketut menegaskan, penyidikan atas perkara dugaan pemberian fasilitas ekspor minyak sawit hanya kebetulan dilakukan bersamaan dengan tahun politik. Pemanggilan pejabat dan mantan pejabat pemerintah tersebut dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung terhadap lima terpidana dalam kasus pemberian fasilitas ekspor minyak sawit beserta turunannya.

Lima terpidana itu adalah bekas Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indra Sari Wisnu Wardhana; analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) sekaligus anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA; serta General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang. Kelima terdakwa tersebut telah dijatuhi hukuman yang telah berkekuatan hukum tetap, yakni pidana penjara masing-masing antara 5 tahun dan 8 tahun.

Namun, kata Ketut, dari putusan MA tersebut, kelima terpidana tidak dibebani dengan uang pengganti sebesar Rp 6,47 triliun. Oleh karena itu, dalam rangka memaksimalkan pemulihan kerugian keuangan negara, penyidik kemudian menetapkan tiga perusahaan sebagai tersangka korporasi, yakni Wilmar Group, Permata Hijau Group, serta Musim Mas Group.

Pemeriksaan terhadap Airlangga dan Lutfi juga dilakukan untuk keperluan pembuktian. Penyidik akan memanggil siapa pun untuk diperiksa jika keterangan orang tersebut dinilai diperlukan untuk membuat perkara menjadi terang. ”Kami tidak memanggil seseorang berdasarkan tekanan, pesanan, isu ataupun rumor. Semua semata-mata untuk kepentingan pembuktian. Penyidik bekerja sudah on the track dan profesional,” kata Ketut.

Terkait pemanggilan tersebut, Kompas mencoba melakukan konfirmasi terhadap Lutfi. Namun, pertanyaan melalui aplikasi pesan singkat tidak dibalas.

Transparansi

Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, berpandangan, munculnya spekulasi adanya politisasi dalam pemeriksaan Airlangga tidak perlu disikapi secara berlebihan. Hal itu dinilai wajar karena Airlangga merupakan tokoh nasional sekaligus politikus besar, sementara proses pemeriksaan terhadap dia terjadi di tahun politik.

Menurut Kurnia, hal yang perlu diperhatikan terkait pemeriksaan terhadap Airlangga dan Lutfi dalam kasus korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah adalah barang bukti yang dimiliki dan waktu barang bukti tersebut diperoleh. Jika barang bukti atau alat bukti tersebut ternyata sudah lama didapatkan penyidik, sementara pemeriksaan baru dilaksanakan sekarang, hal itu tentu menimbulkan pertanyaan. Hal itulah yang penting untuk dijelaskan secara transparan kepada publik.

”Jangan sampai Kejagung dijadikan alat politik untuk memproses hukum pihak-pihak yang berseberangan dengan pihak tertentu di eksekutif,” kata Kurnia. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.