Tanda Tanya untuk Tim Khusus Menteri Nadiem
JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan mekanisme perekrutan anggota tim khusus yang dibentuk Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim. Sebab, jumlah anggota tim ini mencapai 400 orang serta diduga dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Penjelasan soal penggunaan APBN untuk pembentukan tim itu kami tidak pernah tahu,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, kemarin. “Pembiayaan program ini namanya apa, kami juga tidak tahu.”
Perekrutan anggota tim khusus itu disampaikan Mendikbud Nadiem Makarim dalam forum United Nations Transforming Education Summit di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika Serikat, 19 September lalu. Dalam paparannya, Nadiem mengatakan tim khusus itu berasal dari latar belakang profesi yang beragam, seperti manajer produk, software engineer, hingga data scientist. Mereka bekerja sebagai tim yang melekat untuk kementerian.
“Tim yang beranggotakan 400 orang, bukanlah vendor untuk kementerian,” kata Nadiem. “Setiap product manager dan ketua tim posisinya hampir setara dengan direktur jenderal, yang beberapa di antaranya hadir di sini.”
Tim khusus bentukan Nadiem ini diandalkan untuk membantu Kementerian Pendidikan dalam mendesain produk pendidikan. Kementerian juga akan meminta tim khusus untuk memvalidasi kebijakan melalui survei kepada guru. “Kami merancang paradigma baru terkait dengan desain yang berpusat pada pengguna, seperti yang dipelajari di sektor teknologi,” ucap Nadiem.
Menurut Dede, 400 orang untuk sebuah tim itu bukanlah jumlah yang sedikit. Apalagi jika mereka dibiayai anggaran negara. Karena itu, DPR berencana meminta penjelasan dari kementerian. “Karena kami tidak tahu ada penyediaan (anggaran) untuk 400 orang ini.”
Politikus Demokrat itu juga mempertanyakan alasan Nadiem menyejajarkan anggota tim khusus ini dengan direktur jenderal kementerian. Jika anggota tim khusus yang berjumlah 400 orang itu memang mempunyai peran seperti dirjen, Dede justru mempertanyakan fungsi pejabat eselon I di Kementerian Pendidikan. “Kuasa anggaran itu ada di eselon I dan II, dan eksekutornya eselon III dan IV,” ujarnya. “Sedangkan tim ini masuk eselon berapa kalau semua program harus diverifikasi mereka.”
Menurut Dede, pembentukan tim khusus ini justru memperlemah fungsi pejabat eselon di Kementerian Pendidikan. Karena itu, banyak anggota Komisi X yang mempertanyakannya. Apalagi sejumlah anggota Dewan mempunyai informasi bahwa anggota tim khusus terkesan mempunyai kewenangan berlebihan.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kemendikbud, Hasan Chabibie, mengatakan tim khusus Kementerian Pendidikan berperan membantu pemerintah mencapai transformasi pendidikan yang berkelanjutan. Pembentukan tim khusus itu sebagai upaya pengembangan ekosistem teknologi pendidikan. Tim khusus adalah hasil dari kerja sama antara Kemendikbud dan GovTech Edu yang menjadi bagian dari PT Metranet, anak perusahaan PT Telkom Indonesia. “Mereka memiliki misi untuk menciptakan solusi tepat guna untuk bidang pendidikan,” kata Hasan.
Anggota GovTech Edu yang bekerja sama dengan kementerian mencapai lebih dari 400 profesional muda dengan berbagai latar belakang. Ada yang berasal dari perusahaan decacorn, unicorn teknologi, firma konsultan manajemen, hingga perusahaan multinasional.
Dalam merancang dan mengembangkan berbagai platform teknologi untuk sektor pendidikan, GovTech Edu berkolaborasi dengan Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbudristek serta unit-unit teknis dengan menjunjung prinsip kesetaraan dan gotong royong. “Dalam pelaksanaan riset, perancangan konsep, hingga pengembangan yang dilakukan secara kolaboratif, telah terjadi transfer of knowledge dan peningkatan kapasitas SDM internal,” ujar Hasan.
Saat ini lebih dari 1,6 juta guru telah menggunakan platform Merdeka Mengajar. Dengan platform ini, guru memiliki akses untuk pengembangan diri secara mandiri. Hasil transformasi teknologi yang dilakukan Kemendikbudristek bersama GovTech Edu ini juga telah menghasilkan lebih dari 3.500 komunitas belajar para guru.
Kerja sama ini pun berhasil mengumpulkan lebih dari 55 ribu konten belajar mandiri. Bahkan lebih dari 92 ribu konten pembelajaran diunggah oleh guru untuk menginspirasi sejawatnya. Di sisi lain, kerja sama ini juga telah memfasilitasi pengembangan diri lebih dari 724 ribu mahasiswa melalui program Kampus Merdeka. Selain itu, program ini telah menarik minat lebih dari 2.700 mitra industri ke dalam Kampus Merdeka, serta 43 ribu praktisi ke dalam program Praktisi Mengajar.
Dengan kolaborasi itu juga, lebih dari Rp 51 triliun potensi anggaran fungsi pendidikan pada 2022 dikelola secara lebih transparan dan akuntabel dengan dukungan platform ARKAS, SIPLah, serta TanyaBOS. “Semua atas kerja sama ini,” kata Hasan. (TEM)