NASIONAL

Usul Kontrol Rumah Ibadah Dinilai Arah Pemerintahan Totaliter

JAKARTA — Wacana Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel yang menginginkan pemerintah mengontrol semua tempat ibadah mendapat penolakan dari banyak kalangan. Kontrol terhadap rumah ibadah bahkan dinilai akan melahirkan rezim diktator.

“Pandangan seperti itu, kalau itu benar dari BNPT, sebenarnya itu bukanlah arah dari kehidupan bernegara yang demokratis, melainkan arah pemerintahan yang totaliter yang akan melahirkan rezim diktator,” ujar Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia Imam Addaruqutni dilansir Republika, Selasa (5/9/2023).

Indonesia baru saja melewatkan hari kemerdekaannya yang ke-78. Karena itu, Imam heran masih ada pejabat di negeri ini yang masih berpikiran totalitarian. “Kok masih saja ada pemikiran dari pejabat yang institusinya sendiri merupakan instrumen alat negara. Justru pemikirannya itu totalitarian dan bercorak diktatorial,” ujar Imam.

Dia menjelaskan, Indonesia sudah mengalami masa-masa otoritarianisme dan totalitarisanisme hingga diktatorial pada sebagian era Orde Baru. Menurut dia, wacana kontrol rumah ibadah akan mengulangi masa-masa tersebut. Menurut Imam, saat ini bukanlah era reideologisasi negara lagi, melainkan era negara untuk mewujudkan keadilan dan kesejahterakan masyarakat. Misalnya, dengan menurunkan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat.

“Perkuat keamanan, bubarkan lembaga instrumen yang tumpang-tindih dan potensi pemubaziran keuangan negara. Sudah ada kepolisian negara dan kita perlu penguatan untuknya, lah kok masih ada BNPT padahal yang diperankan BNPT itu policing system yang mestinya melekat pada kepolisian negara,” kata Imam.

Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom juga menyebut wacana itu merupakan langkah mundur dari proses demokrasi di Indonesia.
“Merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama pasca-Reformasi 1998,” ujar Gomar dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (5/9/2023).

Menurut dia, semua elemen bangsa sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi masyarakat Indonesia sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. “Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah,” ujar dia.

Dia menilai, masalah yang dihadapi sekarang ini justru karena kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat. Dia menilai, perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara.

“Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan,” ujar Gomar.

Daripada memberlakukan usulan Kepala BNPT, menurut Gomar, lebih baik meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku. Selain itu, kata dia, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan.

“Menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima mereka yang berbeda serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragama apa pun,” kata Gomar.

Di sisi lain, dia meminta agar pemerintah perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pemdakwah. Gomar meminta pemerintah jangan cepat-cepat menghakimi para agamawan sebagai bagian dari radikalisme.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Buya Anwar Abbas menyampaikan, MUI sangat menyesalkan usulan yang disampaikan oleh kepala BNPT yang menghendaki semua tempat ibadah berada di bawah kontrol pemerintah. “Usulan dari yang bersangkutan jelas-jelas bertentangan dengan jiwa dan semangat UUD 1945 Pasal 29 Ayat 2 dan Pasal 28E Ayat 3 UUD 1945,” kata dia, Selasa (5/9/2023).

Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 menyatakan, “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. “Adapun Pasal 28E Ayat 3 UUD 1945 menyatakan, ‘Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat’.”

Karena itu, Buya Anwar menuturkan, kebebasan beribadah dan berpendapat di Indonesia sudah merupakan sebuah hak yang dilindungi oleh konstitusi. Jika BNPT mengusulkan agar rumah ibadah diawasi dan dikontrol oleh pemerintah, hal tersebut jelas sebuah langkah mundur. “Dan mencerminkan cara berpikir serta bersikap yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang sudah kita bangun dan kembangkan selama ini secara bersusah payah,” kata dia.

Buya Anwar menekankan, cara berpikir dan bersikap yang disampaikan oleh kepala BNPT tersebut jelas-jelas tidak baik dan tidak benar karena mengarah kepada corak kepemimpinan yang tirani dan despotisme yang lebih mengedepankan pendekatan keamanan. BNPT dinilai mengabaikan pendekatan-pendekatan yang lebih bersifat dialogis, objektif, dan rasional.

“Cara-cara kepemimpinan seperti ini biasanya dipergunakan orang dalam kepemimpinan yang bersifat otoritarianisme dan itu sudah jelas tidak sesuai jiwa dan semangatnya dengan falsafah dan hukum dasar negara kita, yaitu Pancasila dan UUD 1945,” ujar dia.

Sebelumnya, Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel mengusulkan agar semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah. Wacana itu disuarakan Rycko dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, Jakarta, pada Senin (4/9/2023). Rycko ingin meniru aturan yang telah berlaku di Malaysia, Singapura, beberapa negara di Timur Tengah hingga Afrika.

Usulan tersebut disampaikan Rycko saat menanggapi pernyataan anggota DPR Fraksi PDIP, Safaruddin, yang menyinggung kasus karyawan PT KAI yang terpapar paham radikalisme. Menurut Safaruddin, ada juga masjid di BUMN daerah Kalimantan Timur yang selalu mengkritik pemerintah. Dari pernyataan tersebut, Rycko mengusulkan agar ada kontrol dari pemerintah terhadap penggunaan tempat ibadah yang digunakan untuk penyebaran paham radikalisme. (REP)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.