Wacana

Desa Lebaran di Tahun Politik

DESA ketiban harapan akbar untuk menangguk berkah Lebaran lebih bermanfaat di tahun politik. Bukan sekadar suasana positif diikuti asupan finansial yang meningkat, tetapi sekaligus bertamunya kekuasaan ke desa, berikut layanan peranti jaringan sumber daya pusat dan daerah guna disalurkan ke desa.

Nuansa positif

Nuansa positif telah tercium sebulan sebelumnya, kala sahur, iktikaf, khotbah, dan buka puasa menambah frekuensi interaksi rakyat dengan tokoh. Kehadiran Tuhan menguatkan komunikasi positif penguasa dan rakyat selama Ramadhan.

Jangan hanya memandang sarung pemberian penguasa eksekutif, legislatif, ataupun yudikatif, yang lebih penting berupa komunikasi serta interaksi langsung rakyat desa dengan para penguasa sepanjang kegiatan Ramadhan. Pesan yang disampaikan menerjemahkan harapan desa menjadi rangkaian kata dalam komunikasi lintas posisi sosial itu.

Selanjutnya, hadir mudik Lebaran. Keluasan konteks Lebaran 2023 ditandai dari migrasi 123 juta penduduk hanya dalam dua minggu seraya menghela Rp 190,6 triliun dari kota masuk ke desa. Pada bulan yang sama, rakyat desa mengelola uang bulanan hingga Rp 201 triliun.

Kumulasi perputaran uang yang mendadak besar di desa itu dimulai dari pertukaran uang dengan orangtua dan saudara kandung, membeli sembako di kampung, dan mengunjungi rumah makan, penginapan, juga tempat wisata. Menjamurlah lokasi pertemuan manusia di berbagai sudut desa. Kalau penguasa menancapkan wajah, tulisan kiprah, dan slogan tekadnya di lokasi-lokasi strategis itu, rakyat desa lebih mudah mengingat wajah dan mengingat sepak terjangnya, lalu menilai derajat tokoh guna membantu dirinya, keluarganya, dan juga desanya.

Jangan dilupakan terpal yang disewa di desa untuk pertemuan ahli waris hingga reuni rekan sekolah-sekolah. Bisa jadi, setelah merasa terlingkup dalam identitas turunan atau historis yang sama, kehadiran tokoh menguatkan ikatannya dengan rakyat desa. Apalagi, dibuktikan sekaligus dengan arus sumber daya bertambah ke desanya.

Jaringan tokoh pemudik

Modal sosial berupa jaringan dengan pemudik, penguasa dari kota, dan hubungan formal kelembagaan, misalnya, piawai dikelola Desa Krandegan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Di Krandegan, dukungan penguasa dan pemudik terwujud pada irigasi gratis dan makanan harian bagi warga miskin. Dukungan kelembagaan memudahkan penyediaan internet dan pengembangan digitalisasi merespons bencana.

Jelas banyak desa lain juga lihai mengapitalisasi modal sosial. Suasana tahun politik memudahkan desa menggaet modal sosial lantaran para tokoh rajin mendatangi desa, apalagi selama Ramadhan dan Lebaran.

Guna menggerakkan ekonomi desa pascapandemi Covid-19, peluang besar antara lain berdagang di sepanjang jalan raya, terlebih di tempat peristirahatan jalan tol. Badan usaha milik desa (BUM Desa) seharusnya bisa meraih kesempatan ini sesuai haknya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021.

Pasar tradisional yang mulai menggeliat pascapandemi Covid-19 kini juga sah dikelola BUM Desa sesuai PP No 29/2021. Adapun PP No 30/2021 turut membuka ruang usaha BUM Desa untuk bekerja sama mengelola terminal di kecamatan.

Semua itu rentang usaha baru bagi BUM Desa sehingga belum lancar diterapkan di lapangan. Bisa jadi BUM Desa masih terantuk-antuk mengikuti regulasi-regulasi yang masih terasa asing.

Tepat di sinilah jaringan dengan pemudik dari kalangan penguasa, legislator, dan pebisnis menjadi bermakna, yakni untuk meretas jalan usaha-usaha baru BUM Desa. Dua minggu masa Lebaran di tahun politik meluaskan ruang jalinan dukungan tokoh kepada desa.

Menyejahterakan warga

Momentum Lebaran di tahun politik meningkatkan frekuensi forum-forum dialog rakyat dan tokoh. Komunikasi dalam setiap forum melempangkan laju aspirasi desa kepada penguasa eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ini bisa dimulai rakyat saat buka puasa bersama, diskusi saat kuliah subuh atau menjelang maghrib, pemberangkatan mudik gratis, di tempat peristirahatan, setelah Shalat Id, halalbihalal, di wisata desa, dan kala kembali pulang ke kota.

Desa perlu menyiapkan bahan komunikasi, terutama struktur pesan yang akan disampaikan rakyat desa kepada penguasa. Komunikasi yang terstruktur mempermudah penerimaan pesan-pesan penting. Mula-mula perlu ditunjukkan kegagahan desa berupa upaya yang telah dijalankan untuk mengungkit potensinya. Dialog kemudian diarahkan guna menggali kapasitas penguasa untuk mendukung rencana kerja desa. Lebih baik lagi, ketika ditunjukkan bukti-bukti lapangan dukungan pemudik yang kini menjadi penguasa dan pengusaha kota.

Informasi lapangan selalu menjadi asupan kebijakan publik yang lebih efektif dalam menyelesaikan masalah, menguatkan potensi, dan menyejahterakan warga. Karena itu, periode singkat Lebaran di tahun politik seharusnya mengalirkan informasi berharga, langsung dari warga, yang menjamin ketepatan implementasi kebijakan publik.

Kemampuan desa menyiapkan komunikasi sepanjang Lebaran bakal teruji pada produk baru kebijakan publik pasca-Lebaran: sejauh mana dampaknya mempercepat masyarakat desa meraih kesejahteraan. (*)

 

Ivanovich Agusta, Sosiolog Pedesaan di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.