Wacana

Mencegah Kegagalan Kurikulum Merdeka

APAKAH kurikulum terbaru yang diberi nama Kurikulum Merdeka ini mampu membawa pendidikan Indonesia ke arah yang lebih baik? Bagaimana mencegah agar Kurikulum Merdeka tidak sama gagalnya dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya?

Survei Program Asesmen Siswa Internasional (PISA) yang dilakukan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menjadi salah satu dasar utama pemerintah merombak kurikulum pendidikan nasional. Dalam beberapa periode survei PISA yang berlangsung setiap tiga tahun, dari tahun 2000 hingga 2018, kondisi pendidikan di Indonesia tidak menunjukkan perbaikan atau peningkatan yang signifikan. Pada survei PISA tahun 2018, hasilnya bahkan menurun jika dibandingkan dengan pada 2015. Sementara untuk survei tahun 2022, hasilnya baru akan dirilis pada 2023.

Kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk merombak sistem pendidikan nasional. Episode ke-15 Merdeka Belajar yang berjudul Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar resmi menggantikan Kurikulum 2013 dengan kurikulum baru yang disebut dengan Kurikulum Merdeka. Dalam naskah akademik yang diterbitkan Kemendikbudristek disebutkan bahwa Kurikulum Merdeka memiliki beberapa keunggulan dibandingkan Kurikulum 2013. Kurikulum Merdeka dinilai lebih sederhana (mudah dipahami dan diimplementasikan), fokus kepada kompetensi dan karakter, fleksibel, selaras, dan lebih berpihak kepada murid.

Meskipun memiliki beberapa keunggulan, beberapa pakar pendidikan meragukan kemampuan Kurikulum Merdeka. Darmaningtyas (Kompas, Mei 2022) mengungkapkan beberapa kelemahan Kurikulum Merdeka. Ia menilai kurikulum merdeka ribet dan tidak realistis.

Contoh yang diambil adalah penghapusan penjurusan di tingkat SMA dan anak-anak dibebaskan memilih pelajaran sesuai minat dan cita-citanya. Memang terdengar indah, tetapi berpotensi menimbulkan kendala-kendala teknis, terutama dalam hal pencairan Tunjangan Profesi Guru yang mensyaratkan setiap guru harus memiliki beban mengajar minimal 24 jam per pekan.

Selain itu, memang belum banyak bukti ilmiah yang cukup tentang keunggulan Kurikulum Merdeka. Satu-satunya bukti ilmiah yang digunakan sebagai dasar adalah adanya capaian literasi dan numerasi yang lebih baik pada sekolah-sekolah yang menerapkan Kurikulum Darurat selama masa pandemi. Berdasarkan data tersebut, pemerintah menyimpulkan bahwa perlu ada penyederhanaan materi dalam kurikulum pendidikan kita dan kemudian dituangkan dalam kebijakan Kurikulum Merdeka yang dinilai lebih sederhana dan fleksibel.

Sinergi yang kuat

Pemerintah dalam penerapan Kurikulum Merdeka perlu mendapat dukungan seluruh masyarakat, terutama para pelaku pendidikan. Sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah dan guru sangat menentukan kesuksesan penerapan Kurikulum Merdeka. Jangan sampai perubahan kurikulum tersebut hanya berkutat pada perubahan nomenklatur dan administrasi pembelajaran, tetapi tidak mengubah kualitas dan esensi proses pembelajaran.

Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah perlu melakukan beberapa langkah mitigasi. Pertama, perlu ada pendampingan yang intensif terhadap guru sebagai pelaksana pembelajaran. Jika kurikulum berubah tetapi pola pikir dan cara mengajar guru tetap sama, perubahan kurikulum tersebut tidak akan berdampak pada kemajuan siswa.

Perubahan pola pikir dan cara mengajar guru dapat berubah jika guru memahami dan mendalami konsep Kurikulum Merdeka secara utuh dan menyeluruh. Guru tidak perlu menunggu bimbingan teknis, pelatihan, atau menjadi peserta diklat calon guru penggerak untuk memahami Kurikulum Merdeka. Para guru dapat mempelajarinya melalui platform Merdeka Mengajar.

Berdasarkan pengalaman pribadi penulis yang telah beberapa kali mengikuti pelatihan di platform tersebut, konten-konten yang ditawarkan memiliki kualitas yang baik. Sementara itu, pendampingan intensif di sekolah dapat dilakukan oleh guru-guru penggerak yang saat ini jumlahnya terus bertambah.

Namun, pertanyaannya adalah, ”berapa banyak guru yang berpartisipasi aktif mengikuti pelatihan mandiri di platform tersebut?” Sampai saat ini belum ada data yang pernah dirilis kementerian. Untuk memitigasi Kurikulum Merdeka dilaksanakan tanpa pemahaman yang mendalam, Kemendikbudristek melalui pemerintah daerah harus melakukan upaya untuk meningkatkan tingkat partisipasi guru. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan partisipasi guru di platform tersebut sebagai bagian dari Penilaian Kinerja Kepala Sekolah (PKKS).

Kedua, perlu ada perbaikan dalam sistem rekrutmen guru. Sistem merit telah dimulai oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan juga Badan Kepegawaian Negara lewat seleksi nasional calon pegawai negeri sipil yang terbuka dan transparan, termasuk seleksi guru yang akan ditugaskan di sekolah-sekolah negeri.

Sayangnya sejak 2020, CPNS untuk formasi guru dimoratorium dan pemerintah hanya membuka rekrutmen guru melalui seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Namun, apa pun jenis seleksinya, rekrutmen guru harus dilaksanakan dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip sistem merit seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, yaitu berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.

Ketiga, persaingan yang ketat dalam rekrutmen guru harus dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru yang terjamin akan membuat minat anak-anak bangsa untuk menjadi guru menjadi lebih besar. Dengan demikian, pemerintah dapat memilih guru-guru terbaik dari anak-anak terbaik bangsa.

Terakhir, perlu ada evaluasi yang berkala, konsisten, dan berkelanjutan. Sejak ujian nasional dihapus pada 2020, satu-satunya ukuran untuk mengetahui peta kualitas sekolah adalah asesmen nasional (AN) yang dilaksanakan setahun sekali. AN yang berisi asesmen kompetensi minimum (AKM) dan survei lingkungan belajar, jangan sampai hanya menjadi agenda rutin dan ajang perlombaan antar sekolah untuk menjadi lebih baik dari sekolah lain.

Hasil Asesmen Nasional perlu ditindaklanjuti baik oleh pemerintah daerah, sekolah, maupun oleh guru. Pemerintah daerah dapat menggunakan hasil AN untuk memberikan perlakuan dan dukungan yang tepat kepada sekolah-sekolah yang memerlukan perhatian khusus. Dukungan tersebut harus diiringi dengan semangat pemerataan kualitas pendidikan di setiap daerah.

Sekolah dapat menggunakan hasil AN untuk menyusun program ataupun kegiatan pembinaan guru yang sesuai dan tepat sasaran. Jika suatu sekolah memiliki kemampuan literasi yang masih di bawah rata-rata, sekolah dapat menggalakkan program-program literasi, revitalisasi perpustakaan sekolah, atau kegiatan-kegiatan lain yang bisa meningkatkan minat dan kemampuan baca siswa-siswinya. Sementara jika hasil numerasinya rendah, sekolah dapat memberikan pelatihan kepada guru-guru agar mampu memasukkan unsur numerasi dalam proses pembelajarannya.

Setelah melakukan berbagai macam upaya dan evaluasi berkala melalui AN, tentu kita hanya mampu berdoa dan berharap pendidikan di Indonesia dapat sejajar dengan negara-negara maju. Sejatinya, keberhasilan Kurikulum Merdeka baru akan terlihat pada hasil survei PISA yang akan dilakukan pada 2025. Hasil survei tersebut akan memberikan acuan yang lebih jelas tentang kualitas pendidikan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain setelah implementasi Kurikulum Merdeka. Apakah hasilnya akan memuaskan? Semoga. (*)

 

Achmad Shocheb, Guru SMA Negeri 1 Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: