Mitigasi Melonjaknya Angka Inflasi
DALAM laporan Global Economic Prospects edisi Juni 2022, Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2022 dari 4,1% menjadi 2,9%. Bank dunia memangkas proyeksi tersebut bukan tanpa alasan. Lembaga keuangan dunia ini menilai invasi Rusia ke Ukraina kembali memukul perekonomian dunia, yang notabene baru beranjak pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Invasi Rusia ke Ukraina memberikan efek domino diberbagai bidang perekonomian, mulai dari terganggunya rantai pasokan, melonjaknya harga komoditas, tingginya angka inflasi, hingga berujung pada melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Tidak dipungkiri lagi jika Rusia maupun Ukraina memegang peran penting dalam rantai pasokan dunia. Rusia merupakan salah satu produsen sekaligus pengekspor minyak bumi dan gas alam terbesar dunia. Sedangkan Ukraina merupakan negara eksportir bahan pangan, seperti gandum, jagung, dan minyak bunga matahari.
Akibat terganggunya rantai pasokan energi maupun pangan dunia, berbagai negara mengalami lonjakan inflasi. Bahkan dibeberapa negara, angka inflasi melonjak tinggi. Di Amerika Serikat, per bulan Juli 2022, mencapai 8,7 persen. Angka tersebut sedikit lebih rendah dari inflasi bulan Juni 2022 yang mencapai 9,1 persen, sekaligus memecahkan rekor inflasi tertinggi Amerika Serikat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir. Beberapa negara maju lainnya, seperti Jerman, Inggris, hingga Jepang juga mengalami lonjakan inflasi yang tinggi akibat tersendatnya rantai pasokan energi dan bahan pangan. Bahkan angka inflasi di Turki menembus angka 79,6 persen pada bulan Juni 2022.
Lantas, bagaimana dengan kondisi di Indonesia? Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Inflasi tahunan di Indonesia pada bulan Juli 2022 mencapai 4,94 persen. Angka tersebut sudah jauh dari target inflasi tahunan yang ditetapkan pemerintah, yaitu maksimal 4,5 persen. Jika diperhatikan lebih teliti, kenaikan harga bahan makanan, energi, dan transportasi menjadi penyebabnya meningkatnya inflasi di Indonesia. BPS mencatat bahwa inflasi bahan pangan menyentuh angka 9,35%. Sedangkan untuk komponen energi mengalami inflasi sebesar 5,02 persen dibanding bulan Juli tahun lalu. Kenaikan harga energi tersebut, berdampak kepada melonjaknya inflasi dikelompok transportasi yang mencapai 6,65 persen.
Ketahanan Sosial
Jika dalam beberapa waktu kedepan harga komoditas energi dan makanan tidak kunjung stabil, bukan tidak mungkin inflasi Indonesia akah terus meroket. Isu ketahanan sosialpun akan mencuat seiring dengan ketidakmampuan masyarakat menengah ke bawah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbagai langkah harus disiapkan pemerintah agar daya beli masyarakat tetap terjaga dan meminimalisir membengkaknya angka kemiskinan.
Memastikan dan menjamin ketersediaan stok bahan pangan merupakan kunci untuk menjaga inflasi nasional agar tetap terkendali. Peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sangat vital untuk memonitor ketersediaan bahan makanan di masing-masing daerah. Selain itu, program swasembada pangan juga harus kembali digalakkan. Hal tersebut tidak terlepas dari masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap bahan pangan dari luar negeri, seperti kedelai, daging sapi, hingga gula. Indonesia harus mampu untuk meminimalisir ketergantungan terhadap impor bahan pangan dari negara lain.
Selain menjaga kesetabilan harga pangan, pemerintah juga harus menjamin harga bahan bakar minyak (BBM) tidak mengalami kenaikan harga, khususnya bahan bakar bersubsidi. Jika harga BBM bersubsidi mengalami kenaikan harga, maka efek yang diakibatkan akan sangat besar. Efek domino akan terjadi. Dipastikan hampir semua kelompok pengeluaran akan mengalami kenaikan harga. Inflasipun dipastikan akan melonjak tinggi.
Hal ketiga yang harus dipersiapkan untuk memitigasi krisis ekonomi global ini adalah menyiapkan jaring pengaman untuk penduduk miskin dan rentan miskin. Jika dalam beberapa waktu kedepan inflasi Indonesia melambung tinggi, maka masyarakat kelompok miskin dan rentan miskin akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jumlah penduduk miskinpun akan membengkak. Oleh karena itu, beberapa program perlu dipersiapkan oleh pemerintah guna membantu mereka, seperti pemberian bantuan langsung tunai (BLT), pasar murah, hingga subsidi bagi usaha mikro kecil.
Berbagai mitigasi untuk menekan angka inflasi sudah selayaknya dipersiapkan pemerintah agar tidak berefek besar terhadap perekonomian dan kondisi sosial Indonesia. Kerjasama dan kolaborasi yang solid antar pemangku kepentingan juga menjadi kunci agar Indonesia mampu menghadapi tekanan ekonomi global dengan baik. Semoga krisis ekonomoni global ini segera berlalu dan perekonomian global segera pulih kembali. (*)
Haedar Ardi Aqsha, Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Papua Barat.