Pengembangan UMKM di Masa Pandemi Covid-19
Dampak pandemi Covid-19 mempengaruhi ekonomi lokal seperti UMKM di setiap daerah di Indonesia. Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop-UKM, 2020) melaporkan terdapat 63 juta unit UMKM di Indonesia yang mana 95% berada di sektor usaha mikro. Sektor usaha mikro meliputi usaha kecil formal, usaha kecil informal, dan usaha kecil tradisional.
Padahal menurut data Bank Indonesia, UMKM menjadi penopang 64% Produk Domestik Bruto (PDP) Indonesia Tahun 2019. Selain itu, UMKM menyerap jutaan tenaga kerja, namun semenjak Covid-19, ada banyak UMKM yang terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerjanya bahkan Sebagian lagi guling tikar atau menghentikan operasionalnya.
Masyarakat banyak beralih memilih membuka usaha baru skala keluarga dan skala kecil, meskipun dengan pendapatan harian yang tidak menentu. Pemerintah lalu melakukan berbagai cara untuk menjaga daya beli dan mendorong konsumsi masyarakat di tengah situasi pandemik Covid-19 itu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan meski telah jorjoran memberikan stimulus, kinerja konsumsi tidak serta-merta bisa pulih secepat yang diharapkan. Konsumsi rumah tangga kelas menengah-atas, misalnya, masih terbatas karena kondisi Covid-19 yang memang belum berakhir dan karakter konsumsi mereka yang sensitif sekali dengan pembatasan mobilitas.
Salah satu sektor yang memperoleh stimulus yang dimaksud adalah UMKM. Sayangnya, tidak semua UMKM mendapatkan stimulus tersebut, karena sistem pendataan yang tidak optimal. Tidak hanya sektor ekonomi skala kecil namun restoran cepat saji sampai melakukan jemput bola dalam penjualan dan pemasaran dilakukan di pinggir jalan dengan harapan bisa untuk mencukupi operasional dan omzet penjualannya.
Kebijakan pemerintah terkait pembatasan sosial di masyarakat menyebabkan penjualan di toko, pasar tradisional maupun pasar modern sepi pembeli sehingga penjualan menurun. Apabila kondisi ini terjadi terus menerus, maka pendapatan para pedagang menurun. Hal itu dikarenakan operasional kegiatan produksi maupun pemasaran sangat tinggi sementara pendapatan tidak mencapai target yang diharapkan.
Sementara itu, dampak Pembatasan Sosial Berskala besar (PSBB), karakter konsumen dalam berbelanja pun bergeser yakni dengan memanfaatkan e-commerce dan sosial media untuk memperoleh kebutuhan rumah tangga dan kebutuhan sehari-hari. Dari data analisis Ernst & Young, dapat dilihat pertumbuhan nilai penjualan bisnis online di tanah air setiap tahun meningkat 40 persen. Ada sekitar 93,4 juta pengguna internet dan 71 juta pengguna perangkat telepon pintar di Indonesia. Pemerintah Indonesia ingin menempatkan Indonesia sebagai Negara Digital Economy terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020. Selain adanya E-commerce Roadmap, pemerintah menargetkan dapat menciptakan 1.000 technopreneurs baru pada tahun 2020 dengan valuasi bisnis USD 10 miliar. (kominfo, 2020)
Saat ini, banyak pelaku UMKM sudah menggunakan platform jual beli online sehingga produknya bisa dikenal para konsumen di tingkat lokal bahkan sampai luar negeri. Pemerintah seharusnya memberikan pelatihan literasi digital dalam peningkatan sumber daya manusia dalam keahlian pemasaran melalui teknologi, desain foto produk, kemasan produk, penggunaan aplikasi serta manajemen keuangan.
Di sisi lain masih banyak pelaku usaha yang tidak menggunakan marketplace daring karena tidak memiliki gadget, terbatas biaya data pulsa, dan pengetahuan menggunakan gadget yang masih minim. Mereka ini terus menggunakan cara-cara konvensional, meski sudah tahu bahwa teknologi bisa mempermudah pemasaran dan membuat bisnisnya lebih efisien. Alasannya cuma satu, mereka tidak mengerti cara penggunaan teknologi sehingga enggan beralih dari cara lama.
Pemerintah dinilai perlu bersinergi dengan berbagai stakeholder untuk mempromosikan produk UMKM lokal. Misalnya, inovasi daerah dalam melindungi produk lokal melalui pendirian swalayan modern dengan menghadirkan produk lokal 50 persen. Pemerintah daerah bisa melakukan kampanye untuk berbelanja produk lokal dengan brand yang baik.
Selain itu, pemerintah bisa membangun jaringan komunitas baik pelaku UMKM maupun konsumen sehingga terdapat jaringan dan kepercayaan antar pelaku UMKM. Komunikasi komunitas dibangun dengan komunikasi yang baik melalui organisasi yang berkembang, memiliki visi dan misi mengembangkan produk lokal. Komunikasi, jaringan, kepercayan dan kerjasama merupakan modal sosial penting dalam inovasi pegembangan UMKM di Indonesia. (*)
Reni Shintasari, Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial, FISIP, UNCEN