Wacana

Reviu Pelaksanaan Anggaran Papua Barat  (bag-1)

SALAH satu output dari pengimplementasian peran Kanwil Ditjen Perbendaharaan  dalam perluasan dan penajaman tugas dan fungsi sebagai treasurer, regional chief economist, dan financial advisor adalah dengan melakukan Reviu Pelaksanaan Anggaran APBN pada Satuan Kerja secara periodik.

Kanwil Ditjen Perbendaharaan diharapkan mampu mengidentifikasi faktor dan variabel yang mempengaruhi pelaksanaan belanja negara baik dari aspek sumber daya manusia, kondisi sosial budaya, politik, geografis, serta faktor lainnya yang berimbas pada tingkat optimalitas pelaksanaan anggaran.

Sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah terus berupaya untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara melalui kegiatan pembangunan dengan mempertimbangkan proses manajemen yang efektif dan efisien. Salah satu tahapan dalam proses manajemen pemerintah antara lain melalui proses perencanaan dan penganggaran yang diatur terpisah dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Namun demikian, adanya keterpisahan pengaturan memunculkan masalah keterlepaskaitan antara perencanaan dan penganggaran apabila tidak disinkronisasi, meskipun pada umumnya perencanaan dan penganggaran menjadi satu kesatuan yang terintegrasi.

Penyusunan perencanaan dan penganggaran dilakukan dengan pendekatan penganggaran berbasis program atau money follow program melalui penganggaran berbasis kinerja. Konsistensi program dan kegiatan sangat berkontribusi terhadap suksesnya perencanaan dan penganggaran. Oleh karena itu, kekonsistensian menjadi hal penting yang perlu diperhatikan guna mencapai tujuan. Konsistensi perencanaan dan penganggaran khususnya program dan kegiatan merupakan proses yang terintegrasi, karena output dari perencanaan adalah penganggaran.

Pada tahun 2023, APBN dirancang untuk tetap menjaga optimisme pemulihan ekonomi, namun tetap waspada dalam merespons ketidakpastian global yang masih terus berlangsung. Anggaran yang dialokasikan untuk suatu bidang menunjukkan komitmen pemerintah terhadap permasalahan pada bidang tersebut sesuai dengan prioritas. Pemerintah selalu berupaya untuk mewujudkan belanja pemerintah yang lebih berkualitas (spending better) dan mendukung pemulihan ekonomi.

Pada pelaksanaannya, kinerja anggaran dinilai secara periodik dengan memperhatikan evaluasi dan perbaikan kinerja pelaksanaan anggaran yang transparan dan akuntabel. Namun, pola penyerapan kinerja pelaksanaan anggaran yang cenderung rendah pada awal periode dan menumpuk pada akhir periode tahun anggaran (slow-back loaded expenditure) masih menjadi permasalahan klasik di hampir setiap daerah khususnya di wilayah Papua Barat. Padahal penyerapan anggaran yang rendah dan kurang proporsional akan menyebabkan tiga hal, yaitu (1) pelaksanaan kegiatan/program pemerintah yang semakin lambat sehingga akan berpengaruh kepada pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah, (2) lambatnya pencairan dana/penyerapan anggaran untuk belanja barang/jasa menyebabkan fungsi stimulus fiskal dari belanja pemerintah terhadap aktivitas perekonomian di masyarakat menjadi kurang/tidak optimal pada awal tahun anggaran, dan (3) timbulnya risiko cash mismatch akibat dari adanya penumpukan tagihan kepada negara pada akhir tahun anggaran yang dapat menyebabkan beban berat bagi penyediaan uang/kas pemerintah oleh pemerintah (Miliasih, 2012).

Penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyerapan anggaran bergantung pada rencana anggaran, kualitas sumber daya manusia, tata laksana anggaran, serta komitmen organisasi (Nursela dkk, 2022), ketepatan mekanisme perencanaan dan pelaksanaan anggaran sesuai dengan aturan yang berlaku (Rustam, 2016), serta proses pengadaaan barang dan jasa (Elim dkk, 2018), dan sebagainya. Beberapa faktor yang berpengaruh pada proses pelaksanaan anggaran akan menghambat tujuan ketercapaian kondisi masyarakat yang sejahtera secara merata. Sebuah kondisi yang tidak akan tercapai dengan sendirinya, dan perlu ditangani oleh pemerintah yang menjalankan perannya dalam alokasi, distribusi, stabilisasi dan dinamisasi sumber daya.

Meski demikian, dampak pelaksanaan anggaran memiliki magnitude yang berbeda. Perbedaan terletak pada bentuk output dan tingkat efektivitas dari belanja yang dilaksanakan bukan pada seberapa besar jumlah alokasinya. Jika besar dan kecilnya alokasi belanja menunjukkan kebutuhan ketercapaian output dalam satu semester memberikan pengaruh yang bervariasi maka perlu dikaji bagaimana sebenarnya pengaruh tersebut. Apakah alokasi belanja APBN tingkat regional di level satker akan memiliki pengaruh terhadap capaian output strategis berdampak pada ketercapaian target pembangunan, serta bagaimanakah arah dari pengaruh tersebut, perlu menjadi pertanyaan yang harus dijawab. Sehingga dipandang perlu, untuk mereviu pelaksanaan anggaran yang berkualitas dan rekomendasi terhadap mekanisme/regulasi terkait agar berdampak secara optimal pada ketercapaian tujuan dalam bentuk Reviu Pelaksanaan Anggaran Satker. (bersambung). *

 

Susanto, Kepala Bidang PPA I Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Papua Barat

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: